Buku Incognito Pak Harto

Cover Buku Incognito Pak Harto

Almarhum H.M. Soeharto, atau biasa dipanggil Pak Harto, ketika menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia kedua sering melakukan perjalanan diam-diam untuk mengunjungi rakyatnya. Dalam perjalanan incognito itu, Pak Harto mendengar keluh kesah, harapan rakyatnya. Pak Harto juga berbincang dengan para tokoh masyarakat, ulama, pejabat setempat, tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam membangun Negara dan Bangsa Indonesia.

Form Pembelian dibawah

Gagasan

Buku “INCOGNITO PAK HARTO – Perjalanan Diam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya” merupakan sebuah usaha dari Mahpudi-penulisnya untuk memperlihatkan bukti-bukti perjalanan itu.  Bukti itu tiada lain berupa foto-foto yang lama tersimpan dalam ribuan tumpukan album foto kenegaraan yang ada di Museum Purnabhakti Pertiwi-Jakarta. Foto-foto tersebut merekam perjalanan incognito  yang pertama kali dilakukan Pak Harto (1970) segera setelah diangkat sebagai Presiden Mandataris MPR. Perjalanan itu terdiri atas  dua episode, menyusuri kampung dan desa yang dilakukan Pak Harto dari Jakarta hingga Banyuwangi di Jawa Timur.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih baik tentang perjalanan bersejarah tersebut, penulis bersama tim melakukan perjalanan napak tilas yang diberi nama Ekspedisi Incognito Pak Harto 2012. Perjalanan dilakukan dalam dua etape pula yakni : Etape Pertama pada 3 – 6 Mei 2012 & 13 – 14 Mei 2012 dan Etape Kedua pada 5 – 11 Juni 2012. Selama ekspedisi, tim mengunjungi lokasi-lokasi yang diyakini pernah disambangi oleh Pak Harto, mewawancari sejumlah saksi sejarah yang masih hidup, serta mendokumentasi sejumlah temuan yang masih terdapat di lokasi.

Ekspedisi mulai dirintis sejak awal tahun 2012 dan dijalankan melalui beberapa tahap:

Tahap pertama, studi menetapkan untuk fokus pada foto dokumentasi perjalanan tahun 1970. Mengapa? Diketahui Pak Harto berkali-kali melakukan perjalanan incognito, dan dokumentasi menunjukkan bahwa perjalanan tahun 1970 merupakan perjalanan incognito yang pertama kali dilakukan Pak Harto segera setelah menjabat sebagai Presiden. Ini tentu memiliki makna tersendiri, baik dari sisi materi yang diperoleh maupun dinamika yang terdapat di dalamnya.

Tahap kedua, tim melakukan digitalisasi foto-foto yang terdapat dalam album, ini untuk memudahkan proses studi berikutnya serta penyajian hasil ketika dituangkan di atas buku. Bagaimana pun album berikut fotonya tidak mungkin diperlakukan secara leluasa, baik karena usianya yang sudah tua sehingga mudah rusak, juga menjaga agar foto tetap tersimpan dengan aman di museum. Digitalisasi dilakukan dengan teknik scanning yang mengubah gambar menjadi data dengan resolusi tinggi dan dilakukan di tempat penyimpanan album dimaksud.

Tahap ketiga, rekonstruksi perjalanan incognito Pak Harto. Melalui foto-foto tersebut diperoleh gambaran yang rinci kapan Pak Harto melakukan perjalanan, kota atau desa atau daerah mana saja yang dikunjungi, siapa pula yang mendampingi atau ditemui pada saat perjalanan dilaksanakan. Bersyukur pada setiap album terdapat suatu daftar foto yang dibuat oleh Arief Anwar, Staf Khusus Presiden yang bertugas pada bagian dokumentasi. Dari daftar ini diketahui waktu kegiatan dan tempat yang dikunjungi. Sayangnya, dalam hal identitas orang-orang yang berada dalam foto tak dicantumkan dalam keterangan tersebut. Ini merupakan pekerjaan sendiri, meski sebagian orangnya masih hidup namun diperlukan pengenalan yang baik, mengingat profil orang-orang berjarak lebih dari 40 tahun dengan kondisi saat ini tentu ada banyak yang telah berubah.

Tahap keempat, napak tilas lokasi-lokasi yang pernah dikunjungi Pak Harto. Pendekatan ini dilakukan dengan maksud untuk menggali informasi dari para saksi sejarah yang masih hidup di daerah yang penah dikunjungi seputar kedatangan Pak Harto, memahami dan mengenali lokasi-lokasi itu sendiri, serta menemukan peninggalan atau artefak kehadiran Pak Harto dalam rangka incognito. Seperti juga incognito Pak Harto tahun 1970, maka ekspedisi napak tilas dilakukan dalam dua etape.

