CATATAN AWAL TAHUN BARU 1995[1]
Jakarta, Suara Pembaruan
MENGAWALI tahun baru 1995 ada beberapa hal yang perlu dicatat. Pertama, pidato akhir tahun Presiden Soeharto yang mengatakan, sebagai wadah partisipasi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita semua berkepentingan agar organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan itu kukuh dan berfungsi dengan baik.
“Kita risau jika konsolidasi mereka terganggu, karena langsung maupun tidak langsung, hal itu akan mempunyai pengaruh kepada kelancaran pembangunan nasional kita.”
Kerisauan Kepala Negara jika organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan itu terganggu bisa dimaklumi, lebih-lebih lagi berdasarkan pengalaman selama tahun 1994 yang diwamai oleh pertentangan, pertikaian, ketidakpuasan, kepengurusan tandingan dan lain-lain bentuk yang mencerminkan instabilitas organisasi.
Kedua, Menteri Agama RI, Tarmizi Taher, mengingatkan umat beragama hendaknya mewaspadai tiga hal, yakni kekerasan di lingkungan keluarga dan organisasi keagamaan, kemungkinan oknum yang menjadikan umat sebagai lahan garapan politik praktis dan kekecewaan pribadi baik kelompok atau golongan yang dikaitkan dengan rasa solidaritas keagamaan. Ketiga, masih segar di ingatan kita penekanan Kapolri Jenderal (Pol.) Bunurusman baru-baru iniyang mengatakan perlunya diwaspadai fenomena kejahatan transnasional dan makin maraknya kejahatan terorganisasi tahun 1995. Beberapa kejahatan yang tetjadi tahun 1994 memperkuat perkiraan tersebut Keempat, “hadiah tahun baru” dari Polda Metro Jaya yang berhasil mengungkap kasus kejahatan yang mendapat perhatian serta meresahkan masyarakat akhir-akhir ini. Kasus pembunuhan enam anggota keluarga Herbin Hutagalung tanggal 5 Januari 1994 di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat mulai terungkap dengan tertangkapnya salah seorang pelakunya. KEMUDIAN tertangkapnya pemimpin sekaligus otak pelaku kejahatan yang meresahkan penduduk Jakarta dan sekitamya,yang dikenal dengan nama “Kelompok Hasan”. Kelompok bandit ini yang berjumlah sekitar 24 orang, sudah mengarah kepada kejahatan terorganisasi dengan menggunakan senjata api. Menurut catatan Polri, kelompok kejahatan ini sudah melakukan 19 kali kejahatan di Jakarta, enam di Sukabumi, tujuh di Bogor dan tiga di Serang. Hal-hal di atas itulah yang menarik perhatian kita di awal tahun 1995 ini. Sebab, apabila konsolidasi organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan terganggu, akan membawa dampak negatif yang sangat luas dalam masyarakat dan pembangunan. Demikian juga dengan tindakan kekerasan, perkelahian massal, perusakan dan lain-lain, keberingasan, misalnya, selain meresahkan masyarakat, juga bisa mengganggu minat investor asing untuk menanamkan modalnya di negeri ini. Jika pada penghujung tahun 1994 kita mencatat permasalahan sekitar makin merebaknya konflik-konflik dalam berbagai kehidupan bersama kita sebagai kelompok dan/atau organisasi, terutama yang terjadi di dalam (intra) kelompok sendiri yang berkepanjangan dan yang rasanya sulit diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan, maka pada awal tahun 1995 ini pun perlu dicatat masalah-masalah yang erat kaitannya dengan penciptaan iklim yang kondusif bagi kita untuk memacu akselerasi pembangunan. Melalui catatan itu diharapkan kita mampu menghindari atau menangkal kemungkinan terjadinya kekerasan serta tindakan yang bisa mengganggu ketenangan masyarakat.
BAHKAN, ada baiknya apabila kita memberi perhatian yang lebih khusus terhadap kemungkinan terjadinya berbagai tindak kekerasan, konflik antar kelompok dalam masyarakat, hedonisme, holiganisme dan berbagai ragam perilaku yang merupakan ciri masyarakat yang mengalami masa transisi dari masyarakat agraris ke masyarakat industri maju dan modern.
Salah satunya yang mulai marak dan cenderung meluas akhir-akhir ini, ialah kejahatan, kekerasan, teror yang ditujukan kepada siswa sekolah. Kejahatan jenis ini, pada mulanya dianggap tidak serius karena sekadar perbuatan iseng oleh sesama siswa terhadap temannya. Tetapi lama kelamaan, kebiasaan mengganggu sesama teman siswa meminta “uang jajan” berkembang dan dilakukan oleh oknum pemuda di kawasan tertentu. Kemudian yang diminta bukan lagi sekadar “uang jajan” tapi sudah meliputi perhiasan yang dipakai, tas sekolah dan lain-lain. Bahkan sudah ditetapkan semacam upeti yang secara reguler harus disediakan. Banyak orang tua siswa sudah mengeluhkan kejadian ini kepada para pendidik. Di Jepang, misalnya,diberitakan seorang siswa bunuh diri karena tidak tahan diteror oleh temannya karena tidak mampu menyediakan sejumlah uang yang telah ditetapkan.
SEPERTI sudah sering dikemukakan melalui ruang ini, pertumbuhan ekonomi saja tidak dengan sendirinya menyelesaikan semua permasalahan masyarakat. Bahkan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus itu di sana-sini menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi. Buk:an mustahil kesenjangan sosial ekonomi yang makin melebar itu menjadi penyebab timbulnya kriminalitas. Demikian juga dengan kekerasan, kebringasan dan lain-lain, bukan tidak mungkin hal itu diakibatkan oleh kecemburuan sosial hedonisme, misalnya, di tengah masyarakat yang ekonominya “Senin-Kamis” bisa mengundang emosi negatif atau membuat orang menjadi agresif secara spontan.
Sumber: SUARA PEMBARUAN (02/01/1995)
__________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 8-10.