DPR SEDANG ALAMI KEBANGKITAN KEMBALI

DPR SEDANG ALAMI KEBANGKITAN KEMBALI[1]

Jakarta, Antara

Sejumlah komentar tajam yang dilontarkan anggota DPR beberapa hari terakhir dalam kasus ketidak hadiran Kapolri, konsultasi dengan Mahkamah Agung, peristiwa Sarinah Jaya, dan interupsi Tadjuddin, mencerminkan kebangkitan kembali lembaga wakil rakyat itu, kata dosen FISIP UI Drs.Arbi Sanit.

Ketika dijumpai wartawan di gedung DPR di Jakarta, Jumat, dosen yang juga pengamat politik itu mengatakan, peristiwa-peristiwa itu mesti dilihat sebagai upaya DPR “membangkitkan” dirinya setelah sekian lama berada di bawah bayang-bayang lembaga eksekutif.

Anggota Komisi VI dari FKP Tadjuddin Noer Said pada rapat kerja dengan Menaker Abdul Latief, Kamis, melakukan interupsi setelah pimpinan rapat MZ Wasaraka membacakan hasil kesimpulan.

Inti interupsinya, mempertanyakan jawaban Menaker atas pertanyaan anggota dewan yang akan disampaikan secara tertulis kemuelian hari. “Apakah jawaban Bapak Menteri nanti akan kita baca dan setelah itu tidak terjadi apa-apa?”katanya.

Menurut Tadjuddin, seharusnya sebuah rapat kerja (raker) menghasilkan mekanisme kesepakatan, antara eksekutif dan legislatif, dan pelaksanaannya diawasi oleh lembaga DPR.  Ini berbeda dengan acara dengar pendapat umum (DPU) di mana anggota dewan hanya bisa mendengar walaupun tidak setuju. Sampai raker ditutup, masalah yang diajukan Tadjuddin tidak terjawab secara tuntas.

Sebelumnya, komentar-komentar yang menonjolkan perlunya penghargaan terhadap lembaga DPR, muncul pekan lalu, ketika Kapolri tidak hadir dalam raker bersama sejumlah komisi DPR. Begitu juga komentar serupa terjadi ketika pemilik Sarinah Jaya belurn kunjung datang memenuhi panggilan DPR dalam kasus pengaduan buruhnya.

Citra Negatif

Arbi Sanit mengatakan usaha pembangkitan diri itu sebagai hasil dorongan beberapa faktor seperti kurang berjalannya fungsi kontrol DPR, masih bergaungnya citra negatif tentang DPR, dan munculnya utang budi.

Selama ini masyarakat menilai DPR masih kurang menjalankan fungsi kontrolnya terhadap pemerintah atau lembaga eksekutif, kata peneliti senior pada Pusat Penelitian Pranata Pembangunan UI itu. Sebagai akibatnya, kerap terdengar komentar anggota masyarakat bahwa DPR “melempem”, pasif, dan tidak berani berbicara.

“Apalagi setelah anggota DPR yang vokal seperti Marzuki Darusman ‘tersingkir ‘, makin keras saja dugaan tentang citra negatif DPR,” kata Arbi.

Belakangan ini, menurut dia, anggota DPR mulai merasa “gerah” dengan beredamya citra semacam itu, dan mulai memotivasi dirinya untuk bangkit sebagaimana layaknya wakil rakyat.

Selain itu, anggota DPR juga mulai merasa berutang budi dengan dinaikkannya penghasilan mereka, selain disediakan juga fasilitas tertentu seperti uang untuk membeli mobil.

“Hal itu semakin mendorong lagi tekad mereka untuk membuktikan fimgsi mereka sebagai wakil rakyat,” katanya. Arbi Sanit yang belakangan sering muncul di DPR untuk melatih beberapa calon tenaga peneliti pada Pusat Penelitian dan Pelayanan Informasi DPR itu mengatakan, kalangan eksekutif seperti menteri masih kurang tanggap dengan perkembangan baru tersebut. Akibatnya, beberapa orang kalangan eksekutif kurang menanggapi serius undangan DPR untuk melakukan rapat kerja.

“Padahal Presiden Soeharto telah menegaskan perlunya menteri menghargai dan mendahulukan undangan DPR untuk melakukan rapat kerja, “katanya.

Benar Secara Etis

Dalam peristiwa VB da Costa, Arbi Sanit menilai tindakan anggota Komisi lll dari FPDI tersebut dapat dibenarkan secara etis, sekali pun tidak dapat diterima secara teknis hukum ketatanegaraan.

“Sebagai wakil rakyat, boleh dong’tanya-tanya tentang fungsi Mahkamah Agung karena lembaga yudikatif itu tidak ada yang mengontrolnya. Tidak ada yang sentuh­ sentuh, “katanya. Rapat konsultasi DPR-MA , Rabu lalu, berlangsung “panas” karena VB da Costa bukan saja bertanya melainkan juga melontarkan pernyataan keras.

Ketua MA Purwoto Gandasubrata yang merasa tidak enak dengan pemyataan keras tersebut, kemudian menyatakan, jika forum konsultasi dijadikan arena debat, maka pihaknya akan meminta pimpinan DPR untuk mengkaji kembali forum tersebut dari sisi ketatanegaraan.

Tawar Menawar

Menurut Arbi, peristiwa-peristiwa yang mencerminkan kebangkitan kembali DPR itu akan lebih sering lagi terjadi dalam empat tahun mendatang, kira-kira sampai kabinet VI  berakhir, karena DPR juga sedang “tawar menawar” agar posisinya lebih terhormat dan tidak sekadar menjadi bayang-bayang eksekutif.

“Pers akan mendapat banyak berita hangat tentang kebangkitan kembali DPR dalam hari-hari mendatang, ” katanya tersenyum. Ia menolak anggapan bahwa peristiwa kebangkitan kernbali tersebut sama saja dengan vokalnya DPR beberapa tahun silam.

“Dulu hanya vokal ketika ditanya pers, sekarang berhadapan dengan menteri atau wakil pemerintah lainnya pun, DPR sudah kritis dan berani, “katanya.

(T/PU .17/DN-08/25/06/93 15:36)

Sumber: ANTARA(25 /06/1993)

_________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 147-149.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.