DENGAN PELITA III RAKYAT INDONESIA TIDAK LAGI HIDUP DI BAWAH KEMISKINAN

PRESIDEN: DENGAN PELITA III RAKYAT INDONESIA TIDAK LAGI HIDUP DI BAWAH KEMISKINAN

Presiden Soeharto mengatakan di Sidrap, hari Kamis, bahwa dengan Pelita III, Insya Allah rakyat Indonesia tidak ada lagi yang hidup dibawah kemiskinan.

Dalam amanatnya tanpa teks di hadapan puluhan ribu rakyat yang mengelu­elukan, Kepala Negara dan rombongan di kabupaten yang terletak k.l. 180 kilo meter di Utara Ujungpandang, Presiden mengatakan, pada waktu kita mulai melaksanakan pembangunan, pendapatan per kapita rakyat Indonesia baru mencapai 70 dollar, padahal kalau suatu bangsa pendapatannya masih dibawah 200 dollar per kapita termasuk Negara miskin. Jadi waktu kita mulai melaksanakan pembangunan tahun 1969 pendapatan kita masih jauh dari 200 dollar per kapita.

Tapi sekarang dengan bekerja keras, pendapatan kita telah naik menjadi 180 dollar per kapita. Tapi itu masih dibawah 200 dollar, dan kita masih termasuk negara miskin dilihat dari pendapatan per kapita.

Insya Allah kalau Tuhan memberikan jalan kepada kita dan kita terus menerus melaksanakan pembangunan, dalam Pelita III kita akan berhasil mengatasinya, karena kenyataan pada waktu ini beberapa daerah telah melebihi 200 dollar umpamanya saja di Sulawesi Utara, tapi itu daerah yang telah lama maju.

"Saya hendak menggambarkan suatu daerah baru di Bolaang Mangondow yaitu masyarakat transmigrasi yang baru dua tahun menggarap tanah pekarangan seluas ½ hektar yang ditanami polowijo dengan panen tiga kali setahun menghasilkan kurang lebih Rp. 1 juta atau sama dengan 2.500 dollar Jika satu keluarga terdiri dari lima orang sama dengan 2.500 dollar dibagi lima, 500 dollar per kapita".

Setelah 10 Tahun Membangun

Pada waktu kita mulai pembangunan, 90 persen dari rakyat berada dibawah garis kemiskinan, setelah 10 tahun kita melaksanakan pembangunan kita berhasil meningkatkan pendapatan 60 persen dan rakyat kita sehingga yang berada di bawah garis kemiskinan tinggal 30 persen, tapi kita belum merasa puas, dalam Pelita III yang 30 persen itu kita tingkatkan sehingga rakyat Indonesia tidak ada lagi hidup dibawah garis kemiskinan.

Karena itulah, tantangan2 untuk menghadapi kemelaratan, kemiskinan dan keterbelakangan yang menjadi tantangan dari rakyat dan bangsa Indonesia, karena itu sungguh kita sudah harus berbahagia bahwa rakyat sendiri melalui wakil2nya dalam Sidang Umum MPR yang lampau, telah menentukan Garis-Garis Besar Haluan

Negara, ialah ketentuan2 apa yang harus dilakukan rakyat Indonesia dan ketetapan2 lain yang selanjutnya mempercayakan kepada Presiden untuk melaksanakan semua ketetapan MPR termasuk Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Semuanya itu tidak lain agar kita lambat laun lebih mendekati sasaran kita. Karena itulah, kita harus betul2 mengarahkan segala tenaga dan pikiran untuk bersama-sama melaksanakan apa yang timbul dari keinginan rakyat,

"Rakyat mempercayakan kepada saya, dan sebenarnya saya ini hanya melaksanakan apa yang diinginkan rakyat. Dan semuanya bisa dilaksanakan kalau rakyatpun ikut melaksanakan ketetapan2 MPR itu," kata Presiden.

Karena itu untuk suksesnya pembangunan, maka seluruh rakyat mulai dari pejabat tinggi sampai pejabat rendah di daerah, pimpinan2 masyarakat, cendekiawan maupun ulama dan sebagainya, harus menyelami benar2 GBHN itu.

Presiden mengatakan, jangan hanya tahu akan adanya GBHN dan menuntut supaya berhasil, sedangkankita berkewajiban disamping menuntut agar berhasil, juga mempunyai tanggungjawab untuk ikut serta mensukseskannya.

