DJAWABAN PEMERINTAH PADA
PEMANDANGAN UMUM DPR TTG RAPBN ’68
Pemerintah Dan DPR Masih Perlu Lebih Banjak Kerdjasama [1]
Djakarta, Kompas
- Kelesuan Perdagangan/Industri Disebabkan Pemerintah kurangi Peranannja Sebagai Konsumen Terbesar.
- Tidak Memperberat Beban Padjak, Tapi Perluas Djumlah Wadjib Padjak.
Dalam djawabannja terhadap pemandangan umum DPG-GR mengenai RAPBN 1968, Sri Sultan Hamengkubuwono atas nama Pemerintah menjatakan Senin malam kemarin dimuka sidang pleno DPR-GR, bahwa antara Pemerintah dan DPR-GR masih perlu banjak bekerdjasama menentukan garis2 tatatertib lebih djauh, lebih lengkap dan lebih sesuai dengan dasar2 konstitusionil.
Pemerintah mengakui hak budget DPR-GR untuk menolak RAPBN 1968. Akan tetapi demokrasi dengan hak dan kewadjibannja bukan formula mati jang sekedar dalam konstitusi, namun hal2 hidup jang harus diperkembangankan melalui djalan “trial and error”, pertjobaan dan kesalahan2.
Dalam membawakan APBN 1968 itu telah terbawa dua pengertian baru mengenai APBN, jakni APBN Presidensiil dan APBN fungsionil. Ke dua pengertian itu hanja mempertadjam segi tanggung djawab dan ambeg-paramaarta dalam prosedur.
Hak Budget DPR-GR
Mengenai diikut sertakannja DPR-GR dalam penjusunan RAPBN serta Nota Keuangan diakuinja bahwa kedudukan Pemerintah tidak sekuat kedudukan DPR-GR dalam hal penerimaan suatu RAPBN, sesuai dengan ps 23 UUD’45.
Pemerintah
Tetapi Pemerintah merasa perlu untuk menegaskan bahwa ketentuan tsb. tidak ada hubungannja dengan apa jang disebut Anggaran Presidensiil jang dianggapnja hanja sebagai masalah intern proseduril Pemerintah sadja.
UUD’ 45 tidak menentukan apa2 dalam hal ini, bahkan Pemerintah beranggapan bahwa Anggaran Blandja jang benar2 sesuai dengan UUD’ 45 adalah Anggaran Presidensiil j.l. dipertanggung djawabkan oleh Presiden disusun atas tanggung djawab Presiden dan disiapkan atas instruksi Presiden. Anggapan jang demikian itu didasarkan atas UUD’ 45 sendiri jang menempatkan Presiden sebagai penanggung djawab tertinggi, selaku Kepala Negara.
Menteri2 hanjalah pembantu Presiden, bukan merupakan bagian dari Pemerintah seperti didalam Kabinet Parlementer daengan Perdana Menteri.
Dengan demikian maka didalam kerangka UUD’45 djustru Presidenlah jang harus tampil kedepan sebagai penanggung djawab, sebagai penjusun dan penetap dari Rentjana APBN.
Namun demikian, djanganlah kiranja menjangka bahwa Pemerintah tidak berniat untuk mengikut sertakan DPR-GR di dalam pelaksanaan APBN sesuatu tahun tertentu. Demikian pula bukan maksud Pemerintah untuk mendjerat DPR-GR dengan pengikut sertakan sehingga kebebasan penilaian DPR-GR mendjadi hapus.
Mengenai Masalah Ekonomi-Keuangan Dan Materi RAPBN
Pemerintah mengakui bahwa kehidupan ekonomi rakjat dewasa ini masih djauh dari jang ditjita2kan. Situasi jang oleh beberapa anggauta dinamakan situasi krisis sebagai akibat keadaan beras, minjak tanah, musim kemarau jang pandjang, gangguan keamanan dll akan ditanggapi oleh Pemerintah dengan kepala dingin tetapi dengan hati jang penuh simpati dan ikut prihatin.
Mengenai kebidjaksanaan Kabinet Ampera jang terarah, realistis dan pragmatis, jang ternjata mendapatkan banjak ketjaman dari beberapa anggauta DPRGR, Pemerintah mendjelaskan bahwa “terarah” itu bukanlah dalam arti terarah kepada aspek2 tertentu sadja dari keseluruhan mandat Ketetapan MPRS, tetapi Pemerintah menetapkan arah tertentu sehingga pelaksanaan tugas itu benar2 memiliki ketegasan, kepastian dan tudjuan tertentu atas dasar strategi dasar jang sudah disiapkan setjara realistis dan pragmatis.
Sasaran dari Kabinet Ampera bukan hanja pemetjahan masalah sandang pangan, bukan hanja menghentikan inflasi, bukan hanja memperbaiki prasarana, melainkan keseluruhan itu sekaligus dalam suartu urutan dan pertimbangan prioritas tertentu.
Mengenai pemungutan padjak jang akan diintensipkan, Pemerintah mengetahui bahwa dari rakjat jg miskin tidak dapat ditarik padjak jg berarti. dari pengusaha jang ketjil tidak dapat diharapkan tabungan jang berarti, dari peranti ketjil tidak dapat dipungut iuran2 jg bertubi2.
Tetapi sekiranja tidak realistis djika Pemerintahan beranggapan bahwa rakjat kita tidak ada sama sekali jang mampu membajar padjak dan tidak ada pengusaha jg sepantasnja membajar padjak. Dalam menjusun RAPBN ini. Pemerintah tidak mempertinggi beban dari mereka jang telah memikul beban tetapi memperluas djumlah orang2 jang hingga kini menolak untuk memikul beban.
