DR. RADJIMAN WEDYODININGRAT DIANGKAT SELAKU KETUA SEMENTARA DPRS

DR. RADJIMAN WEDYODININGRAT DIANGKAT SELAKU KETUA SEMENTARA DPRS [1]

 

Djakarta, Kompas

DPRS dilantik oleh Presiden Sukarno pada tanggal 16 Agustus 1950 malam, setelah para anggautanja mengangkat sumpah. Anggautanja jang terpilih alm. Dr. Radjiman Wedyodiningrat diangkat selaku Ketua Sementara DPRS. Dan pada upatjara peringatan hari Proklamasi 17 Agustus 1950 pagi, alm Dr. Radjiman meneruskan sendiri jang telah dimulai oleh Ketua KNP sedjak tahun 1947. Jakni mengutjapkan pidato sambutan atas nama rakjat sebelum Presiden memberikan amanat 17 Agustus.

Kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1950, Mr. Sartono dipilih mendjadi Ketua DPRS. Dan pada tanggal 21 Agustus berikutnja Mr. A.M. Tambunan, Arudji Kartawinata dan Mr. Tadjudin Noor terpilih sebagai Wakil2 Ketua I, II dan III. Pemilihan itu kemudian disahkan oleh Presiden dengan Kepres No.1, No.3 dan No. 4 tahun 1950.

Kedudukan dan Wewenangnja

Walaupun masih bersifat sementara namun DPRS mempunjai kedudukan dan wewenang jang menurut UUDS dipunjai oleh DPR hasil pemilu. Wewenang untuk bersama2 Pemerintah membentuk UU, hak budget dsb.

Selain itu, terdjadilah perubahan sistim pemerintahan. DPRS dapat memaksa Menteri2/Kabinet meletakkan djabatannja dengan mengadjukan suatu mosi tidak pertjaja. Sistim itu kemudian terkenal dengan nama sistim kabinet parlementer dan masa itu seringkali dinamakan masa “demokrasi liberal”.

Kedudukan Presiden menurut UUDS tidak dapat diganggu gugat, karena jang bertanggung djawab adalah Kabinet ”The President can do no wrong”, persis seperti jang berlaku di Inggeris.

Tetapi sebaliknja, Presiden berhak membubarkan DPR bila dianggap tidak mentjerminkan kemauan rakjat. Untuk mentjegah agar Presiden tidak tergesa2 mendjalankan wewenang itu, maka ditentukan pula bahwa pembubaran DPR boleh dilakukan dengan ketentuan bahwa dalam waktu 30 hari harus diadakan pemilihan DPR baru.

Dengan kekuasaan jang begitu besar, adanja prospek pemilihan umum dsb, maka Kabinet pada masa2 itu mendjadi sasaran DPRS. Pembentukan Kabinet biasanja diserahkan kepada seorang formateur dan formateur itu sendiri biasanja mendjadi Perdana Menteri dalam Kabinet jang disusunnja. Walaupun susunan Kabinet itu terdiri dari fraksi2 jang ada, namun pos2 terpenting ditempati oleh orang2 anggauta sefraksi dari formateur jbs. Hal ini tentu sadja tidak bisa diterima oleh fraksi2 lainnja. Maka segala kebidjaksanaan Kabinet selalu disorot dengan tadjam. Begitu ada sesuatu kebidjaksanaan jang merugikan fraksi2 lain, maka dengan mempergunakan seribu matjam dalih, mereka mengadjukan mosi tidak pertjaja dan djatuhlah Kabinet. Dengan frekwensi jang sangat tjepat, Kabinet2 muntjul2 dan berdjatuhan.

Suasana sematjam itu lebih meningkat setelah DPR Pemilu terbentuk berdasarkan UU Pemilu pada tahun 1955. Achirnja pada tahun 1959, Presiden mengeluarkan dekrit 5 Djuli 1959 jang berisikan pembubaran Konstituante, tidak berlakunja UUDS dari berlakunja kembali UUD ’45.

DPR Pemilu

Antara tahun 1950 hingga tahun 1953, DPRS menghasilkan kurang lebih 80 buah UU. Diantaranja jang penting adalah UU No.7 tahun 1953 tentang pemilihan anggauta Konstituante dan anggauta DPR. Lebih dikenal dengan UU Pemilihan Umum.

Sistim jang dipergunakan dalam UU Pemilu tsb. adalah sistim proporsionil jang memungkinkan sisa2 suara sesuatu partai dari suatu daerah Pemilu digabungkan dengan sisa2 suara dari daerah Pemilu lainnja. Dengan demikian maka mudahlah bagi sesuatu partai mengumpulkan suara untuk satu kursi.

Didorong oleh Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 jang berisikan andjuran untuk mendirikan partai2 politik dan dimungkinkan oleh UU Pemilu itu sendiri dengan sistim proporsionilnja, maka Pemilihan Umum jang diselenggarakan pada tahun 1955 achirnja menghasilkan 20 partai dan fraksi dalam DPR. Djumlah anggauta 274 orang.

Diantara partai2 fraksi2 itu, PNI dan Masjumi mempunjai djumlah anggauta jang paling banjak di DPR, jakni masing 57 orang. Kemudian disusul oleh NU dengan 45 orang dan PKI dengan 39 orang. Selain itu ada juga partai fraksi jang mempunjai djumlah anggauta DPR jang terketjil Jakni AKUI, PPTI dan PIR Hazairin masing2 seorang wakil. (DTS)

Sumber: KOMPAS (13/08/1970)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 498-500.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.