BUKAN PEMBIMBING, TAPI PENGHUBUNG POLITIK PKI – PARTINDO

Adisumarto Dimuka Sidang Subversi:

BUKAN PEMBIMBING, TAPI PENGHUBUNG POLITIK PKI – PARTINDO [1]

 

Djakarta, Kompas

Sidang ke II jang memeriksa perkara terdakwa Adisumarto, bekas Sekdjen Partindo, hari Rabu kemarin dilandjutkan dengan mendengarkan keterangan terdakwa dan saksi2 a.I. Munir dari Politbiro CC PKI, Sudradjat Donohadikusumo, Kunan alias K. Abdullah, sekretaris CC PKI dan Karsono Werdojo bekas ketua Partindo dan dubes RI untuk Albania.

Adisumarto datang ke pengadilan dengan agak pintjang karena sepatu barunja mengakibatkan kakinja letjet.

Atas pertanjaan hakim, terdakwa menjangkal bahwa ia adalah sekretaris fraksi PKI atau pembimbing grup PKI dalam tubuh Partindo. Jang benar demikian terdakwa, paling tinggi saja penghubung politik antara PKI dan Partindo.

Terdakwa aktif sebagai sekdjen Partindo sedjak tahun 1961. “Saja bukan anggauta PKI” demikian katanja selandjutnja, tetapi oleh pemimpin PKI dianggap sebagai anggauta PKI. Terdakwa memang pernah mendjadi anggauta PKI, tetapi keluar dari PKI sedjak tahun 1948. Menurut terdakwa pengertian “penghubung” adalah mendjalinkan kontak legal atau djembatan ke arah kerdjasama dalam pelaksanaan Dekrit Presiden, Perintah Presiden serta Haluan Negara jang telah digariskan.

Sekalipun terdakwa menjangkal pembimbing grup PKI dalam tubuh Partindo, tetapi selandjutnja terdakwa mengakui membimbing tokoh2 Partindo seperti F. Suharto Rebo, dan lain2. Orang2 itu atas petundjuk tokoh PKI Sudirman, dibimbing terdakwa. Tudjuannja adalah memberikan tuntunan agar mereka tak menjimpang dari djalan2 jang digariskan Partindo dan tokoh2 Partindo jang lain terdakwa hanja berlaku sebagai penghubung.

Perbedaan antara pembimbing dan penghubung adalah sbb. tugas membimbing dilakukan terhadap orang jang belum tjukup pengetahuan politiknja, sedang penghubung adalah mendjalankan kotak antara orang2 jang sudah tjukup pengetahuan politiknja.

Mengenai informasi adanja Dewan Djenderal, terdakwa menerimanja dari Munir. Dikatakannja bahwa pada awal bulan Oktober 1965 akan terjadi sesuatu. Bahwa Dewan Djenderal akan mengadakan coup dan adanja perwira2 muda jang berpikiran madju jang akan menjelamatkan Bung Karno dari kudeta.

Namun info itu tidak diteruskan kepada pimpinan Partindo, oleh karena masih belum djelas. Bersamaan dengan itu ada siaran dari buku “Kewaspadaan Nasional” jang mengatakan bahwa D.N Aidit akan merebut kekuasaan. Buku itu diterimanja dari salah seorang anggauta Partindo. Akibatnja terdakwa mendjadi bingung.

Tanggal 27 September 1965 terdakwa bertemu lagi dengan Munir jang mengatakan agar ia membantu pemimpin PKI atau keluarganja. Terdakwa diperintahkan agar selalu waspada dan mendengarkan siaran2 RRI dengan tjermat.

Tanggal 2 Oktober 1965 setelah mendengar terdjadinja peristiwa G30S dan Presiden diselamatkan, Oei Tju Tat datang ke rumahnja untuk membitjarakan pernjataan Partindo mengenai peristiwa jang baru sadja terdjadi. Kemudian diputuskan bahwa esok harinja tanggal 3 Oktober 1965 akan diadakan rapat di tempat Oei Tju Tat. Jang datang dalam rapat itu a.l. Armunanto, Moh. Supardi, K. Werdojo, Jacob Siregar, Suharto Rebo dan Sutomo.

Berhubung sore harinja ada sidang kabinet di Bogor, rapat belum berhasil mengeluarkan statemen. Hanja sadja untuk rapat esok harinja lagi diharapkan anggauta mengadjukan saran tertulis.

Tanggal 4 0ktober, pertemuan dilandjutkan di rumah Armunanto. Setelah saran2 tertulis disampaikan, terdakwa menjusun konsep. Kemudian diedarkan kesana-kemari dan achirnja ditandatangani oleh terdakwa dan Jacob Siregar. Isi statemen itu pada pokoknja tunduk pada penjelesaian politik jang akan diambil oleh Bung Karno.

