BRIEFING PD. PRES. PADA MUKER PUSAT & DAERAH:
Kita Wadjib Melaksanakan Putusan2 SU Ke-IV MPRS & Sidang Istimewa MPRS Bagian (IV) [1]
Djakarta, Angkatan Bersendjata
Dalam kesempatan ini saja perlu memberikan gambaran umum dan penilaian thd situasi politik jg terdjadi ditanah air semendjak meletusnja pemberontakan G-30-S/PKI, Memahami situasi politik waktu itu perlu, sebab sering sebagian daripada kita lupa, bahwa proses perkembangan politik pada waktu itu adalah merupakan rangkaian situasi.
Bagi kita, penegak2 Orba, harus ada kejakinan dan kesadaran bahwa proses itu harus merupakan rangkaian kemadjuan menudju kepada kemenangan total Orba.
Dibidang idelogi, dalam mengembangkan Pantjasila, kemudian ternjata melahirkan nasakom jang hakekatnja djustru bertentangan dengan Pantjasila itu sendiri.
Dibidang ketatanegaraan, dalam pertumbuhan demokrasi terpimpin kemudian mendjurus kepada adanja kekuasaan mutlak jg berada dlm satu tangan, jaitu pada Kepala Negara waktu itu.
Perkembangan jang salah itu, berdjalan beberapa tahun dan sistematis, sehingga mula-mula tidak terasa bahwa telah timbul penjimpangan2 terhadap kemurnian Pantjasila dan UU Dasar 1945.
Kesadaran Untuk Melakukan Koreksi
Oleh karena itu, sesudah kita dikedjutkan oleh memuntjaknja penjelewengan dalam bentuk pemberontakan G-30-S/PKI, maka timbul kesadaran untuk melakukan koreksi atas penjimpangan2 itu.
Proses koreksi jg memang diperlukan itu, kemudian mentjapai kristalisasi dalam bentuk dua pola dan fikiran jang berbeda setjara prinsipil, sehingga timbul dualisme dan konflik situasi.
Pola fIkiran jang dibidang politik ingin mempertahankan atau membela PKI dan dibidang ketatanegaraan ingin mempertahankan pemusatan kekuasaan dalam satu tangan, jang sekarang kita katakan pola fikiran Orla.
Pola fikiran kedua, jaitu dibidang politik menghendaki pembubaran PKI dan dibidang ketatanegaraan menghendaki pelaksanaan kemurnian Undang2 Dasar 1945, Pola fikiran jang sekarang kita kenal sebagai pola fikiran Orba dimiliki oleh rakjat banjak termasuk ABRI.
Perkembangan menundjukkan, bahwa Kepala Negara tidak bersedia merubah pola fikirannja.
Oleh karena konflik situasai itu mengenai masalah2 jang prinsipil, dan didalamnja tersangkut Kepala Negara sebagai Lembaga Kepresidenan maka penjelesaiannja haruslah konstitusionil, jang berdasarkan ketentuan2 dalam Undang2 Dasar 1945.
Berdasarkan usaha menjelesaikan dualisme dan konflik politik itu, sebenarnja MPRS masih memberi kesempatan kepada Kepala Negara pada waktu itu untuk melakukan koreksi sendiri sesuai dengan kehendak rakjat.
Ini terbukti dengan adanja keputusan MPRS no. 5 mengenal Pelengkap Nawaksara
Kesempatan ini ternjata tidak dilaksanakan dalam waktu jang tjukup diberikan, sehingga achirnja diadakan Sidang lstimewa MPRS jang setjara konstitusionil dan menjeluruh mengachiri dualisme serta melakukan koreksi2 lebih prinsipil.
Inilah gambaran pokok mengenai proses rangkaian kedjadian latar belakang, kelahiran dan pertumbuhan Orde Baru, jang didalamnja djuga.
Pola fikiran pertama, jaitu memberikan gambaran kepada kita tentang hakekat konflik situasi dan penjelesaiannja.
Memahami proses dan latar belakang itu tetap penting sehingga kita dapat dengan tepat menilai situasi dewasa ini dan memberi arah pd perdjalanan dan suksesnja Orba pada masa2 jang akan datang.
Perdjoangan dan pengamanan Orba pada masa jang akan datang haruslah tetap diletakkan dlm rangkaian prosses tadi.
MPRS Dan Kepala Negara
Melaksanakan mengamankan mengkonsolidasikan dan meningkatkan pelaksanaan keputusan2 SU ke-IV MPRS, dan SI MPRS adalah kewadjiban kita bersama, sebab keputusan itu dalah keputusan Rakjat melalui wakil2nja, keputusan penjelenggaraan Negara tertinggi, dimana wakil2 Parpol, ormas, kesatuan2 aksi, wakil2 Daerah dan wakil ABRI duduk didalamnja dan ikut mengambil keputusan itu.
Hasil Sidang MPRS sebagai rangkaian kelengkapan dan penegasan Sidang Umum ke IV MPRS, merupakan suatu tonggak kemadjuan baru dan prinsipil bagi perdjoangan mewudjudkan Orde Baru, chususnja dibidang politik dan ketatanegaraan.
Prinsipil karena dapat menghilangkan sumber pokok kesalahan2 pada waktu jang lalu Penjimpangan2 terhadap Pantja Sila serta azas dan sendi Undang-Undang Dasar 1945 telah dikoreksi oleh kedua Sidang MPRS itu.
Hasil2 Sidang ke IV dan Sidang lstimewa MPRS itu telah dapat memberikan landasan dan mentjiptakan kondisi bagi perwudjudan Orde Baru.
Pendjelasan Jang Esensiil
Suatu perbedaan jang esensiil perbedaan daripada hasil Sidang Umum ke IV MPRS dan Siang Istimewa MPRS adalah hasil Sidang Umum ke IV MPRS masih membuka kemungkinan penjesuaian pola pikiran pimpinan Negara waktu itu dengan keinginan Rakjat jang njatanja malahan menimbulkan situasi konflik dan dualisme jang menadjamkan baik didaerah2 maupun di Pusat, sedang hsil Sidang Istimewa MPRS ialah ketetapan MPRS No. XXXIII telah mengachiri adanja situasi konflik dan dualisme dalam pimpinan Negara dan Pemerintahan.
Soalnja sekarang adalah apakah isi dan bagaimana tjara melaksanakan hasil sidang sidang MPRS itu alam membina dan mengkonsolidsikan kemenangan Orde Baru menudju kearah kemenangan total dan tetap.
Masalah pokok bagi Orde Baru dewasa ini adalah penegaan aspek2 konsepsionalnja dan perintjian pelaksanaan opersionalnja. Tanpa pelaksanaan opersi jang tepat maka konsepsi jang baik tidak akan terwudjud, sebaliknja operasi jang diletakkan dalam rangka konsepsi jang tepat tidak akan membawa hasil kearah tudjuan jang hendak kita tjapai.
Konsepsi dan rentjana2 operasi itu perlu dirumuskan dengan djelas agar mudah difahami oleh aparat2 pelaksanaan dan oleh Rakjat sembojan-sembojan kosong atau sloganisme harus ditinggalkan sebab itu hanja dapat menimbulkan sikap tjuriga mentjurigai antara kekuatan-kekuatan sosial. (DTS)
Sumber: ANGKATAN BERSENJATA (2/8/1967)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 566-569.