DPRGR BERI DJAWABAN TEPAT THD TANTANGAN PEL-NAWAKSARA

DPRGR BERI DJAWABAN TEPAT THD TANTANGAN PEL-NAWAKSARA [1]

 

Djakarta, Angkatan Bersendjata

Saudara Ketua dan sdr2 para anggota DPRGR jang terhormat, Assalamu’ alaikum wa rochmatu’llohi wa brakaatuh,

  1. Sjukur alhamdulillah achirnja usul resolusi sdr. K. Nuddin Lubis dkk diterima dengan aklamasi didalam Rapat Panitya Perumus. Atas nama Kelompok Pembangunan Spiritueel saja menjampaikan penghargaan setinggi2nja kepada Pimpinan DPRGR chususnja kepada sdr. Ketua jang telah memipin sendiri Rapat Panitya Perumus itu. Penghargaan itu djuga saja sampaikan kepada segenap para pengusul usul resolusi dan para pengusul usul amandemen jang telah memberikan bantuan dan toleransi sehingga dapat tertjapai kata mufakat bulat dalam Panitia Perumus jang hasilnja adalah berupa naskah Rantjangan Resolusi tentang “PERSIDANGAN Istimewa MPRS” ini.
  2. Mengingat bahwa usul resolusi Nuddin dkk ini harus diselesaikan segera, didalam rapat Panitya Perumus tadi kami sengadja tidak mau menjinggung2 soal2 redaksioneel dari perumushan2 usul resolusi/memorandum jang pada hemat kami masih memerlukan penjempurnaan disana-sini, djuga mengenai sistimatiknja; pokoknja adalah bahwa dengan para pengusul, kami telah bulat mufakat mengenai djiwa, isi dan tudjuan usul resolusi/memorandum.

         Misalnja mengenai diktum Memorandum angka 2, seharusnja disitu disebutkan nama Soekarno sebagai orang jang harus diusut, diperiksa dan diadili, namun walau nama Soekarno kelupaan disebut didalam diktum no. 2 Memorandum tetapi djelas jang dimaksudkan adalah Soekarno, sehingga kita tidak memberi peluang kepada gerpol gestapu jang dengan logika sintingnja akan mengalamatkan pemeriksaan itu kepada pihak lain selain Soekarno.

  1. Kelompok Pembangunan Spiritueel dalam Golongan Karya sepenuhnja menjetudjui Rantjangan Resolusi ini.

         Dengan diterima Resolusi maka langkah landjutan jang tepat logis dan konsekwen dalam rangka sequence of operations (urut2an tindakan2) jang telah masih dan akan dilaksanakan oleh kekuatan2 Orde Baru sedjak 11 Maret 1966.

  1. Resolusi DPRGR ini semata2 adalah manifestasi dari tekad kita para anggota DPRGR untuk melaksanakan setjara murni UUD 45 lepas dari rasa sentimen, ataupun balas dendam terhadap siapapun, djuga tidak terhadap Bung Karno.

         Para anggota MPRS jang bersidang dalam bulan Djuni 1966 jl. bukannja tidak tahu Bung Karno selama memegang tampuk pimpinan Negara dan Pemerintahan sedjak 6 Djuli 1959 sampai 11 Maret 1966 telah banjak berbuat kesalahan dan kegagalan jang merugikan Negara dan Rakjat, tetapi Sidang Umum ke IV MPRS karena adanja toleransi jg besar terhadap Bung Karno, tidaklah mempersoalkan kedudukan BK sebagai Presiden, melainkan dengan ketetapan MPRS no XIII hanja membebaskan Bung Karno dari djabatannja sebagai Kepala Eksekutif.

