DEMOKRASI EKONOMI DAN DEMOKRASI POLITIK
SEBUAH kalimat dalam pidato akhir tahun 1979 Presiden Soeharto akan menyertai kita dalam tahun 1980, dan dalam tahun-tahun berikutnya. Yaitu kalimat yang menegaskan terwujudnya demokrasi ekonomi dan demokrasi politik merupakan tantangan dan tuntutan besar bagi kita dalam dasawarsa 80-an.
"Founding father" Republik kita telah merumuskan cita-cita perjuangan bangsa kita dengan indah dalam kata-kata "merdeka bersatu-berdaulat, adil dan makmur". Mereka telah menetapkan lima pokok sebagai dasar Negara untuk mencapai cita-cita tadi. Kelima pokok itulah kita kenal sebagai Pancasila.
Itu terjadi 35 tahun yang lalu. Sejak itu kita telah menjalankan perang kemerdekaan. Kita telah menjalankan pembinaan bangsa atau nation building. Kita telah menjalankan revolusi. Dalam dasawarsa 70-an kita telah menjalankan pembangunan. Dan sekarang kita berada pada permulaan dasawarsa 80-an yaitu dasawarsa kedua pembangunan.
Dalam keadaan itulah Presiden Soeharto mengajak kita untuk menengok masa lampau dengan semangat mawas diri untuk mengambil pelajaran secara pandai dalam usaha kita mewujudkan masa depan yang lebih baik dan cerah.
Presiden menyebut dasawarsa 80-an suatu dasawarsa yang penuh tantangan. Dalam dasawarsa itu keadaan dunia yang tidak terlalu cerah akan terus menghadang kita. Pusat perhatian kita akan tetap tertuju kepada pembangunan. Kita memerlukan daya tahan yang lebih besar.
Dalam pembangunan itu maka perkembangan yang serasi antara demokrasi ekonomi dan demokrasi politik akan memperkuat ketahanan nasional kita serta kekokohan bangsa kita. Demikianlah inti pidato akhir tahun Presiden Soeharto.
YANG digambarkan oleh Presiden Soeharto itu adalah kelanjutan dari perjuangan bangsa kita sejak pergerakan kemerdekaan.
Terdapat kesinambungan dalam perjuangan bangsa kita sejak pergerakan kemerdekaan, Proklamasi kemerdekaan, perang kemerdekaan, nation building revolusi, dasawarsa pertama pembangunan yang telah kita tinggalkan dan dasawarsa kedua pembangunan sekarang ini. Cita-cita perjuangan kita tidak berubah. Dasarnya juga tidak berubah, yaitu Pancasila.
Apabila Presiden Soeharto berkata bahwa demokrasi ekonomi dan demokrasi politik merupakan tantangan utama bagi kita dalam dasawarsa 80-an, maka itu tidak lain dari menonjolkan dari dua segi dalam rangka dasar perjuangan dan cita-cita perjuangan bangsa kita yang tidak berubah itu.
Pada pembukaan UUD-45, demokrasi ekonomi diungkapkan dalam kata-kata "adil dan makmur" dan dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan demokrasi politik di ungkapkan dalam kata-kata "merdeka, bersatu, berdaulat" dan dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan.
Dalam hal ini, maka seperti ditekankan oleh Presiden kita tidak perlu meratapi ataupun membanggakan masa lampau. Yang perlu ialah mengambil pelajaran dari pengalaman itu untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik dan cerah.
Secara konkrit itu berarti menarik pelajaran dari pengalaman kita dalam bidang-bidang demokrasi ekonomi dan politik dimasa lampau dan selanjutnya mengoperasionalkan tekad untuk lebih menonjolkan demokrasi ekonomi dan demokrasi politik dalam rangka pembangunan kita dalam dasawarsa 80-an.
PENGALAMAN Korea Selatan membuktikan ketidakmampuan untuk secara dini mengadakan perubahan-perubahan dan penyesuaian yang diperlukan dapat melahirkan keinginan untuk mengadakan tindakan pendobrakan guna membuka pintu bagi perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan itu.
