DARI BAHAS RUU PEMBERANTASAN KORUPSI

DARI BAHAS RUU PEMBERANTASAN KORUPSI

Darimana UU Gedung & Mobil Mewah? [1]

 

Djakarta, Berita Yudha

Sidang pleno terbuka DPR -GR pagi kemarin telah mendengarkan pemandangan umum para anggota mengenai RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam sidang jang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-GR Sjarif Thajeb itu hadir dari pihak Pemerintah Menteri Negara Urusan Penertiban Aparatur Negara. Harsono Tjokroaminoto dan Menteri Kehakiman Prof. Oemar Seno Adji SH.

Dalam pemandangan umum kematian itu telah berbitjara enam anggota masing2 Nj. Tuti Harahap Sudjono dari Fraksi Parkindo, Nj. Salio SH dari Fraksi Karya Pembangunan, Rahardjo Prodjopradodoso dari Fraksi ABRI, Muno Buang dari Fraksi Parerti, Nn. Soegijarti SH dari Fraksi PNI dan Maizir Achmaddyns dari Fraksi Partai Muslimin Indonesia.

Ada Pasal2 Jang Perlu Dirobah

Nj. Tuti Harahap Sudjono (Parkindo) katakan, bahwa Fraksi Parkindo belum dapat menerima utk disahkannja RUU seperti jang diadjukan oleh Pemerintah ini mendjadi UU disebabkan masih adanja Pasal2 dari RUU ini jg perlu dirobah dan dipertegas.

Dikatakan pula, bahwa djanganlah terlalu banjak diberikan kebebasan kepada para penuntut umum mentjari bukti2 daripada jang mendjalankan penjelewengan2 dan perlu diadakan satu peraturan/undang2 jang mengatur pada petugas/pelaksana itu sendiri disamping djangan diberikan kemungkinan dapatnja koruptor2 besar dapat meloloskan diri dari penuntutan.

Fraksi Parkindo, demikian pembitjara, tidak dapat menjetudjui Pasal 35 dari RUU ini sebagai peraturan peralihan jang menetapkan, bahwa UU ini hanja akan berlaku terhadap atau dalam hal2 tindak pidana korupsi jg dilakukan sesudah UU ini dinjatakan berlaku.

Dengan demikian, menurut pembitjara, banjak koruptor2 kaliber2 besar akan seenaknja sadja lolos tanpa dapat dikutik – kutik. Diusulkan, agar nanti UU Pemerintahan belaku untuk sampai tahun 1958.

Dari Mana itu Gedung2 dan Mobil2 Mewah?

Nj. Salijo SH, (Karya Pembangunan “A”) menjatakan, bahwa didalam kehidupan se-hari2 nampak kelihatan perbedaan jg menjolok diantara rakjat dengan sementara golongan pendjahat2 jang mewah, jaitu adanja pembangunan gedung2 dan pemilikan mobil2 mewah oleh sementara pedjabat. Darimana itu datangnja gedung2 dan mobil2 mewah itu, demikian menjelaskan.

Ditandaskan, bahwa sebenarnja pegawai rendah jang melakukan tindak korupsi adalah disebabkan oleh kekurangan gadji untuk keperluan hidup sehari-hari. Dan mereka ini melakukan itu djuga setelah melihat perbuatan2 korupsi besar jang dilakukan oleh kaum koruptor orang2 atasan, demikian dikemukakan.

Untuk itu, katanja, didalam usaha mentjegah adanja perbuatan2 korupsi itu perlu diadakan perbaikan administrasi negara, pengawasan dan kontrol jang ketat disamping adanja UU jang seimbang (balanced), tjepat dan tetap menudju sarananja serta mentjegah adanja penjelewengan2.

Dikemukakan pula, bahwa adanja keinginan untuk hidup mewah dari para pedjabat dengan djalan melakukan korupsi adalah disebabkan pula karena memperbandingkan kehidupan dengan orang2 luar negeri.

Tindakan Korupsi Sudah Kait Berkait

Rahardjo Prodjopradoto dari Fraksi ABRI a.l. menjatakan, bahwa masalah korupsi harus didekati setjara simultan karena tindakan korupsi itu sudah kait – berkait dengan masalah lain dan tidak bisa dipisah2kan lagi.

Adapun untuk menindak orang2 jang tidak dapat menahan hawa nafsu kebendaannja jang tidak segan2 menggunakan kesempatan mengumbar hawa nafsunja dengan tindakan melawan hukum memperkaja diri seperti jang di rantjangkan dalam RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu, kata pembitjara, maka Fraksi ABRI mengadjukan pendapatnja, apakah RUU ini sudah memadai atau belum. Demi memenuhi rasa keadilan masjarakat mengingat tidak sedikitnja tindakan2 korupsi jang telah dilakukan sebelumnja UU jang baru ini berlaku, bidjaksana dan efektitkah, bila kita tetap berpegang kepada pasal ajat (I) KUHP 7, demikian ditanjakan.

