DPR DUKUNG PANTANGAN “TIGA TA” BAGI PEJABAT[1]
Jakarta, Pelita
Falsafah berpantang “tiga ta” memang sudah semestinya menjadi pegangan para pejabat serta anggota masyarakat pada umumn ya. Untuk itu peringatan Presiden Soeharto agar para pejabat berhati-hati terhadap masalah yang menyangkut “tiga ta” patut mendapat dukungan dan perhatian semua pihak .
Demikian antara lain pendapat yang dikemukakan oleh dua orang anggota DPR RI masing-masing Drs. Theo L. Sambuaga dari Fraksi Karya Pembangunan (F-KP) serta H. Muhammad Buang, SH dari Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP), saat dihubungi Pelita di Jakarta, Kamis (22/4).
Seperti diberitakan, saat Gubernur Irian Jaya yang baru J. Pattipi datang menghadap ke Bina Graha, Presiden Soeharto antara lain berpesan agar para pejabat berhati-hati dan menjaga diri dari hal-hal yang tidak baik, terutama yang menyangkut “tiga ta”, yaitu tahta, harta dan wanita (Pelita, 22/4).
Menurut Theo, meskipun falsafah berpantang “tiga ta”pada dasarnya merupakan falsafah Jawa, namun hal itu tetap berlaku dan dihargai oleh seluruh masyarakat Indonesia. “Masalah itu memang termasuk rawan dan sering menggelincirkan para pejabat,” katanya.
Berpantang, lanjut Theo, memang bukan berarti tidak sama sekali, berpikir tentang tahta, harta dan wanita boleh-boleh saja sepanjang sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Dengan kata lain, yang tidak boleh adalah apabila orang memikirkan masalah tersebut secara berlebihan dan menghalalkan segala cara untuk meraihnya.
Dikatakan, jika semua pejabat mau berpantang “tiga ta” maka itu merupakan langkah awal dari usaha untuk mengurangi atau memberantas segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan. Sebaliknya apabila para pejabat tidak berhati-hati terhadap masalah tersebut, besar kemungkinan akan terjadi bencana .Bukan saja terhadap dirinya, tetapi juga terhadap masyarakat luas.
“Para pejabat serta orang-orang yang menjadi public figure hendaknya lebih berhati-hati terhadap masalah ”tiga ta”, sebab bila sampai tergelincir bukan saja dirinya yang rugi, tapi juga masyarakat pada umumnya,”tegas Theo, yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR RI.
Perlu Tindak Lanjut
Sementara itu, Muhammad Buang mengatakan, pernyataan Presiden Soeharto tersebut perlu segera ditindak-lanjuti secara konkret. “Political will sudah ada, perangkat hukum sudah ada, sekarang tinggal bagaimana langkah selanjutnya.”
Langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan pemerintah misalnya dengan menciptakan suatu kondisi sehingga para pejabat tidak melakukan korupsi. Tentang bentuknya bisa macam-macam, misalnya dengan menaikkan gaji pegawai negeri.
“Gaji pegawai negeri kita sekarang ini tidak cukup untuk makan sepuluh hari. Karena itu rangsangan untuk melakukan korupsi kuat, misalnya dengan korupsi waktu untuk sekedar menambah penghasilan, “jelasnya.
Berbeda dengan suasana kerja diperusahaan-perusahaan swasta, dimana banyak pegawainya yang mampu bekerja hingga malam hari. Kalau hal ini ditelusuri sebetulnya wajar saja, sebab mereka tidak lagi memikirkan tambahan penghasilan.
Sedang dalam hal tahta, Buang berharap agar pemerintah menciptakan pola recruitment yang sehat. Dengan kata lain, pola-pola yang mendasarkan pada sistem koneksi perlu dihilangkan, sehingga segi profesionalisme mendapatkan perhatian yang semestinya. Senada dengan Theo, ia juga melihat bahwa falsafah “tiga ta” pada dasarnya berlaku secara universal, hadist Nabi juga menyebutkan hal seperti itu, “jelas anggota F-PP itu .(gum)
Sumber: PELITA (23/04/1993)
_____________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 99-100