Dikatakannja bahwa penjusunan konsep didasarkan atas instink terdakwa dan tadjuk ‘Harian Rakjat’ tanggal 2 Oktober. Atas pertanjaan hakim, terdakwa mengatakan bahwa Harian Rakjat dipakai sebagai dasar penjusunan, karena isinja tjotjok dengan pendapat umum sebagai pembela Manipol.

Dalam rangka pertemuan partai2 politik, terdakwa sebelumnja menemui Sudirman di rumah Nj. Subakar. Namun Sudirman mengatakan bahwa PKI tidak diundang dan ia berusaha untuk hadir dalam pertemuan itu. Oleh Sudirman terdakwa diharapkan membela PKI karena PKI tidak mengadakan coup dan berusaha agar PKI tidak dibubarkan.

Setelah ternjata dalam pertemuan parpol2 itu PKI tidak datang, terdakwa menemui Sudirman. Dalam pertemuan itu disarankan agar terdakwa membentuk Pembela Komando Presiden dalam tubuh Partindo.

Atas pertanjaan hakim mengenai tidak datangnja PKI dalam pertemuan parpol2 di istana, terdakwa mengatakan bahwa hal itu terdjadi karena ada sesuatu jang tak wadjar pada PKI. Sekalipun demikian terdakwa masih menghubungi djuga tokoh PKI Sudirman. Hal itu dilakukan karena terdakwa merasa mengabdi pada Bung Karno.

Hakim: apa mengabdi pada Bung Karno sama dengan mengabdi PKI Terdakwa: Tidak, saja hanja temui beberapa pemimpin PKI.

Keterangan Saksi2

Munir alias Nuri Itanu atau Sudin atau Surip, anggauta DPA dan anggauta Politbiro CC PKI, mengatakan bahwa ia mempunjai banjak nama untuk menjelamatkan diri dari kedjaran jang berwadjib. Ia tahu bahwa PKI dilarang dan dibubarkan, tetapi tetap berusaha untuk tetap menghidupkan PKI. PKI dibubarkan karena dianggap bersalah, demikian katanja. Dewan Harian PKI-lah jang membentuk Dewan Revolusi.

Pembentukan Dewan Revolusi itu atas prakarsa D.N Aidit pada pertengahan bulan September 1965.

Terdakwa mengenal Adisumarto sedjak tahun 1952 sewaktu masih mendjadi anggauta Serikat Buruh Perkapalan. Saksi tahu bahwa Adisumarto adalah anggauta PKI jang diselundupkan dalam tubuh Partindo, disamping AM Hanafi, Sardjono dan Suharto Rebo. Mengenai K. Werdojo dan Sudradjat, saksi mengetahui djelas keanggautaannja. Disamping Partindo, menurut saksi dalam partai lain pun terdapat djuga anggauta PKI, demikian pula dalam djawatan2.

Bila dalam suatu partai terdapat 3 orang atau lebih anggauta PKI maka dibentuk dalam partai itu dibentuk fraksi, dan bila ada 9 orang atau lebih dibentuk komite fraksi.

Informasi tentang DD, saksi menerimanja dari Aidit. Untuk mengimbanginja dibentuk Dewan Revolusi, tetapi adanja Dewan Revolusi ini tidak diberitahukan kepada terdakwa.

Dengan adanja info2 DD, saksi menginstruksikan kepada terdakwa agar fraksi PKI dalam Partindo bersiap2 dan bila ada kudeta dari DD, Partindo memperdjuangkan statemen politik: melawan Dewan Djenderal. Disamping itu djuga instruksi menghadapi saat2 jang akan genting, agar orang2 PKI dalam Partindo menjiapkan massa memukul DD dan lain2.

Menurut Munir, dalam tubuh Partindo acta grup Asmarahadi jang merupakan grup Nasional tulen, grup Dr. Buntaran jang menurut Sudirman adalah Murba, dan grup Hanafi dan Adisumarto. Tugas jang dibebankan adalah agar grup Adisumarto/Hanafi bersatu dengan Asmarahadi menghantam Dr. Buntaran. Garis kebidjaksanaan PKI ialah membesarkan Partindo mengisolasi Dr. Buntaran dan melaksanakan adjaran BK setjara konsekwen.

Kemudian dihadapkan saksi2 Sudradjat dan Kusnan alias K. Abdullah sekretaris CC PKl. Kusnan pada pokoknja hanja menerangkan mengenai sjarat2 pembentukan fraksi2 dalam tubuh partai lain dan sjarat2 masuk anggauta PKI.

Kemudian didengarkan pula saksi2 K. Wardojo dan Tjugito. (DTS)

Sumber : KOMPAS (20/07/1970)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 591-594.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.