  1. Para anggota DPRGR bukannja tidak tahu bahwa setelah Sidang Umum ke IV MPRS, Bung Karno dalam tindakan2 dan utjapan2nja, diantaranja dengan pidato Djas Merahnja, telah melanggar putusan2 Sidang Umum ke IV MPRS, namun karena masih adanja toleransi, DPRGR dengan Resolusi/Memorandum-nja tertanggal 20 September 1966 hanjalah mengoreksi Bung Karno, karena DPRGR masih hendak memberi kans kepada Bung Karno untuk memperbaiki diri serta mengadjak Bung Karno untuk berdjalan diatas relnja Pantja Sila, UUD ’45 dan Putusan MPRS. Tetapi apa latjur, toleransi DPRGR terhadap Bung Karno hanjalah dibalas dengan sikap2 Bung Karno jang meremehkan bahkan menantang MPRS/DPRGR.

Stemmotivering Kelompok Pembangunan Spiritueel (Golongan Karya) atas Rantjangan Resolusi/Memorandum tentang PERSIDANGAN ISTIMEWA MPRS (Usul Resolusi Nuddin Lubis dkk), diutjapkan didalam Sidang Pleno DPRGR pd tgl 9 Februari 1967 malam oleh A. Dahlan Ranuwihardjo SH.

Sidang Istimewa MPRS jang akan mendjatuhkan vonis terhadap Bung Karno karena peri kelakuannja jang terus meremehkan/menentang/menantang UUD ’45 dan Putusan2 MPRS.

Pidato Pelengkap Nawaksara tertanggal 10 Djanuari 1966 adalah merupakan “toppunt” (puntjak) dari sikap mbandel/membangkangnja Bung Karno terhadap UUD ’45 dan MPRS.

Dari itu adalah logis djika sekarang ini DPRGR menentukan sikap jang tertjantum didalam Resolusi/Memorandum ini.

Karena itu pula tidaklah benar samasekali otjehan bahwa dengan Resolusi ini, DPRGR telah bertindak sewenang2 dan me-“ngujo2” Bung Karno. Sikap DPRGR sekarang ini terhadap Bung Karno-jang praktisnja adalah tidak mengakui Bung Karno lagi sebagai Presiden, sikap tegas DPRGR ini bukannja telah tidak diperingatan lebih dulu kepada Bung Karno.

Bung Karno sendirilah jang mendorong dan jang tidak memberi pilihan lain kepada para anggota DPRGR selain harus meminta diadakannja Sidang Istimewa MPRS untuk memberhentikan Bung Karno sebagai Presiden/Mandataris.

  1. Andaikata Bung Karno tidak terlibat dalam peristiwa Gestapu/PKI, DPRGR ini tetap berpendirian bahwa Bung Karno harus turun dari tahta ke-presidenan karena Bung Karno.
  • konstitutionil telah melanggar UUD dan Putusan2 MPRS
  • moral, hidup pribadi Bung Karno jang penuh dengan pelanggaran2 norma2 susila menjebabkan Bung Karno tidak patut berkedudukan sebagai Presiden R.I.

Dus, Resolusi ini bukanlah untuk meratakan djalan untuk dibawanja Bung Karno kesidang Pengadilan, sebab nanti ada jang berpikir bahwa djika didalam pengadilan tidak terbukti kesalahan Bung Karno dan Bung Karno dibebaskan, Bung Karno lalu kembali naik tahta. Ini tidak benar. Zonder terlibatpun didalam Gestapu, Bung Karno tetap harus turun, apalagi karena terlibat.

  1. Adalah tidak benar, bahwa Resolusi ini didorong oleh rasa bentji, balas dendam atau sentimen terhadap Bung Karno.

Resolusi ini semata2 adalah hendak melaksanakan hukum, keadilan dan kebenaran serta hendak melaksanakan setjara murni UUD 45. Perdjuangan Orde Baru untuk menegakkan hukum keadilan dan kebenaran serta untuk melaksanakan UUD 45 setjara murni perdjuangan ini adalah perdjuangan jang besar, perdjuangan jang luhur dan sutji. Tidaklah mungkin perdjuangan jang besar dan sutji ini lalu djatuh terperosok dalam perdjuangan jang hanja didorong oleh rasa bentji dan sentimen terhadap seseorang, walau orang itu adalah Bung Karno jang pernah mendjadi orang-besar dan sekarang masih merupakan orang jang ulet dan “taal” (alot) hanja sajang dalam djurusan jg tidak baik karena sikap2 Bung Karno jang anti rakjat, anti hukum dan anti UUD 45.