Dikatakan, bahwa dari perumusan dalam RUU ini diperoleh kesan, seolah2 pegawai negerilah jang mendjadi sasaran utama daripada ketentuan2 tentang pemberantasan korupsi. Padahal, demikian pembitjara, sudah mendjadi rahasia umum, bahwa korupsi biasanja dilakukan setjara bekerdjasama dengan pihak luar/pihak non pegawai. Malahan sering inisiatif datang dari pihak luar, demikian ditandaskan.

Korupsi Memelaratkan Rakjat

Muhammad Buang dari fraksi Perti a.l. menjatakan, bahwa korupsi adalah melaratkan rakjat dan memperkaja segelintir oknum2 koruptor. Dinjatakan, bahwa peraturan2 dan perundang2an jang ada belum dapat mengikuti gerak dan ketjepatan djalannja korupsi itu.

Untuk menampung tuntutan2 dari masjarakat, dimadjukanlah RUU jang sedang dibitjarakan ini. Akan tetapi, “tidak ada gading jang tidak retak”, kata pembitjara, maka RUU ini pun mungkin djauh dari sempurna. Karena itu pembitjara mengadjak untuk membahasnja setjara mendalam sebelum mengambil sesuatu decision. Dalam hubungan ini oleh wk. fraksi Perti tsb. ditanjakan pula beberapa hal atas beberapa pasal dari RUU ini kepada pemerintah jang diharapkan akan didjawab oleh pemerintah nanti a.l. jang berhubungan dengan pasal2 1, 11, 21 dan pasal 35-nja.

Harus Ditjari Sebab2 Terdjadinja Korupsi

Nn. Soegijarti SH dari fraksi PNI a.l. menjatakan, bahwa untuk memetjahkan persoalan korupsi ini tidak dapat kiranja kita hanja memusatkan pada mentjari kesalahan2 pada sebab2 jang memberi peluang terdjadinja korupsi itu.

Dengan demikian, menurut pembitjara, kiranja dapat ditjarikan kearah pemetjahan djitu dalam pemberantasan tindak pidana korupsi itu sampai keakar2nja.

Menurut pembitjara, diperlukan suatu diagnosa tepat untuk suatu tindakan tegas jang dapat menjembuhkan kanker2 korupsi itu, supaja penjakit itu djangan sampai kambuh kembali dan bertambah parah.

Hendaknja Dilihat dari Segi Praktisnja Sadja

Maizir Achmaddyna dari Fraksi Partai Muslimin Indonesia a.I. menjatakan, bahwa hendaknja masalah korupsi ini kita lihat dari segi jang praktisnja sadja, karena bagaimana sekalipun diputar balikkan, toch ia tetap merupakan suatu kedjahatan jang harus diberantas.

Dikemukakan, bahwa dalam suatu negara jang sedang berkembang dan membangun seperti Negara kita dewasa ini, sesungguhnja kedjahatan korupsi itu adalah merupakan suatu malapetaka jang sangat berbahaja bagi keselamatan Negara, djustru karena itu ia merupakan challenge (tantangan) bagi kehidupan Demokrasi Pantjasila dan tantangan bagi pemerintah orde-baru sekarang ini.

Maizir mengemukakan fraksi partai Muslimin mendukung Presiden Soeharto bahwa usaha pemberantasan korupsi akan didjalankan setjara tegas oleh Pemerintah tanpa pandang bulu.

Pembitjara mengemukakan harapan fraksinja, bahwa apabila UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini nanti telah diundangkan, sejogjanja tidak mendjadi hiasan perpustakaan Negara belaka dan tidak pula akan mengalami nasib seperti halnja terhadap UU No. 20 tahun 1960 jg telah dianggap kurang mampu atau kurang mendjangkau djauh untuk mengambil tindakan terhadap penjelewengan dan kedjahatan korupsi.

Usaha pemberantasan korupsi menurut pemerintah perlu dilakukan setjara overall, integral dan simultan, baik jang dilakukan dalam bidang preventif maupun represif atau justitieel, adalah sesuai dengan pendirian jang dianut oleh Partai Muslimin, demikian pembitjara.

Mengenai usaha kearah perbaikan dibidang ekonomi sebagai salah satu rangkaian dari pada pemberantasan korupsi tsb., menurut pembitjara, maka sangatlah diutamakan untuk memperhatikan hal2 jang sensitif jang selalu dapat mengakibatkan hilangnja kewibawaan dan kepertjajaan terhadap kemampuan diri sendiri a.l. tidak tertjapainja daja beli bagi kaum jang dinamakan “have not” termasuk buruh dan tani jang hingga sekarang belum dapat ditingkatkan perbaikan nasibnja.

Dewasa ini banjak pegawai negeri jang hidupnja susah termasuk golongan2 menengah, tapi disamping itu ada pegawai2 jang sementara djawatan2 tertentu seperti dari Djawatan Padjak dan Bea Tjukai jang mobil2 dan rumah2 pribadi mewah2. Padahal djika dilihat dati gadji jang mereka peroleh dari bulan ke bulan tidaklah mungkin kemewahan2 serupa itu diperoleh mereka. Hendaknja keadaan2 seperti ini perlu sekali mendapatkan perhatian dan perlu dihilangkan, demikian pembitjara. (DTS)

Sumber: BERITA YUDHA (10/2/1970)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 583-587.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.