Dan di dalam GBHN telah ditentukan apa2 yang harus dilaksanakan dalam waktu lima tahun. Dari sebelas ketetapan MPR tersebut, ada tujuh ketetapan yang mengikat untuk dilaksanakan dengan baik antara lain,

(1) Melanjutkan pelaksanaan Repelita II tahap terakhir sekarang ini,

(2) Merencanakan Repelita Ill sebagai kelanjutan dari Repelita II yang nantinya akan menjadi landasan yang kuat dalam Repelita IV,

(3) Melaksanakan keputusan berdasarkan Tap2 MPR nomor 2 Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai falsafah, ideologi dan pedoman hidup rakyat Indonesia,

(4) Melaksanakan pemilu tahun 1982.

Tugas2 inilah yang menjadi tugas rakyat secara keseluruhan, tugas pemimpin, pemuka masyarakat, wanita, pemuda dan sebagainya untuk ikut serta melaksanakan dan mensukseskan.

Satu2nya Wadah Adalah Koperasi

Tentang masalah perkoperasian, Presiden mengatakan satu2nya wadah yang menghimpun potensi ekonomi rakyat yang lemah adalah Koperasi. Rakyat belum memiliki pengetahuan untuk mengembangkan koperasi.

Oleh karena itu memerlukan uluran tangan para cendekiawan untuk masuk desa memimpin rakyat agar supaya rakyat sadar dan mengerti cara berkoperasi. Dengan demikian potensi ekonomi yang lemah dari rakyat itu dapat diwadahi dalam Koperasi.

Ditegaskan oleh Presiden, hendaknya koperasi ini dilanjutkan dengan pembentukan BUUD/KUD dan sebagainya agar supaya dengan BUUD/KUD tersebut semua desa kita gabungkan dalam unit desa dan kemudian dalam bentuk Koperasi yang akhirnya di seluruh wilayah tanah air kita akan terbentuk BUU/DKUD.

Presiden dalam kesempatan itu mengemukakan pula walaupun hanya dua kabupaten yang dikunjungi di daerah Sulawesi Selatan ini namun dalam kenyataan kedua daerah tersebut khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya benar2 telah melaksanakan pembangunan dan hasilnya dapat kita saksikan bersama.

Karena itu, setelah melihat dan menyaksikan kiprahnya rakyat Sulsel dalam ikut serta melaksanakan pembangunan itu, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih, demikian Presiden.

Ditegaskan, bagaimanapun juga apa yang telah kita capai itu masihjauh dari cita2 perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia sudah berabad2 mengusir penjajah, menegakkan kemerdekaan, stabilitas nasional dan melaksanakan pembangunan, tidak lain dimaksudkan yakni ingin mencapai cita2 nasional yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Kita harus menyadari pula bahwa masyarakat adil makmur inihanya bisa dicapai dengan melaksanakan pembangunan. Kita harus sadari pula bahwa cita2 perjuangan nasional itu tidak bisa dicapai dalam waktu singkat, tapi secara tahap demi tahap sesuai dengan kemampuan kita. Dan dengan terus menerus melaksanakan pembangunan secara tekun, InsyaAllah akhirnya kita akan sampai pada titik cita2 perjuangan rakyat Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, demikian Presiden.

Presiden Soeharto dan rombongan dalam kunjungannya di kabupaten Sidrap telah menyaksikan demonstrasi pemberantasan hama wereng dengan 100 alat semprot, mekanisasi pertanian dengan 500 buah traktor mini, pameran pembangunan sepuluh tahun Sulawesi Selatan dan pameran PKK.

Dialog Dengan Pak Tani

Selesai menyaksikan demonstrasi penggunaan traktor, Presiden mengadakan dialog dengan salah seorang KetuaKelompok Tani yang bernama Abdul Kadir Zaenal yang memiliki sebuah traktor dan sawah dua hektar.

Ketika ditanya Presiden, apakah Ketua Kelompok Tani itu sudah lunas mengembalikan kredit traktor tersebut, ia menjawab : "Belum, Pak … baru berjalan dua tahun”.

Presiden tanya lagi: "Berapa ongkos menggarap sawah per hektar?" yang dijawab : "Rp. 600 ongkos bahan bakar per hektar".

Kemudian Presiden menanya lagi: "Berapa hari mengeijakan sawah dua hektar dengan traktor?", yang dijawab: "Empat hari".

Dalam tanyajawab yang berlangsung singkat itu, Ketua Kelompok Tani tersebut mengatakan bahwa ia membeli traktor tersebut secara kredit Rp. 2 ¼, juta dengan bunga satu persen setiap bulan. Ketika ditanya Presiden, apakah ada kesulitan?, dijawab oleh Pak tani: "Tidak".

Petani itu menjelaskan kepada Presiden bahwa sawahnya panen lima kali dalam dua tahun.

Presiden menganjurkan kepadanya untuk menanam palawija selain padi dalam lima kali panen tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menyuburkan tanah persawahan. (DTS)

Ujungpandang, Antara

Sumber : ANTARA (16/08/1978)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 770-773.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.