Dalam kamus Orde Baru, orang seorang betapapun besarnja dan kuasanja, ia adalah orang ketjil dimata hukum, kebenaran dan keadilan.

Bung Karno boleh djatuh dan insja Allah dalam Sidang Istimewa MPRS bulan depan.

  1. Dengan Resolusi ini, DPRGR melakukan tindakan menggugat atas nama Rakjat terhadap Bung Karno. Sungguh merupakan ironi sedjarah, chususnja bagi Bung Karno sendiri, jaitu bahwa Bung Karno jang pada tahun 1933 didalam Sidang Pengadilan Kolonial di Bandung telah melakukan gugatan atas nama rakjat Indonesia terhadap rezim koloniaal. Bung Karno ini djuga jang sekarang digugat oleh rakjat. Ironi sedjarah ini tidak lain karena Bung Karno sendiri telah meninggalkan sedjarah, walaupun beliau mendjuduli sebuah pidatonja dengan djudul “Djangan sekali-kali meninggalkan sedjarah”.
  2. Dengan adanja Resolusi ini, maka sekarang ini praktis sudah tidak ada lagi situasi konflik. Terhadap situasi, dimana orang seorang jaitu Bung Karno berhadap2an dengan Rakjat dan ABRI terhadap situasi, dimana orang seorang bertingkah laku melanggar hukum, UUD 45 dan kemauan rakjat, situasi demikian ini tidaklah tepat untuk dikatakan sbg. situasi konflik, sebagaimana djuga tidak tepat utk. mengatakan bhw. didalam Pengadilan jg. sedang mengadili terdakwa jang telah berbuat kedjahatan terdapat (situasi) konflik antara terdakwa pada satu pihak dan polisi-djaksa-hakim pada pihak jang lain.

Dengan Resolusi ini jang disokong setjara aklamasi oleh semua kelompok didalam DPRGR, maka tidaklah ada apa jang dikuatirkan orang jaitu kemungkinan terdjadinja apa jang dinamakan perang saudara. Adalah tidak masuk akal bahwa akan terdjadi perang saudara hanja karena ada orang seorang jaitu Bung Karno jang sedang menghadapi mahkamah sedjarah dan mahkamah rakjat karena menentang UUD 45, menentang MPRS/DPRGR dan menentang Rakjat dan ABRI.