Temuan Hasil Ekspedisi

Dari perjalanan yang dilakukan oleh tim ekspedisi dapat  disampaikan sejumlah temuan menarik yakni:

Pertama, memori publik tentang kehadiran Pak Harto ke dalam komunitasnya dalam rangka incognito masih terawat dengan baik, bahkan meski para pelakunya sudah wafat,. Ternyata kisah kehadiran Pak Harto di daerah mereka diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.

Kedua, secara keseluruhan memori publik tentang incognito Pak Harto sangat positif dan berkesan sangat mendalam. Ingatan mereka terhadap sosok Pak Harto sebagai Presiden seperti tak berubah. Pada sebagian masyarakat bahkan mengelu-elukan harapan akan kedatangan sosok seperti itu pada masa kini.

Ketiga, pada beberapa lokasi jejak sejarah perjalanan incognito masih dapat dikenali dan bahkan dirawat dengan baik (foto kenangan, bangunan bantuan Pak Harto, tandatangan pada buku tamu, prasasti, dan masjid atau pesantren).

Keempat, Pada beberapa komunitas kehadiran Pak Harto juga berkembang menjadi folklore yang  menguatkan ketokohan Pak Harto maupun tokoh-tokoh setempat yang ditemui Pak Harto.

Kelima, Pak Harto benar-benar menjalankan ingonito dengan cara yang sederhana, baik kendaraan yang digunakan maupu tempat-tempat yang dipilih untuk beristirahat atau menginap (mess proyek, rumah dinas militer, rumah kepala desa, warung makan tepi jalan, hingga penginapan biasa).

Keenam, Pak Harto tak segan untuk mendatangi langsung dan berbincang-bincang tentang proyek yang sedang dikerjakan, penduduk yang tengah terkena penyakit kulit, petani yang sedang bekerja di sawah, serta pengrajin logam yang membuat alat-alat pertanian.

Ketujuh, pada setiap lokasi yang dikunjungi Pak Harto secara khusus menyempatkan diri berkunjung kepada kyai-kyai atau ulama dan santri di pesantren. Pada setiap pesantren yang dikunjungi Pak Harto selalu ditindaklanjuti dengan memberikan bantuan berupa pembangunan asrama, maupun perbaikan masjid. Sejak pertemuan itu hubungan baik terus dibangun Pak Harto hingga akhir hayatnya.

Kedelapan, Saat bertemu dengan rakyatnya dalam incognito, Pak Harto melakukan berbagai aktivitas komunikasi, yang utama adalah tatap muka dengan pemuka masyarakat (bupati, camat, kepala desa, ulama/kyai), dan rakyat jelata. Selain itu Pak Harto juga melakukan komunikasi kelompok dengan menggelar pertemuan dengan para pamong desa, pelaksana proyek, hingga warga sekitar. Dan yang menarik Pak Harto juga memanfaatkan film sebagai media komunikasi dengan memutar film penyuluhan di halaman balai desa. Pada kesempatan itu Pak Harto menyampaikan pesan-pesan serta ajakannya dihadapan ratusan masyarakat yang berkumpul.***

Resensi Buku

“INCOGNITO PAK HARTO – Perjalanan Diam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya”

  • Judul Buku: Incognito Pak Harto, Perjalanan Diam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya
  • Tebal: 279 halaman
  • Penulis: Mahpudi

Sekitar  tahun 1970-an, almarhum Presiden Soeharto kerap mengadakan kunjungan diam-diam (incognito) ke desa-desa. Benar-benar incognito, karena dilakukan secara rahasia, dengan menggunakan mobil jeep  bukan mobil kepresidenan. Jeep yang digunakan Toyota Hardtop yang populer ketika itu dan dapat masuk ke pelosok-pelosok desa. Rombongan incognito Pak Harto ketika itu tidak lebih dari tiga kendaraan  termasuk ajudan dan pengawal presiden. Begitu rahasianya kunjungan diam-diam itu hingga dilakukan tanpa memberitahukan kepada para menteri, apalagi pejabat daerah setempat. Pak Harto ingin mendapat informasi langsung dari sumber pertama, rakyat yang diajaknya berdialog.

Begitu rahasianya kunjungan itu, sehingga wartawan Antara, Pattirajawane, yang ketika itu bertugas di Istana sejak masa Bung Karno, diminta datang oleh Kepala Dokumentasi dan Media Massa Setneg, Dwipayana, yang lebih akrab di kalangan teman-teman pers dengan panggilan Pak Dipo. ‘’Besok Anda berangkat ikut Presiden Soeharto,’’ kata Pattirajawane menirukan kata-kata Pak Dipo. Dia juga mengingatkan bahwa perjalanan tersebut rahasia dan tak boleh seorang pun tahu. Juga istri dan kantor, tidak boleh tahu. Keesokan harinya, berangkatlah dia, antara lain bersama Saidi, fotografer yang menjadi kepercayaan Pak Harto. Patti sengaja dipilih, karena selain senior, juga menguasai bahasa Jawa yang banyak digunakan Pak Harto dalam berdialog saat menemui rakyat kecil.

