AS BERBUAT UNTUK KITA
Jakarta, Merdeka
Menteri Sekretaris Negara, Moerdiono kepada wartawan di dalam pesawat terbang dari Washington ke New York, menyatakan bahwa Presiden Amerika Serikat telah bersedia membantu mengurangi beban Indonesia dalam membayar hutang luar negerinya.
Pernyataan Presiden George Bush itu sendiri disampaikan, menanggapi penjelasan Presiden Soeharto tentang kian beratnya pembayaran kembali utang luar negeri Indonesia, terutama setelah adanya apresiasi beberapa mata uang asing.
Pernyataan AS ini adalah suatu kegembiraan, dan merupakan tiupan angin segar di saat kita tengah terjepit di dalam perkembangan perekonomian dunia sekarang ini. Dengan demikian pendekatan, maupun misi yang dibawa Presiden Soeharto ke AS tidaklah sia-sia.
Ini berarti pula bahwa kepercayaan negara super power terhadap kita masih begitu besar. Apalagi menurut Moerdiono, secara spontan Presiden Bush mengatakan, AS akan mengambil langkah untuk berbuat apa saja, yang mungkin dilakukannya untuk membantu Indonesia, jelas ini semakin menunjukkan langkan-langkah baik bagi proses pembangunan kita selanjutnya.
Namun demikian, meskipun kita tetap mendapat kepercayaan dari negara-negara “pemberi utangan” itu, bukan berarti kita harus selamanya, atau selalu bergantung pada ketiak mereka. Sebab jika hal itu terlalu sering kita lakukan, kita tak lebih ibarat seorang anak yang tidak akan pernah mandiri, dan hanya mengandalkan serta bergantung pada ayahnya.
Karena itulah ada baiknya jika secara dini kita mulai menginventarisir utang-utang luar negeri tersebut. Sehingga dari sini kita semakin mengetahui dan semakin jelas dapat melihat, kemana penggunaan utang-utang tersebut. Sejauh mana manfaatnya pada seluruh lapisan masyarakat. Sejauh mana kendalanya. Faktor apa-apa saja yang tidak mendukungnya.
Dengan adanya inventarisasi itu, tentu kita akan semakin bisa membuat langkah langkah secara jelas. Dengan adanya hal itu rakyat pun semakin menyadari bahwa betapa telah bersusah payahnya pemerintah Orde Baru menggerakkan roda pembangunan di negeri ini, meskipun sebagian penggerak nya masih memanfaatkan dana luar negeri.
Rakyat pun semakin sadar untuk terus menerus berpartisipasi secara aktif dalam gerak pembangunan. Sehingga rakyat pun tidak lagi bertanya-tanya kemana saja bantuan luar negeri itu, dan kemana saja penggunaan utang-utang luar negeri itu.
Sebab seperti apa yang pernah dikemukakan Menteri Pertahanan Keamanan LB Moerdani, di Munas Hippi, Mei lalu bahwa jumlah utang yang demikian besar dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi. Diungkapkannya pula, di satu pihak negara-negara berkembang tetap memerlukan tambahan modal untuk meningkatkan pembangunan, tetapi di lain pihak kekuatan ekonominya tidak mampu lagi menyanggah tambahan beban utang.
Memang kenyataan itu tak dapat kita pungkiri. Disinilah kita perlu sangat hati-hati bertindak, baik dalam mencari utangan maupun dalam memanfaatkan utangan itu sendiri. Sebab, kita juga tidak mau terjebak dalam kesulitan yang lebih dalam akibat utang-utang itu, meskipun sesungguhnya utang-utang itu adalah untuk pembangunan.
Dan kini AS telah berbuat untuk kita. AS tampaknya semakin menyadari posisi kesulitan kita. Tinggal lagi kita agaknya perlu introspeksi secara mendalam, dan memperinci secara cermat mungkin tentang penggunaan utang-utang luar negeri itu di masa-masa mendatang.
Memang sesungguhnya pinjaman luar negeri adalah merupak:an cara yang mudah dan cepat untuk membentuk modal di dalam mempercepat proses pembangunan. Namun di baliknya, banyak masalah-masalah yang akan muncul, terutama jika saat pengembaliannya tiba. Lebih dari itu jika kita terus bergantung pada pinjaman luar negeri, kita pun tentu selalu bertanya kapan sih kita dewasa, kapan sih kita bisa mandiri?
Sumber : MERDEKA(12/06/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal.423-424.