BOSNIA PERLU BANTUAN POLITIS UNTUK TEKAN SERBIA[1]
Oleh M. Subandi
Jakarta, Antara
Apa yang diperlukan Bosnia yang mayoritas penduduknya Muslim sekarang dalam menghadapi gempuran agresi Serbia adalah bantuan politis dari beberapa negara, termasuk Indonesia, selaku ketua Gerakan Non Blok.
Di mata para pemimpin Bosnia, Indonesia sebagai ketua Non Blok punya pengaruh besar untuk menekan dan mempengaruhi negara-negara besar dalam mekanisme pembuatan rencana-rencana yang tidak adil terhadap Bosnia, serta menyelamatkan negara itu dari kehancuran.
Karena itu, Presiden BosniaAlija Izetbegovic pekan lalu mengirim wakilnya, Ejup Ganic, ke Jakarta untuk menyampaikan pesan dan harapannya itu kepada Presiden Soeharto.
Ejup Ganic, kepada pers di Jakarta, Sabtu (25/9) mengatakan, Presiden Soeharto menegaskan kembali komitmennya untuk terns memberikan bantuan politis dan beljanji akan terns mengadakan kontak dengan para pemimpin dunia.
Presiden juga menjelaskan hasil kunjungan Dubes Keliling GNB Achmad Tahir ke berbagai negara yakni ke Jerman, Rusia, dan Jenewa (Swiss) untuk bertemu dengan para pemimpin setempat guna ikut memecahkan krisis Bosnia dengan Serbia dan Kroasia.
Menurut Ganic, bangsanya kinijuga memerlukan bantuan kemanusiaan seperti makanan dan obat2an. “Kami meminta dukungan politis dari Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, danjuga sedang menjadi ketua GNB,” katanya.
Ia percaya, Indonesia mampu meyakinkan negara-negara besar tentang perlu ditingkatkannya usaha menyelesaikan krisis di negaranya. Masalah yang menghambat tercapainya penyelesaian konflik di Bosnia, menurut Ganic, adalah perlakuan tidak adil terhadap umat Islam di sana. Itu bisa dilihat dari resolusi-resolusi PBB dan dalam usulan-usulan perdamaian yang direkayasa oleh para penengah dari Masyarakat Eropa dan PBB.
Kepada Presiden Soeharto, ia juga menjelaskan situasi terakhir di Bosnia Herzegovina. Bosnia kini terbagi dalam tiga republik mini dengan pembagian yang tidak adil, yakni 30 persen untuk penduduk muslim, 52 persen untuk Serbia dan 17 persen untuk Kroasia. Resolusi PBB yang dengan ketat memberlakukan embargo senjata bagi seluruh republik di bekas Yugoslavia guna mencegah meluasnya konflik bersenjata itu, kenyataannya banyak Pihak Muslim lah yang paling dirugikan dengan embargo tersebut, karena dua kelompok etnik lainnya (Serbia dan Kroasia) masih dengan mudah mendapatkan senjata dari sumber lain.
Kemungkinan Damai?
Pasukan Kroasia sampai kini masih terus menggempur tentara Muslim Bosnia yang bertahan di parit-parit perlindungan di Bosnia Tengah. Sementara itu di selatan Kota Mostar, pasukan Kroasia menawarkan gencatan senjata kepada pasukan Muslim yang gigih mempertahankan kota itu.
Berita terakhir dari Sarajevo melaporkan bahwa tentara Muslim di Mostar kini berbalik menguasai keadaan dan bahkan mampu menekan pihak Kroasia yang menduduki Kota Vitez, dan mencoba merebut sebuah pabrik mesiu yang strategis.
Dewan Pertahanan Bosnia Kroasia, akibat gempuran tentara Muslim yang kuat itu, akhimya sepakat untuk mengadakan gencatan senjata guna mengakhiri pertempuran yang sudah berlangsung selama 17 bulan itu.
Para intelektual dan tokoh Islam di Sarajevo awal pekan ini juga mulai memperdebatkan usul terakhir bagi kemungkinan perdamaian di Bosnia sebelurn Parlemen Muslim Bosnia mengeluarkan keputusan akhir.
Perdebatan itu untuk memberi peluang kepada para tokoh penting Muslim menyampaikan pendapat politik mereka sebelum parlemen Bosnia bersidang untuk melakukan pungutan suara mengenai rencana perdamaian guna mengakhiri perang etnik tersebut.
Parlemen Bosnia berharap paling tidak dapat menawarkan dukungan bersyarat terhadap rencana perdamaian yang akan membagi Bosnia menjadi konfederasi longgar negara tiga etnik itu.
Presiden Alija Izetbegovic merasa kecewa dengan rencana perdamaian itu, dan menganggap keputusan yang dihadapi parlemen Muslim sebagai pilihan sulit-yakni damai atau perang terus.
“Parlemen mungkin akan menerima usul Jenewa, namun dengan syarat harus ada diskusi lanjutan mengenai wilayah sengketa,” kata seorang pengamat politik di Sarajevo.
Sementara itu, para penasehat luar negeri PresidenAinerika Serikat Bill Clinton telah meninjau kembali strategi untuk m ngirim pasukan AS guna membantu memperkuat gencatan senjata di Bosnia, bila persetujuan damai dicapai dalam beberapa hari mendatang.
Menghadapi kemungkinan timbulnya situasi bam di Bosnia, Clinton, menurut seorang pejabat senior Gedung Putih, menegaskan kembalijanjinya itu. Senator Sam Nunn, ketua Dinas Angkatan Bersenjata Senat mengatakan, Clinton memberikan jangka waktu khusus bagi pengiriman pasukan itu, dan dalam pelaksanannya tidak akan menghadapi kesulitan.
Untuk keperluan tersebut, di Gedung Putih diadakan pertemuan khusus yang dihadiri antara lain Menhan Les Aspin, Menlu Warren Christopher, Kepala Staf Gabungan Colin Powell, dan Kepala Penasehat Keamanan Nasional Clinton Anthony Lake. Pertemuan itu membahas rencana NATO mengirim pasukan pemelihara perdamaian guna mengantisipasi kemungkinan tercapainya persetujuan damai. Pasukan AS itu akan berjumlah separoh dari 50.000 pasukan NATO yang ditempatkan di sana. (T-MSIRB1/SP04/28/09/93 14:01/RB2)
Sumber: ANTARA (28/09/1993)
____________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 244-246.