  1. Saja optimistis bahwa gugatan rakjat jang disampaikan oleh DPRGR ini akan diterima dan disetudjui oleh Penguasa Tertinggi Rakjat jaitu MPRS/ DPRGR jang merupakan peningkatan kristalisasi Orde Baru dalam taraf perdjuangan sekarang untuk meruntuhkan benteng terachir Orde Lama jang insja Allah akan tumbang sebelum achir bulan depan. Bagi Orde Baru hanja ada satu alternatif jaitu Menang dan Menang, karena Orde Baru berdiri diatas Hukum, Kebenaran dan Keadilan jang bersumber kepada Ketuhanan Jang Maha Esa.
  2. Karena itu kepada jang masih ragu2 saja serukan “masuklah kedalam barisan Orde Baru setjara menjeluruh” (Udehuluu fi Orde Baru kaffah). Masuklah dalam Orde Baru walau terlambat. Orde Baru tidak monopolistis dan tidak akan memblokir golongan istimewa MPRS ini.
  3. Mengingat bahwa usul resolusi Nuddin dkk ini harus diselesaikan segera, didalam rapat Panitya Perumus tadi kami sengadja tidak mau menjinggung2 soal2 redaksinel dari perumushan2 usul resolusil memorandum jang pada hemat kami masih memerlukan penjempurnaan disana-sini, djuga mengenai sistimatiknja; pokoknja adalah bahwa dengan para pengusul, kami telah bulat mufakat mengenai djiwa, isi dan tudjuan usul resolusi/memorandum. Misalnja mengenai diktum Memorandum angka 2, seharusnja disitu disebutkan nama Soekarno sebagai orang jang harus diusut, diperiksa dan diadili, namun walau nama Soekarno kelupaan disebut didalam diktum no.2 Memorandum, tetapi djelas jang dimaksudkan adalah Soekarno, sehingga kita tidak memberi peluang kepada gerpol Gestapu jang dengan logika sintingnja akan mengalamatkan pemeriksaan itu kepada pihak lain selain Soekarno.
  4. Kelompok Pembangunan Spiritueel dalam Golongan Karya sepenuhnja menjetudjui Rantjangn Resolusi ini. Dengan diterimanja Resolusi ini, maka DPRGR telah memberikan djawaban jang tepat terhadap tantangan2 Bung Karno terutama dengan pidato Pelengkap Nawaksara jang djelas2 merupakan tantangan terhadap UUD dan MPRS. Resolusi DPRGR ini sampai 11 Maret 1966 telah banjak berbuat kesalahan dan kegagalan jang merugikan Negara dan Rakjat tetapi Sidang Umum ke IV MPRS karena adanja toleransi jg besar terhadap Bung Karno, tidaklah mempersoalkan kedudukan BK sebagai Presiden, melainkan dengan ketetapan MPRS No. XIII-hanja membebaskan Bung Karno dari djabatannja sebagai Kepala Eksekutif.
  5. Para anggota DPRGR bukannja tidak tahu bahwa setelah Sidang Umum ke IV MPRS, Bung Karno dalam tindakan2 dan utjapan2nja, diantaranja dengan pidato Djas Marahnja, telah melanggar putusan2 Bidang Umum ke IV MPRS, namun karena masih adanja toleransi, DPR GR dengan Resolusi/Memorandum-nja tertanggal 20 September 1966 hanjalah mengoreksi Bung Karno, karena DPRGR masih hendak memberi kans kepada Bung Karno untuk memperbaiki diri serta mengadjak Bung Karno untuk berdjalan diatas relnja Pantja Sila, UUD ’45 dan Putusan MPRS. Tetapi apa latjur, toleransi DPRGR terhadap Bung Karno hanjalah dibalas dengan sikap2 Bung Karno jang meremehkan bahkan menantang MPRS/DPRGR.
  • Dalam mengantarkan Resolusi DPRGR tertanggal 20 September 1966 itu, para pengusulnja telah memadjukan beberapa kepada Bung Karno – demi untuk kepentingan Bung Karno sendiri djanganlah kiranja sampai diadakan.
  • Pidato Pelengkap Nawaksara tertanggal 10 Djanuari 1966 adalah merupakan “top punt” (puntjak) dari sikap mbandel/membangkang-nja Bung Karno terhadap UUD 45 dan MPRS.

Dari itu adalah logis djika sekarang ini DPRGR menentukan sikap jang tertjantum didalam Resolusi/Memorandum ini.

  1. Karena itu pula tidaklah benar sama sekali otjehan bahwa dengan Resolusi ini, DPR-GR telah bertindak sewenang2 dan me-“ngujo2” Bung Karno. Sikap DPRGR sekarang ini terhadap Bung Karno – jang praktisnja adalah tidak mengakui Bung Karno lagi sebagai Presiden, sikap tegas DPRGR ini bukannja telah tidak diperingatkan lebih dulu kepada Bung Karno.

Bung Karno sendirilah jang mendorong dan jang tidak memberi pilihan lain kepada para anggota DPRGR selain harus meminta diadakannja sidang Istimewa MPRS untuk memberhentikan Bung Karno sebagai Presiden/Mandataris.

  1. Andaikata Bung Karno tidak terlibat dalam peristiwa Gestapu/PKI, DPRGR ini tetap berpendirian bahwa Bung Karno harus turun dari tahta kepresidenan, karena Bung Karno setjara :
    • Ideologis telah menjelewengkan Pantja Sila;
    • Politis telah gagal total dalam masa rezimnja sedjak 5 Djuli 1959 sampai 11 Maret 1966 apalagi karena terlibat.
  2. Adalah tidak benar, bahwa Resolusi ini didorong oleh rasa bentji, balas dendam atau sentimen terhadap Bung Karno.