Mengenai tanggapan jang menjatakan bahwa daja beli rakjat turun. Pemerintah bertanja apakah benar bahwa djika kenaikan index disebabkan hanja oleh beras dan minjak tanah, maka kesimpulan langsung adalah bahwa daja beli rakjat turun?
Kalau harga beras naik tapi harga poplin tidak naik, apakah daja beli rakjat turun? Kalau petani tambah penerimaannja karena harga telur, sajur dan beras, menandjak, tetapi harga transistor tetap sama sehingga pak tani tak dapat membelinja, apakah daja beli rakjat turun? Kalau semua barang harganja naik, apakah daja beli pak tani djuga turun?
Perubahan nilai barter seperti tersebut diatas adanja keuntungan disatu fihak dan kerugian dilain fihak. Pemerintah beranggapan bahwa tidak begitu mudah untuk menarik kesimpulan bahwa daja beli rakjat turun, sebab kedua fihak tadi adalah rakjat djuga.
Pemerintah merasa prihatin terhadap rakjat jang menerima upah gadji dalam bentuk uang. Dan untuk merekalah Pemerintah harus segera menghentikan ladju inflasi sampai tingkat jang dapat dikendalikan. Hanja dengan perbaikan nilai rupiah kedudukan barter mereka dapat diperbaiki.
Daja Beli Rakjat Tidak Turun
Mengenai rakjat jang produktip disegala matjam sektor ekonomi. Pemerintah beranggapan bahwa daja beli mereka tidak menurun. Anggapan itu didasarkan atas al. djumlah impor jg terlaksana sampai saat ini.
Djumlah barang jang sudah masuk selama 9 bulan pertama dari tahun ini sudah melebihi 450 djuta dollar AS. Barang2 sebesar djumlah itu tentunja tidak akan diimpor djika tidak ada pembeli atau tjalon pembeli. Dengan demikian maka Pemerintah beranggapan bahwa kenjataan itu adaIah tjukup djelas untuk mengetahui situasi jang sebenarnja tentang daja beli rakjat.
Mengenai kelesuan didunia perdagangan dan produksi daIam negeri. Pemerintah berpendapat bahwa hal itu disebabkan karena Pemerintah telah menghentikan atau mengurangi peranannja sebagai pembeli dan konsumen jang terbesar. Pemerintah sebagai pemilik dari unit-unit produksi terbesar sudah mengurangi order2 dan pembeli.
Dengan demikian maka deficit spending dengan inflasi tidak akan dilaksanakan lagi oleh Pemerintah selama tingkat inflasi belum dapat dikontrol dan selama pembangunan belum dapat dilaksanakan dengan memuaskan.
Uang Jang Beredar Kurang Atau Kebanjakan?
Mengani uang jang beredar jang oleh hampir semua anggauta dikatakan sangat kurang. Pemerintah merasa aneh dengan adanja satu anggauta jang mengatakan djustru sebaliknja.
jakni bahwa uang jang beredar sekarang ini sudah terlalu banjak sehingga perlu untuk digunting lagi.
Dan mengingat bahwa anggauta tadi itu adalah seorang ahli keuangan, pasaran jang menurut kata orang sepi, berubah mendjadi panas kembali.
Sampai berapa lama perkembangan ini akan berdjalan, sedang diamat2i oleh Pemerintah.
Mengenai Penggunaan Kredit Luar Negeri Menurut Sistem BE
Pemerintah menjatakan bahwa hal itu dilakukan dengan berpidjak pada realisme dan pragmatisme. Dengan demikian maka Pemerintah tidak menghendaki adanja aliran kredit jang terlalu besar ataupun terlalu ketjil. Sistem BE ini djuga dipergunakan untuk dapat menutup kekurangan anggaran penerimaan Pemerintah tanpa menimbulkan efek inflator.
Djumlah Warganegara Jg Membajar Padjak Harus Diperbesar
Mengenai peningkatan sumber2 dalam negeri untuk membiajai Belandja Routine 1968. dikatakannja bahwa bukanlah maksud Pemerintah untuk meningkatkan beban individuil jg sudah dipikul oleh pembajar, tetapi Pemerintah bermaksud memperbesar djumlah warga negara jang insjaf akan kewadjibannja untuk membajar padjak.
Djumlah padjak perseroan jg dibajar dalam 6 bulan pertama tahun 1967, dibagi dengan djumlah pembajar padjak, maka rata2 djumlah padjak perseroan jang dibajar sebulan hanja Rp. 600-sadja.
Apabila terhadap angka jang sedemikian ketjilnja masih diadjukan keberatan, se-akan2 membebani rakjat dengan djumlah jang lebih berat lagi, dapatlah kita bertanja dalam hati kita masing2, rakjat manakah jang dipandang berat.
Menghadapi pertanjaan apakah Pemerintah sanggup meninggalkan Balanced Budged djika DPRGR menghendakinja, maka didjawabnja dengan djelas bahwa Pemerintah tidak bersedia dibebani tugas tertentu tanpa diperbolehkan memilih satu2nja djalan efektip untuk melaksanakan tugas itu.
Pemerintah tidak dapat mempertanggung djawabkan tindakan jang akan membawa rakjat kembali kedalam djurang jang demikian dalamnja. jakni hutang US$ 2,4 miljard, disamping inflasi 650% setahun, sebagai akibat deficit spending jang didjalankan ditahun2 jang lampau. (DTS)
Sumber: KOMPAS (20/11/1967)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 670-674.