Petunjuk & Penegasan Ulang Presiden :
DEPARTEMEN TERUS LAKUKAN LANGKAH2 PENERTIBAN UNTUK CEGAH KEBOCORAN2 [1]
Jakarta, Sinar Harapan
Presiden Soeharto memberikan petunjuk penegasan lagi kepada semua departemen dan instansi agar terus melakukan langkah2 penertiban untuk mencegah terjadinya kebocoran2 dari anggaran yang tersedia dan apabila ada pelanggaran atau kebocoran dan ada gejalanya atau kenyataannya, tidak segan2 untuk mengambil tindakan yang tegas.
Petunjuk ini diberikan oleh Kepala Negara pada akhir Sidang Paripurna Kabinet terakhir tahun ini di gedung Sekkab Kamis siang.
Menteri Sesneg Soedharmono yang memberikan keterangan kepada pers selesai sidang, mengatakan bahwa oleh kepala negara diminta agar langkah penertiban ini supaya dilakukan secara fungsionil oleh menteri atau pejabat yang bersangkutan di bidangnya masing-masing dan apabila perlu, demi kelancaran pelaksanaan penertiban tsb, kepada Kaskopkamtib tetap ditugaskan untuk membantu pelaksanaan operasi penertiban ini dengan koordinasi yang erat dengan Menteri PAN.
Dalam sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin langsung oleh Presiden tsb telah dilakukan pembahasan final tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) th 1978-79 yang menurut rencana akan disampaikan Presiden kepada DPR pada tgl 5 Januari nanti.
Masalah penting lain yang dibicarakan dalam Sidang tsb al. adalah masalah perkreditan dan penyesuaian bunga deposito dan bunga kredit; masalah pembinaan BUUD/KUD serta pengusaha kecil. Masalah lainnya adalah pengalihan usaha asing dibidang perdagangan pada pengusaha nasional.
Tahun Terakhir Repelita II
Oleh Menteri Keuangan Ali Wardhana dalam Sidang Paripurna tsb telah dilaporkan tentang persiapan2 yang didasarkan atas perkembangan perekonomian dan keuangan selama 1 tahun dan disesuaikan pula dengan pendapatan negara yang mungkin dicapai dalam tahun 1978/79 nanti.
Sementara itu Menteri Elmin Widjojo Nitisastro juga telah menjelaskan tentang persiapan penyusunan anggaran Pembangunan th 1978/79.
Pentingnya tahun anggaran yang sedang disusun ini, menurut Soedharmono adalah mempakan pembulatan dari pada pelaksanaan Repelita II, karena tahun 1978/79 adalah mempakan tahun terakhir dari Repelita II, karenanya programnya juga diutamakan untuk melaksanakan dan mencapai sasaran2 yang ditetapkan dalam Repelita II.
Dalam menanggapi masalah ini Presiden Soeharto menekankan betapa pentitngnya arti APBN dalam rangka mensukseskan pelaksanaan Pembangunan yang bukan saja mempakan program tahunan dari pelaksanaan Repelita, tetapi juga mencerminkan kehidupan kenegaraan kita yang demokratis dan konstitusionil.
Untuk itu Presiden menginstruksikan kepada semua Menteri dan pejabat2 lainnya untuk memberikan perhatian sepenuhnya dalam pembahasan RAPBN nanti di DPR.
Mendorong Ekspor
Sementara itu dalam pembahasan tentang perkreditan dan bunga bank deposito dan kredit, Gubernur Bank Indonesia telah melaporkan persiapan2 yang telah diambil dan rencana kebijaksanaan Bank Sentral untuk mengadakan ketentuan2 baru dibidang perkreditan yang ada hubungannya dengan meningkatkan ekspor serta menurunkan bunga kredit jangka pendek, kredit investasi dan penurunan bunga deposito.
Dalam sidang tsb Presiden telah mendengar pertimbangan2 kebijaksanaan tsb yang al adalah untuk mendorong kelancaran dan peningkatan ekspor serta untuk mengusahakan penurunan ongkos produksi dalam negeri terutama untuk mendorong dan membantu meningkatkan kemampuan para pengusaha kecil yang kebanyakan terdiri dari pengusaha pribumi. Atas dasar itu sidang telah memutuskan untuk menyetujui pertimbangan Gubernur Bank Indonesia tsb dan agar mulai dilaksanakan pada tgl 1 Januari 1978.
Kebijaksanaan2 tsb meliputi beberapa bidang yang mempunyai tujuan utama al. untuk merangsang ekspor khususnya barang2 yang merupakan barang ekspor baru bagi Indonesia.
Tujuan lain adalah menurunkan tingkat biaya dalam negeri untuk lebih mendorong kegiatan ekonomi secara umum maupun kegiatan investasi pada khususnya.
Apabila selama ini ekspor hanya bisa dilakukan atas dasar tunai, maka untuk mendorong ekspor barang2 tsb bagi para eksportir akan dibuka kemungkinan untuk melakukan ekspor atas dasar kredit 3-6 bulan.
Hal ini hanya berlaku untuk barang2 tertentu dimana ukurannya adalah barang2 yang barn masih lemah pemasarannya dan memerlukan promosi.
Dalam hubungan ini para eksportir diijinkan menarik wesel ekspor beljangka 3-6 bulan, sedang ketentuan wesel lainnya misalnya kewajiban adanya LC tetap diperlukan.
Dengan adanya fasilitas ini yang berarti keringanan bagi para pembeli di Luar Negeri, dan para eksportir dapat memperoleh harga satuan yang lebih tinggi atau menjual barang2nya dalam satuan2 yang lebih besar.
Dibidang impor para importir akan diberikan kesempatan untuk mengimpor barang2 tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dan pada umumnya adalah barang baku – atas dasar kredit 3 – 6 bulan.
Kesempatan yang serupa diberikan kepada produsen/importir untuk mengimpor barang2 yang diperlukan untuk mengimpor barang2 yang dibutuhkan bagi perusahaannya sendiri. Fasilitas ini adalah sebagai pengganti merchant LC yang beberapa waktu lalu dihapuskan; tetapi sekarang dapat pula dinikmati oleh kalangan yang lebih luas.
Apabila dalam hal merchant LC hanya perusahaan tertentu yang dapat menikmatinya, maka dalam peraturan ini lingkungan produsen lebih luas akan dapat memanfaatkannya. Fasilitas ini lazim dikenal sebagai impor atas dasar kebiasaan (Usance).
Dengan adanya fasilitas inidiharapkan penyediaan bahan baku, bahan penolong suku cadang serta barang2 produksi lainnya dapat berlangsung lebih lancar dengan harga yang lebih murah. (DTS)
Sumber: SINAR HARAPAN (30/12/1977)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 432-344.