DR. O.G. ROEDER TELAH TIADA [1]
Jakarta, Kompas
DR Rolf O.G Roeder, penulis buku The Smilling General, “tanggal 25 Juni yang lalu meninggal di Munchen, Jerman karena serangan jantung dalam usia 80 tahun. Kepergianya mengejutkan banyak orang yang mengenalnya, sebab sebelumnya, tak didahului rasa sakit maupun sebab-sebab khusus lainnya.
Penampilan wartawan yang pernah tinggal beberapa tahun di Indonesia pada tahun 60-an itu selalu bersemangat. Tak pernah terlihat pikun, ingatannya masih tajam, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia. Bukunya tentang Presiden Soeharto itu, dinilai oleh Far Eastern Economic Review sebagai biografi yang dilengkapi dengan riset mendalam. Sementara De Telegraf menulis, Roeder menulis tentang Soeharto dengan tenang dan obyektif Ortrod Roeder (78), istri almarhum, kepada koresponden Kompas di Jerman DenNy. Sutoyo, Rabu kemarin mengatakan, kepergiannya tak didahului dengan tanda-tanda khusus, misalnya sakit. Pagi itu suaminya segar bugar dan sambil menceriterakan siapa saja yang akan ditemuinya hari itu, hari Kamis 25 Juni. Setelah makan pagi, siang itu dia menerima tamu seorang sejarawan Jerman dan berbincang bincang tentang Indonesia serta kemungkinan penerbitan buku barunya.
Sekitar pukul 12.30, kata Ny. Roeder, hanya seperempat jam setelah ia meninggalkan rumah, telepon berdering. Ada berita Roeder meninggal di rumah sakit. Rupanya almarhum terkena serangan jantung dalam perjalanan ke kota, terjatuh di tengah jalan, dan ditolong orang dibawa ke rumah sakit. Namun, di saat dokter datang, Roeder yang lahir di Leipzig tanggal 9 Maret 1912 itu meninggal.
Begitu terkejutnya Ny. Roeder, sampai ia tak tahu apa yang harus dikerjakan. Yang ia ingat adalah menelepon Duta Besar Indonesia untuk Jerman Dr.Hasjim Djalal (yang hadir waktu pemakaman) serta beberapa kenalan dekat almarhum. DR. Liem (asal Surabaya), dokter keluarga Roeder yang biasa memeriksa kesehatan almarhum menasihati agar ia tidak terlalu lelah bekerja. Tetapi Roeder tidak bisa mengerem kebiasaan kerja kerasnya. Tiap hari bekerja mulai pukul 09.00 pagi hingga sore hari, terkadang sampai larut malam. Begitulah irama hidup Dr. Roeder.
Memang akhir-akhir ini penulis, pecinta Indonesia itu tampak lebih sibuk dari biasanya berhubung ingin segera menyelesaikan satu lagi buku barunya mengenaiI Indonesia yang menurut rencana akan siap terbit akhir tahun ini. Namun Tuhan menghendaki yang lain. Roeder selama ini selalu bekerja sendiri, dibantu oleh istrinya menyusun bahan bahan yang diperlukan untuk pekerjaannya. Ortrod Roeder sendiri adalah seorang dokter, yang sejak pensiun diam di rumah membantu suaminya dalam penyusunan buku serta karangan.
Sepeninggal suaminya, Ortrod bertekad untuk meneruskan karya suaminya sampai selesai sesuai bahan tulisan terakhir yang sempat dikumpulkan pada waktu mereka berkunjung ke Indonesia bulan Juni lalu. Mereka malah baru saja kembali dari liburan 3 minggu di Indonesia. Dan 8 hari sesudah tiba kembali di Jerman itulah Dr Roeder meninggal.
