APA DASAR BAGI PENGERTIAN KITA TENTANG DEMOKRASI?

Tadjuk Rentjana :

APA DASAR BAGI PENGERTIAN KITA TENTANG DEMOKRASI? [1]

 

Jakarta, Berita Yudha

RUU Pemilihan Umum dan RUU susunan MPR, DPR dan DPRD setelah memakan waktu kurang lebih tiga tahun, beberapa hari jang lalu telah berhasil diselesaikan dan disahkan oleh DPR. Kalau kita lihat waktu jang telah terpakai untuk membitjarakan RUU itu, kiranja tjukup djelas bahwa banjak perbedaan pendapat ataupun perbedaan keinginanjang hams diselesaikan tentang rumusan kata2 jang hendak dimasukkan kedalam RUU itu.

Perbedaan pengertian tentang arti hakiki jang tersirat dalam kata2 jang disuratkan, perbedaan jang hanja bersifat perbedaan tatabahasa, perbedaan prinsip mengenai tatalaksana Pemilu jang dipahamkan dari kata2 jang telah disuratkan, pendeknja perbedaan atau pertentangan prinsipil dan tidak prinsipil tentu harus diselesaikan sebelum RUU itu dapat diselesaikan. Bisa sadja perbedaan dan pertentangan pendapat dan keinginan itu tidak diselesaikan dengan niensahkan RUU itu atau menolak dari RUU itu dengan suara jang terbanjak.

Soalnja bagaimana pengertian kita dewasa ini tentang demokrasi didalam mempersoalkan dan menjelesaikan pesoalan jang begitu besar dan luas. Kita bisa mengartikan demokrasi, bahwa sesuatu diselesaikan tanpa sesuatu penjelesaian, karena masing2 pihak gigih main mutlak2an mempertahankan pendirian dan keinginannja. Kita bisa mengartikan demokrasi bahwa sesuatu itu diselesaikan setjara berlarut-Iarut saling mejakinkan tentang kebenaran pendirian masing2 tanpa berandjak barang sedjengkalpun dari pendirian itu.

Kita bisa mengartikan demokrasi dengan menolak atau menerima sesuatu dengan suara terbanjak, jang pada hakekatnja berarti bukan merupakan suatu penjelesaian, karena jang tidak mendapatkan dukungan djumlah suara untuk memenangkan pendirian dan keinginannja, akan tetap mengatakan bahwa hasil jang ditjapai setjara demikian itu tidak demokratis.

Begitu djuga sesudah RUU mengenai Pemilu dan susunan MPR, DPR dan DPRD ini diselesaikan oleh DPR, kita mendengar pula suara2 bahwa penjelesaian itu tidak demokratis. Apa jang diartikan tidak demokratis didalam hal ini, apakah karena keinginan atau beberapa keinginan dari jang bersangkutan tidak berhasil dimasukkan kedalamnja.

Rupanja kita masih harus mentjoba menentukan pendapat dan bahasa tentang apa jang diartikan dengan tjara dan djalan demokrasi. Kalau kita mengartikan tjara dan djalan penjelesaian demokratis itu adalah djika seluruh pendirian dan keinginan kita sendiri diterima oleh musjawarah, kami rasa memang tidak mungkin atau djarang kita akan dapat menjelesaikan sesuatu setjara demokratis.

Penjelesaian sesuatu melalui musjawarah hanja membuka kemungkinan penjelesaian, kalau semua jang bersangkutan sama berhasil mejakinkan seluruh peserta musjawarah tentang kebenaran pendapat dan pendiriannja. Atau kalau para peserta musjawarah sama2 bersedia pula saling memberi dan saling menerima untuk mendapatkan penjelesaian. Kemungkinan lainnja adalah mengumpulkan majoritas mana untuk memaksakan suatu penjelesaian dengan resiko bahwa penjelesaian jang demikian itu masih tetap dianggap tidak demokratis oleh pihak jang kalah suara, atau musjawarah kita biarkan berlarut larut tanpa sesuatu penjelesaian.

Dasar apakah jang hendak kita berikan untuk menilai kehidupan demokratis kita. Apakah dasar politik, dasar djumlah suara, dasar mufakat, jang berisi saling memberi dan menerima, atau dasar mutlak2an walaupun dengan resiko tidak tertjapainja suatu penjelesaian.

Djelas bahwa demokrasi tidak akan bisa diterima sebagai demokrasi, kalau dasar penilai jang kita pakai adalah politik, sebab dasar politik hanja membenarkan sesuatu, djika jang bersangkutan mendapatkan apa jang diinginkannja didalam penjelesaian itu.

Tidak mungkin atau sukar untuk menjelesaikan suatu musjawarah dengan memberi kemenangan kepada keinginan semua peserta. Demokrasi adalah hasil tjoba mentjarinja dengan falsafah pula. Apakah falsafah itu akan menghasilkan 1/2 + 1 ? hasil jang kita tjapai didalam menjelesaikan RUU Pemilu bukan 1/2 + 1, tetapi saling memberi dan menerima untuk mendapatkan mufakat, djustru karena kita mengerti dan menjadari bahwa tidak atau belum semua pendirian dan pendapat bisa dibenarkan dan dipenuhi. Dengan hasil itulah kita harus melaksanakan pemilihan umum.

Mudah2an sudah pemilihan umum emosi dan keadaan politik lebih tenang dan menguntungkan sehingga falsafah politik kita akan lebih menjempurnakan kesatuan pengertian kita tentang demokrasi. (DTS)

Sumber: BERITA YUDHA (28/11/1969)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 317-319.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.