Resolusi ini se-mata2 adalah hendak melaksanakan hukum, keadilan dan kebenaran serta hendak melaksanakan setjara murni UUD 45. Perdjuangan Orde Baru untuk menegakkan hukum keadilan dan kebenaran serta untuk melaksanakan UUD 45 setjara murni perdjuangan ini adalah perdjuangan jang besar, perdjuangan jang luhur dan sutji. Tidaklah mungkin perdjuangan jang besar dan sutji ini lalu djatuh terperosok dalam perdjuangan jang hanja didorong oleh rasa bentji dan sentimen terhadap seseorang, walau orang itu adalah Bung Karno jang pernah mendjadi orang besar dan sekarang masih merupakan orang jang atos, ulet dan “tasi” (alog) hanja sajang dalam djurusan jg tidak baik karena sikap2 Bung Karno jang anti rakjat, anti hukum dan anti UUD 45.

  1. Dalam kamus Orde Baru, orang seorang betapapun besarnja dan kuasanja, ia adalah orang ketjil dimata hukum, kebenaran dan keadilan. Bung karno boleh djatuh dan insja Allah dalam Sidang Istimewa MPRS bulan depan beliau akan diturunkan, namun perjuangan Orde Baru tetap akan berdjalan terus karena masih banjak jang harus dilaksanakan oleh Orde Baru, djuga dalam hendak menegakkan hukum keadilan dan kebenaran.
  2. Dimana orang seorang jaitu Bung Karno berhadap2an dengan rakjat dan ABRI, terhadap situasi dimana orang seorang bertingkah laku melanggar hukum UUD 45 dan kemudian rakjat, situasi demikian ini tidaklah tepat untuk dikatakan sbg. situasi konflik, sebagaimana djuga tidak tepat utk. mengatakan bhw. didalam Pengadilan jg sedang mengadili terdakwa jang telah berbuat kedjahatan terdapat (situasi) konflik antara terdakwa pada satu pihak dan polisi-djaksa-hakim pada pihak jang lalu.

Dengan Resolusi ini jang disokong setjara aklamasi oleh semua kelompok didalam DPRGR, maka tidaklah ada apa jang dikuatirkan orang jaitu kemungkinan terdjadinja apa jang dinamakan perang saudara. Adalah tidak masuk akal bahwa akan terdjadi perang saudara hanja karena ada orang seorang menghadapi mahkamah sedjarah dan mahkamah rakjat karena menentang UUD 45, menentang MPRS/DPRGR dan menentang rakjat danABRI.

  1. Saja optimistis bahwa gugatan rakjat jang disampaikan oleh DPRGR ini akan diterima dan disetudjui oleh Penguasa Tertinggi Rakjat jaitu MPRS, sehingga Sidang Istimewa MPRS nanti akan mendjatuhkan putusan jang sesuai dengan tuntutan/gugatan DPRGR.
  2. Resolusi DPRGR ini merupakan peningkatan kristalisasi Orde Baru dalam taraf perdjuangan sekarang untuk meruntuhkan tentang terachir Orde Lama jang Insja Allah akan tumbang sebelum achir bulan depan. Bagi Orde Baru hanja ada satu altematif jaitu Menang atau Menang, karena Orde Baru berdiri diatas Hukum Kebenaran dan Keadilan jang bersumber kepada Ketuhanan Jang Maha Esa.

Karena itu kepada jang masih ragu2 saja serukan “masuklah kedalam berisan Orde Baru setjara menjeluruh” (Udahuluu di Orde Baru kaaffah). Masuklah dalam Orde Baru walau terlambat; untuk Kebenaran tidak ada barang jang terlambat. Orde Baru tidak monopolistis dan tidak akan memblokir golongan manapun dan orang siapapun jang mau masuk Orde Baru asalkan dengan iktikad baik untuk sama2 menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran jang berdjiwakan Pantja Sila dan UUD 45. (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (11/02/1967)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 436-444.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.