DIRJEN KEBUDAYAAN TENTANG MESJID AGUNG DEMAK
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto, Sabtu, 21 Maret menurut rencana akan meresmikan selesainya pemugaran Masjid Agung Demak, yang merupakan masjid tertua di Pulau Jawa.
Dirjen Kebudayaan, Depdikbud, Prof. Dr. Haryati Subadio mengatakan hal itu kepada wartawan di Jakarta, Selasa, sehubungan dengan selesainya pemugaran masjid tersebut.
Dikatakan, latar belakang pemugaran masjid yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Demak I, Raden Patah (abad XV) itu adalah karena Masjid Demak merupakan salah satu cagar budaya yang memiliki nilai historis dan arkeologis, khususnya didalam hal corak seni bangunannya yang khas bagi sejarah seni bangunan Indonesia.
Masjid Agung Demak adalah salah satu Monumen Islam tertua yang memiliki gaya arsitektural tradisional ,yang masih ada. Selama “hidupnya”, Masjid Agung Demak sudah mengalami beberapa kali pemugaran, di antaranya pada masa Paku Buwono I (1710 Masehi), dan masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1848.
Tetapi pemugaran itu masih bersifat sebagian-sebagian, seperti misalnya, memperkuat tiang-tiang utama dengan memberikan pelapis kayu dengan klem-klem besi (tahun 1848), atau mengganti sirap pada atap masjid (pada 1710 Masehi).
Sedangkan pemugaran yang sifatnya menyeluruh dan terpadu, baru dilakukan selama lima tahun terakhir, yaitu sejak 1982/1983 sampai dengan 1986/1987.
Keseluruhan biaya yang dipergunakan untuk memugar masjid yang mampu menampung 1.200 jamaah itu besarnya Rp. 688.712.000, yang berasal dari APBN (DIP Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah) sebesar Rp. 363.744.000, bantuan negara-negara dan masyarakat di lingkungan OKI (Organisasi Negara Konferensi Islam) Rp. 74.968.000, dan Bantuan Presiden sebesar Rp. 250 juta.
Dirjen Haryati yang dalam kesempatan itu didampingi Dirjen Bimas Islam, Depag, H.A. Qadir Basalamah dan Direktur Perlindungan dan Pembinaan Sejarah, Dirjen Kebudayaan Drs. Uka Tjandarasasmita, mengingatkan bahwa upaya pelestarian dan perlindungan benda peninggalan sejarah dan purbakala melalui pemugaran tidak harus dilakukan pemerintah.
Sebaliknya partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pelestarian tersebut sangat diharapkan, seperti yang pernah dilakukan masyarakat Sumatera Barat terhadap Rumah Gadang di Sungai Puar, pada tahun 1980/1981, katanya.
Sedangkan mengenai pemanfaatan dan perawatan Masjid Demak selanjutnya, Dirjen Bimas Islam, Basalamah mengatakan bahwa nantinya masjid tersebut akan diurus oleh Badan Kesejahteraan Masjid (BKM), sebagaimana halnya masjid lain.
“Dan, untuk menunjang biaya pemeliharaan, diharapkan BKM dapat mengupayakan semaksimal mungkin pemanfaatan tanah wakaf (seluas 360 hektar) yang dimiliki masjid,” katanya.
Sumber: ANTARA (17/03/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 631-632