Setelah bergabung dengan Pak Harto di Bekasi  seperti dipesankan Pak Dipo rombongan menuju Majalengka. Dalam kunjungan ini Pak Harto mengaku sebagai Pak Mantri. Rupanya karena di perjalanan sering berdialog dengan rakyat, di antara para pedagang di pasar dan petani di persawahan, ada yang tahu bahwa yang mengaku Pak Mantri itu adalah Presiden Soeharto. Rupanya, seorang kepala desa tidak siap menyambutnya. Hingga terpaksa tengah malam menggedor sebuah toko milik Cina untuk membeli kain blacu guna dijadikan sepriei untuk tidur Pak Harto. Di sini, Pak Harto mandi di sumur.

Ketika berada di Cilacap, Jawa Tengah, saat meninjau SD Inpres, Pak Harto rupanya melihat ketidakberesan pembangunan gedung sekolah yang disubsidi pemerintah itu. Ia menendang dinding sekolah dengan sepatunya dan ternyata dinding itu ambruk.‘’Siapa anemer (pemborong) bangunan ini?’’ tanyanya sambil sekali lagi menendang dinding yang keropos. Dia minta agar pihak pemborong bertanggung jawab terhadap bangunan tersebut. Suatu hari, ketika berada di Jawa Tengah, kedatangan diam-diam Pak Harto diketahui banyak orang. Pasalnya, ada yang mengenalinya dan akhirnya kunjungan yang sebelumnya dirahasiakan itu terbongkar. Kontan saja, bupati, gubernur, dan para pejabat Pemda berdatangan memburunya. Masih dalam penyamaran, ketika berada di Gunung Kidul, ada rapat di kelurahan. Mereka tidak tahu yang masuk adalah Pak Harto yang minta agar rapat diteruskan setelah berhenti sejenak. Ketika itu, rapat membahas soal pupuk. Pak Harto yang anak petani itu mengoreksi cara-cara dan ukuran penggunaan pupuk. Di Kemusuk, desa tempat kelahirannya, Pak Harto menginap di kediamannya.

Begitu rahasianya kunjungan Pak Harto ke desa-desa itu, sampai Ismail Saleh yang ketika itu menjadi sekretaris kabinet dan pemimpin umum LKBN Antara tidak tahu. Ketika kembali ke Jakarta setelah menyertai Pak Harto, Pattiradjawane dipanggilnya. Pak Ismail memarahinya kenapa tidak memberi tahunya. ‘’Saya ini Sekretaris Kabinet, kenapa kamu tidak kasih tahu saya,’’ kata Ismail Saleh seperti dituturkan Patti.

Di kediamannya, di Jl Cendana, menjelang ulang tahunnya yang ke-64, pada 8 Juni 1985, Pak Harto pernah menerima rombongan tamu istimewa, jumlahnya sekitar 50 orang. Mereka adalah murid SD Petukangan, dan siswa Jakarta International School, Cilandak — keduanya di Jakarta Selatan. Mereka datang guna membacakan puisi untuk Pak Harto yang dengan tekun duduk bersama Ibu Tien. Puisi itu merupakan cuplikan riwayat hidup Pak Harto yang dibacakan sebagai hadiah ulang tahun dari murid-murid SD tersebut. Puisi itu berjudul Putra Pertiwi dan dibacakan oleh murid-murid Jakarta International School, dicuplik dari buku biografi Anak Desa. Yang tak kalah menyentuh adalah ungkapan hati anak-anak SD Petukangan pada Pak Harto, ‘’Semoga panjang umur, semoga sering tersenyum.’’

Dalam usia yang semakin tua, Pak Harto memang mendapat tempat tersendiri di hati anak-anak. Lebih dari 23 ribu surat setahun dikirim anak-anak dari berbagai pelosok Tanah Air kepadanya. Dan, isinya pun khas anak-anak — lugu dan spontan. Mereka misalnya minta perangko, foto Presiden sekeluarga, sampai minta dikirimi sepeda mini. Sebagian besar permintaan itu dikabulkan oleh Pak Harto.

Demikian Resensi mengenai Incognito Pak Harto, Perjalanan Diam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya, semoga Resensi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.

atau

Isi Form dibawah untuk Pemesanan Online

Isikan nama, Email, HP, Judul & Isi Pesan (Mohon diisikan Nama dan Alamat Pengiriman). Kami akan segera menghubungi untuk ketersediaan buku, biaya beli buku + biaya pengiriman.

[contact-form-7 id=”5956″ title=”Form Pemesanan”]

Pembelian juga bisa melalui: Sifastore, Toko Bagus, Berniaga & Kaskus

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.