DIBENTUK, FORUM KERJA SAMA BIDANG EKONOMI DAN TEKNOLOGI RI-JERMAN

DIBENTUK, FORUM KERJA SAMA BIDANG EKONOMI DAN TEKNOLOGI RIJERMAN [1]

Bonn, Kompas

Presiden Soeharto dan Kanselir Jerman Helmut Kohl Selasa kemarin menyaksikan pembentukan Forum Kerja Sama Ekonomi dan Teknologi RI-Jerman, yang dimaksudkan sebagai wahana untuk merumuskan langkah-langkah konkret bagi peningkatan hubungan dan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan teknologi antar kedua negara.

Penandatanganan dilakukan di Bonn oleh Menristek BJ Habibie dan Menteri Ekonomi Jerman Guenther Rexrodt di Ruang NATO, kantor Kanselir (Bundes­ kanzleramt) Jerman. Hadir juga pada acara itu sejumlah pejabat dan pengusaha kedua negara. Dari Indonesia tampak antara lain Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, Menparpostel Jopp Ave, dan dari dunia usaha tampak Aburi zal Bakrie, Bambang Trihatmodio, Ponco Sutowo,Dewi Motik Pramono, AR Ramly, dan Subronto Laras.

Seperti dilaporkan wartawan Kompas Tauftk H Mihardja dari Bonn semalam,

sebelum penandatanganan itu, Presiden Soeharto mengharap forum itu dapat mengidentifikasi potensi dan peluang yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan hubungan ekonomi Indonesia-Jerman. Sehingga kedua negara bisa mencapai suatu pola kerja sama yang saling menguntungkan, terutama di bidang industri  dan perdagangan.

“Saya optimis terhadap masa depan hubungan ekonomi RI-Jerman. Begitu banyak peluang yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan hubungan bilateral. Kemampuan ekonomi dan posisi strategis kedua negara juga makin memperkukuh kerja sama bilateral itu,”ujamya ketika menyampaikan sambutan.

Dalam kaitan itu,Presiden menawarkan Indonesia sebagai batu loncatan bagi Jerman untuk memperluas aktivitas ekonominya di Asia Pasiftk. Sebaliknya, Kepala Negara mengharapkan Jerman menjadi gerbang bagi peningkatan aktivitas ekonomi Indonesia di Eropa. Hal senada dikemukakan Kanselir Kohl, yang mengharap forum itu menjadi sangat penting bagi upaya memperkukuh kehadiran Jerman diAsia melalui Indone­ sia. “Kami menginginkan suatu lompatan yangjauh secara kualitatif dalam peningkatan hubungan kita, terutama berkaitan dengan unifikasi Eropa yang akan mulai dilaksanakan 1996-1997 setelah persetujuan Maastrich,” ujar Kohl. Persetujuan Maastrich, kata Kohl, telah menciptakan dimensi baru bagi Indonesia untuk berupaya meningkatkan hubungan dengan Eropa melalui Jerman. Tapi juga sangat penting bagi kedua negara untuk memperkukuh hubungan dan kerja samabi-lateral. Melalui forum itulah, kedua pihak dapat menerobos kepentingan itu. “Untuk kepentingan itulah, kami setuju untukkembali datang ke Indonesia tahun depan. Saya akan didampingi suatu delegasi yang besar, yang mewakili industri Jerman,” ujar Kanselir. Kohl bahkan melihat tugas untuk makin memperkukuh hubungan dan ketja sama antara kedua negara sebagai “tugas pribadi kita”. Kohl mengaku masih teringat pertemuannya yang pertama dengan Presiden Soeharto pada 1972 di Cendana, yang temyata membuktikan pentingnya peningkatan hubungan dalam dasawarsa mendatang.

Kohl juga melihat agar hubungan kedua negara tidak hanya dititikberatkan pada masalah ekonomi, tapi juga hubungan kebudayaan. Menurut hipotesanya- dan ini diakuinya benar- hubungan dua bangsa dapat langgeng karena ada saling pengertian secara kultural. Karena itulah, selain diperlukan peningkatan jurnlah mahasiswa yang belajar di Jennan, Kohl juga melihat perlunya ada perluasan pengetahuan bahasa Jerman di Indonesia.