Dalam hubungan inilah pendekatan pragmatis-teknokratis selalu harus ditempatkan dalam rangka pendekatan yang bersifat historis-ideologis. Dalam keadaan kita itu berarti bahwa metode pragmatis-teknokratis harus selalu ditempatkan dalam rangka cita-cita dan dasar perjuangan yang menunjukkan kesinambungan sejak pergerakan kemerdekaan. Sebab pendekatan pragmatis-teknologis cenderung untuk maju bergerak di atas garis kesinambungan dan peningkatan saja.
Pendekatan seperti itu kurang mampu untuk menyadari bahwa sewaktu-waktu diperlukan koreksi dan pembaharuan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian dengan iklim pemikiran dan kenyataan-kenyataan politik sosial yang baru, yang telah timbul justru sebagai hasil dari pembangunan itu sendiri.
Sebaliknya pengalaman Iran membuktikan bahwa membangkitkan emosi-emosi yang dalam dan luas guna mengadakan koreksi total dapat mengakibatkan penghancuran total terhadap apa yang telah dicapai, tanpa dengan sendirinya menimbulkan kondisi yang baik guna membangun masa depan yang lebih baik.
Itu berarti bahwa dalam upaya kita untuk lebih menonjolkan demokrasi ekonomi dan demokrasi politik dalam pembangunan kita dalam dasawarsa 80-an, maka kita harus mengkombinasikan metode pragmatis-teknokratis yang secara tajam dan cermat dapat menganalisa keadaan ekonomi dan keadaan politik itu dengan pendekatan yang menempatkan permasalahan ekonomi dan politik kita dalam rangka adanya kesinambungan, peningkatan, koreksi dan pembaharuan dalam perjuangan kita sejak pergerakan kemerdekaan atas dasar yang tidak berubah, yaitu Pancasila dan untuk mencapai cita-cita yang tidak berubah, yaitu masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa yang kita perlukan ialah kombinasi antara metode pragmatis-teknokratis dan pendekatan historis ideologis Pancasila.
KITA ambil sebagai contoh masalah HPH yang akhir-akhir ini telah memperoleh perhatian yang besar dan yang telah disinggung dalam salah satu pidato utama Presiden.
Secara pragmatis-teknokratis, dapat dicatat keuntungan dan kerugian yang telah kita alami berhubung dengan sistim HPH ini.Berdasarkan bahan bahan itu maka dapatlah kita adakan pemikiran secara lebih mendasar dari segi pelaksanaan demokrasi ekonomi dalam rangka dasar dan cita-cita perjuangan kita.
Apakah hasil peninjauan itu akan menghasilkan pembaharuan sistem atau sekedar koreksi dan pembaharuan dalam rangka sistem yang ada, merupakan masalah yang tidak perlu apriori kita tetapkan.
Kita menyebut masalah HPH tadi hanya sebagai contoh saja. Kita tentu dapat menyebut contoh-contoh yang lain. Yang hendak kita katakan ialah bahwa kita harus mengoperasionalkan ajakan Presiden Soeharto untuk lebih menonjolkan demokrasi ekonomi dan demokrasi politik dalam pembangunan kita dalam dasawarsa 80-an. Untuk itu harus kita kembangkan pendekatan yang tepat.
MENURUT pendapat kita, pendekatan yang tepat itu ialah kombinasi antara metode analisa pragmatis-teknokratis dan pendekatan konsepsional historis ideologis Pancasila. Dengan demikian, kita percaya bahwa dalam dasawarsa 80-an kita akan dapat lebih menonjolkan demokrasi ekonomi dan demokrasi politik dalam rangka pembangunan yang sekaligus meningkatkan daya tahan bangsa kita di tengah-tengah perkembangan dunia yang tidak terlalu cerah. (DTS)
…
Jakarta, Sinar Harapan
Sumber: SINAR HARAPAN (02/01/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 756-758.