Masih dalam keadaan amat berduka, Ny. Roeder menceritakan betapa rindu suaminya terhadap Indonesia, sehingga jauh-jauh hari mereka merencanakan untuk menggunakan kesempatan penerbangan perdana Garuda (Muenchen-Medan-Bali) dari lapangan terbang baru, Muenchen. Meskipun bekas dokter, Ny. Roeder justru sangat menyenangi pekerjaan barunya sebagai co author bersama suaminya. Ia bisa menyelami sendiri betapa mendalam kecintaan suaminya terhadap Indonesia.
Kunjungan terakhir ke Indonesia itu terlaksana juga bertemu dengan tokoh-tokoh politik, sebagai puncaknya tentu saja audiensi dengan Presiden Soeharto. Dan pada kesempatan itu, ia memberi kenangan berupa potongan tembok. Berlin dan para ilmuwan Indonesia di Jakarta untuk melengkapi bahan-bahan buku terbarunya, setelah akhirnya istirahat seminggu di Bali.
Meskipun belum sempat di beri judul, tema buku baru Roeder itu adalah mengenai Indonesia secara luas, baik mengenai pembangunan ekonomi, budaya, politik dan kehidupan spiritual/agama/mistik di Indonesia serta kaitannya dengan kawasan Pasifik. Di antara subjudulnya ditulis panjang Iebar mengenai falsafah negara Pancasila.
Mengenai rencana selanjutnya, Ny. Roeder menjawab, ia akan bekerja sama dengan pihak universitas tertentu untuk merampungkan serta menerbitkan buku baru almarhum suaminya. Diperkirakan pekerjaan itu akan memakan waktu minimal satu tahun. Di samping itu ia akan menyusun hasil karya lengkap suaminya untuk suatu saat ia serahkan kepada perpustakaan universitas.
ROLF Roeder lahir 9 Maret 1912 di Leipzig, Jerman Timur, dua kali menikah (dari perkawinan pertama lahir seorang anak, wanita yang kini berusia 50 tahun) yang terakhir dengan dr. Ortrod Waldmann. Almarhum Roeder pernah bergurau waktu bertemu dengan penulis, akhir bulan Februari pada kesempatan kunjungan Menlu Alatas di Bonn, mengatakan bahwa istrinya adalah “orang hutan” (Waldmann artinya orang hutan).
Menikah 23 Desember 1957, pasangan Roeder-Waldmann sudah merantau ke Indonesia (Jawa-Bali) pada tahun 1959. Mereka sebetulnya merencanakan untuk merayakan perkawinan mereka yang ke-35 sekitar Natal tahun ini namun Tuhan menentukan lain.
Latar belakang pendidikannya adalah bidang sejarah, sosiologi, ekonomi dan publistik. Segera sesudah Perang Dunia II, Rolf Roeder menyeberang ke Jerman Barat, dan tinggal di Muenchen sampai akhir hayatnya. Sekitar tahun 1959 selama dua tahun tinggal di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (kunjungan pertama yang membuatnya jatuh cinta) dan menulis untuk media berbahasa Jerman dan Inggris. Ia menulis juga buku Petunjuk Perjalanan ke Indonesia (diterjemahkan pula ke bahasa Belanda). Tahun 1969 terbit bukunya The Smiling General, suatu biografi dari Presiden Soeharto, kemudian terbit buku Who is Who in Indonesia, Smiles in Indonesia (1972), Indonesia sebagai Partner Usaha (1979), Indonesia –a Personal In troduction (1987) bersama kartunis GM. Sudarta.
Masih banyak lagi artikel serta karya Rolf Roeder selama hidupnya. Yang diterbitkan antara lain oleh media Sueddeut-schezeitung, Neuezuericherzeitung, Handelsblatt,- Far Eastern Economic Review.
Hampir seluruh hidup almarhum Roeder diabdikan untuk penulisan mengenai Indonesia. Hasil karyanya akan abadi dan menjadi pustaka bersama yang mempertautkan masyarakat Jerman dan Indonesia. Turut mengirim tanda duka cita dan karangan bunga dari Indonesia pada pemakaman Roeder antara lain adalah Presiden Soeharto, Menlu Alatas, Menristek Habibie.
Sumber: KOMPAS (16/07/1992)
_______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 806-808.