Dalam pidatonya Presiden menjelaskan,jalur perdagangan Indonesia di pasar ekspor Eropa bukan tanpa ganjalan. Ekspor beberapa mata dagangan ke Austria, Finlandia, dan Swedia, yang semula bebas dari hambatan kuota, sekarang mengalami hambatan kuantitatifkarena masuknya ketiga negara tersebut ke Uni Eropa.

“Akan terasa lebih wajar jika perluasan wilayah Uni Eropa juga disertai dengan

peningkatan kuota dan laju pertumbuhannya. Demikian pula penerapan ketentuan antidumping terhadap produk Indonesia di pasar Uni Eropa hendaknya tidak diterapkan begitu saja terhadap produk Indonesia di pasar Austria, Finlandia dan Swedia, sebelurn ada pembuktian bahwa penerapan itu memang patut dilakukan.”

Lebih jauh disebutkan, Indonesia juga merasa perlu meminta kompensasi yang memuaskan semua pihak, karena penyesuaian tarif bea masuk ketiga negara tersebut dengan Tarif Bersama Uni Eropa ternyata merugikan Indonesia. Untuk itu, Presiden mengharapkan dukungan Jerman sebagai mitra dagang  Indonesia  terbesar  di Uni Eropa, untuk membantu menyelesaikan masalah itu.

Menjadi Macan Asia

Pembentukan forum kerja sama yang diketuai BJ Habibie tersebut diakhiri dengan acara penandatanganan kerja sama ekonomi bemlilyar rupiah antara Satelindo dengan DeTe Mobil. Peristiwa itu menandai penyerahan saham dari Satelindo kepada DeTe Mobil, sebagai bentuk konkret ketja sama yang disetujui selama kunjungan Presiden Soeharto ke Jerman. Kerja sama itu, menurut penilaian Dr Heinrich Pierer General Manager Siemens, sebagai sesuatu yang akan mengawali kehadiran secara besar-besaran investasi Jerman di Indonesia. Dalam pidatonya sebelum sambutan Kanselir Kohl dan Presiden Soeharto, Pierer yang juga memimpin semacam Asosiasi Pengusaha Jerman untuk Asia Pasifik menjelaskan alasan kehadiran investasi Jerman, yaitu antara lain karena adanya dinamika ekonomi yang begitu pesat dan potensi pasar yang begitu besar di Indonesia. Untuk mendukung tekad Jerman itu, katanya, diperlukan suatu komitmen yang besar dari pemirnpin kedua negara. Dalam kaitan itulah pertemuan semacam Forum Kerja Sama Ekonomi dan Teknologi RI-Jerman itu menjadi penting. Pierer bahkan melihat kebijakan ekonomi Indonesia dengan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi akan mempercepat Indonesia menjadi MacanAsia lainnya. “Tidak lama lagi dapat dipastikan Indonesia akan disebut tiger. Indonesia saat ini sedang memberikan sumbangan besar bagi keajaiban ekonomi Asia Tenggara”.

Dipilihnya Indonesia sebagai negara mitra dalam Hannover Messe, menurut Pierer, juga merupakan bukti adanya penghargaan yang tinggi atas keberhasilan pembangunan Indonesia. Sebelum pertemuan forum keija sama itu, Presiden Soeharto dan Kanselir Kohl juga melakukan pertemuan untuk membahas persoalan yang dihadapi Indonesia, termasuk soal naiknya nilai tukar yen terhadap dollarAS serta soal ancaman terhadap kepentingan ekonomi Indonesia dengan akan terbentuknya Uni Eropa.

Presidenjuga sempat menerima Menlu Klaus Kinkel di Guest House Petersberg membahas masalah serupa. Menlu Jerman berjanji akan membantu Indonesia mengatasi dampak kenaikan nilai tukar yen terhadap dollar AS- walaupun Jerman sendiri merasakan dampak menurunnya nilai tukar yen terhadap mata uang Jerman, deutschemark.   (•)

Sumber :KOMPAS (05/04/ 1995)

_________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 364-366.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.