CALON LEBIH DARI SATU
Salah satu yang akan mewarnai percaturan politik puma Pemilu 1982 ialah isu pencalonan Presiden. Hal ini bahkan telah dipersoalkan sejak 1968, sejak tahun itu Presiden Soeharto hendak didongkel terus, lewat berbagai move politik, move konstitusionil maupun move inkonstitusionil. Tapi hingga 1982 Soeharto adalah tetap pula tokoh yang dicalonkan menjadi presiden. Tokoh satu-satunya yang dicalonkan.
Namun, kini di beberapa daerah, terdengar suara yang menghendaki calon Presiden lebih dari satu. Suara-suara ini meski tak resmi tetapi sengaja ditonjolkan. Psikologis politis hal ini dapat mengacaukan rencana pencalonan yang ada. Atau memang ada usaha untuk coba-coba, dalam menampilkan apa yang disebut calon ”alternatif.”
Satu hal yang perlu dicamkan bersama oleh semua kekuatan politik dalam masalah pencalonan Presiden ialah jangan mendahului MPR !. Mencalonkan seseorang boleh tetapi jangan coba-coba atau mengada-ada. Harga dari cara berpolitik demikian mungkin mahal bagi fihak yang menggerakkannya. Tapi memang orang tidak boleh menempuh pandangan yang ekstrim. Demokrasi Pancasila memang terarah tapi tidak mutlak-mutlakan.
Penentuan calon tidak bisa lepas dari ukuran kekuatan politik, perhitungan suara dalam MPR. Maka dengan sendirinya bisa diduga bahwa "calon alternatif ‘yang tidak punya dukungan cukup tak mungkin namanya bisa diproses sebagai calon.
Kisah kocak tentang pencalonan diri sendiri oleh seorang tokoh buruh beberapa tahun yang lampau, bisa dihidupkan kembali sebagai kiasan.
Bila penonjolan "calon alternatif ‘ itu tidak bisa dikaitkan dengan strategi pendongkelan Presiden Soeharto sejak 1968, tentulah upaya 1982 ini bisa dianggap sebagai tidak murni tapi ada maksud-maksudnya.
Siapa yang hendak menjadi "calon alternatif ‘ untuk jabatan Presiden 1983-1988 .selain Jenderal (Purnawirawan) Soehaito? Harap perlihatkan dulu.
Soal calon Presiden sendiri tak perlu dipersoalkan lagi. Yang perlu di persoalkan ialah pembantu-pembantu Presiden yang bertugas dalam kabinet.
Dalam pemerintahan yang akan datang perlu dipilih mereka yang tidak hanya mesti loyal tetapi mem-fatt a ccompli-kan Presiden selama ini kita mencatat prestasi kabinet yakni hasil fisik dari pada pembangunan. Tetapi sering juga kita jumpai pembantu-pembantu Presiden yang menggunakan kekuasaan eksekutif untuk melancarkan kebijaksanaanÂkebijaksanaan yang komersil.
Yang mau tak mau mempertanggung jawabkan. Jadi diluar hal-hal positif dalam konteks tertentu Presiden dapat juga mem-fatt a ccompli-kan oleh pembantuÂpembantunya sebagai koordinator kekeliruan-kekeliruan politik atau penanggung jawab kesalahan-kesalahan ini tidak kita inginkan.
Karena itu, dalam hemat kita menonjolkan calon alternatif jabatan Presiden hanya suatu tanda klise saja. Sebab dari persiapan yang ada nampaknya tidak ada yang dicalonkan selain Presiden Soeharto.
Namun dalam hal penyusunan kabinet perlu usaha serius untuk mendapatkan tenaga-tenaga yang harus serius tapi juga bukan penting yang dapat memainkan bidang untuk kepentingannya, kepentingan kelompok secara oportunis kepentingan asing, baik politik maupun bisnis. Unsur seperti ini perlu diperhatikan untuk tidak ikut sertakan dalam pemerintahan yang akan datang.
Ada klaim dari orang-orang muda bahwa generasi muda perlu diikut-sertakan dalam pemerintahan yang akan datang. Ini khas tuntutan politik Indonesia yang sering bersifat apriori, tapi kriteria "muda" bukan pengamat situasi, kemudaan di Indonesia masa ini adalah suatu kontroversi usia jangan dijadikan klaim politik untuk memasukkan dalam kabinet orang-orang yang hijau, tanggung dan tidak berpengalaman. (RA)
…
Jakarta, Merdeka
Sumber: MERDEKA (22/06/1982)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 734-737.