DIBALIK PERTEMUAN SUHARTO – MARCOS

DIBALIK PERTEMUAN SUHARTO – MARCOS

Kunjungan 36 jam Presiden Suharto ke Manila, pada hakekatnya mempunyai arti yang dalam, meskipun singkat. Ini tercermin dari dikeluarkannya komunike 15 pasal, hasil pertemuan antara Presiden dan Presiden Marcos dari Filipina. Segi-segi kerjasama ekonomi dan industri, masalah-masalah internasional dan regional, persoalan Filipina Selatan, disinggung dalam komunike itu.

Disebutkan antara lain dalam komunike tersebut bahwa penyelesaian masalah Filipina Selatan harus dilakukan atas dasar pengakuan terhadap kedaulatan dan integritas Filipina atas wilayah tersebut.

Penegasan kembali sikap Indonesia dalam teks pernyataan bersama itu menandakan bahwa masalah Filipina Selatan mencakup aspek-aspek politik dan hukum yang mesti ditegaskan kembali.

Sebab hingga kini masalah itu nampaknya seperti terabaikan walaupun ia merupakan salah satu masalah penting ASEAN yang harus dipecahkan. Yang tidak saja berkaitan dengan stabilitas dan keutuhan ASEAN, tapi dapat menyebar benih-benih politik yang mengganggu harmoni dan mendorong pergeseran dalam pemikiran mengenal masalah wilayah antara pihak-pihak ASEAN yang berkepentingan.

Masalah Filipina Selatan secara politis bukan hanya mencerminkan bahaya dari separatisme yang dapat mengancam keutuhan sesuatu negara dalam lingkungan ASEAN. Iajuga menciptakan endapan lumpur psikologis yang dapat merongrong integritas sesuatu negara, jika negara bersangkutan tak mampu membenahi masalah­masalah dalam negerinya secara sempurna.

"Aunbillah wilayah Sabah, misalnya Separatisme yang digerakkan MNLF di Filipina Selatan mempunyai basis psikologis di Sabah. Atas dasar bahwa batas-batas negara moderen telah memisahkan wilayah milik Sultan Sulu dalam dua kesatuan yang sah dan tidak dapat dipersatukan menurut hukum tata-negara.

Kemungkinan bahwa identitas perwilayahan bisa merubah sikap orang-orang di Sabah terhadap pemecahan demikian, adalah gejala yang perlu dideteksi dibawah permukaan pergolakan Asia Tenggara dewasa ini."

Jadi pemikiran unsur-unsur tertentu dalam ASEAN untuk membesar- besarkan masalah pengungsi Indocina, sebenarnya merupakan usaha untuk memendam ke bawah masalah-masalah peka yang vital sekali dalam kawasan ini.

Penyelesaian politik atas Filipina Selatan mungkin akan berarti pengecualian psikologis terhadap Sabah. Atau bila keadaan tidak dapat dipertahankan, masalah Filipina Selatan bisa tersingkir sebagai masalah yang masih menanti. Sesuatu yang mendesak bisa saja timbul mendahuluinya, sesuatu yang gejalanya bisa ditandai tapi kurang diperhitungkan sebagai masalah yang bisa serius.

Kita bersyukur bahwa Indonesia dan Filipina telah melihat urgensi untuk menjelaskan sikap kedua n gara mengenai hubungan bilateral dan sikap bersama mengenai masalah-masalah internasional.

Pendekatan ini mempunyai arti bahwa Indonesia dan Filipina akan dapat mempersatukan pemikirannya mengenai masalah­masalah lain ASEAN, yang telah dan akan timbul, yang menuntut kearifan bersama bagi penyelesaiannya dan penanganannya secara layak.

Perlu disadari bahwa di luar semua yang teljadi masih ada lagi soal-soal lain yang peka, yang harus dicatat dan diamati oleh semua yang hidup di kawasan ini.

Keinginan dan kesadaran pada Indonesia dan Filipina untuk menggalang pengertian, serta kewaspadaan terhadap hal-hal tadi, adalah hikmah yang terpancar dan diletakkan landasannya dalam pertemuan Soeharto-Marcos di Manila baru-baru ini. (DTS)

Jakarta, Merdeka

Sumber: MERDEKA (21/07/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 133-134.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.