DUKUNGAN TERHADAP KUNJUNGAN PRESIDEN SOEHARTO KE BOSNIA: ADA PELUANG DAMAI SAAT MEREKA DI TITIK JENUH

DUKUNGAN TERHADAP KUNJUNGAN PRESIDEN SOEHARTO KE BOSNIAADA PELUANG DAMAI SAAT MEREKA DI TITIK JENUH[1]

 

Jakarta, Merdeka

Kalangan DPR berpendapat, kunjungan Presiden Soeharto ke Republik Kroasia dan Republik Bosnia-Herzegovina, secara politis membuktikan bahwa Indonesia concern dan memberikan dukungan moral kepada negara yang sedang bergolak agar menyelesaikan masalahnya. Wakil Ketua Komisi I DPR Abu Hasan Sazili dan Amillullah Ibrahim menyatakan, kunjungan tersebut di satu pihak merupakan keberanian politis dari seorang presiden untuk berkunjung pada satu negara yang sedang bergolak. Di pihak lain juga merupakan dukungan moril bagi penyelesaian konflik kedua negara yang sedang bersengketa itu.

“Kita harapkan negara-negara bekas Yugoslavia dapat rukun kembali tanpa mempersoalkan masalah agama dan etnis setelah mempelajari pengalaman Indonesia sebagai negara yang multietnis dan multi religi yang dapat hidup damai dalam negara kesatuan,”tegas Sazili.

Secara terpisah, Wakil Gubernur Lemhanas yang juga pengamat luar negeri Prof. Dr. Juwono Soedarsono mengatakan, lawatan Presiden Soeharto ke Kroasia dan Bosnia-Herzegovina menunjukkan perhatian yang besar dari pimpinan Gerakan Non Blok terhadap perang saudara yang berlangsung selama tiga tahun di wilayah Balkan itu.

“Salah satu masalah yang dihadapi negara-negara Non Blok adalah mengatasi perang saudara yang berkecamuk termasuk di Afganistan, “kata Juwono.

Dikatakan, setelah perang saudara berlangsung selama tiga tahun, mereka sekarang ini sedang memasuki titik jenuh. Karena itu, Gerakan Non Blok sebagai suatu gerakan mempunyai peluang untuk mengusahakan pihak-pihak yang bertikai menuju meja perundingan.

Juwono tidak bersedia menguraikan artipolitis apa yang tersirat melalui kunjungan Presiden Soeharto ke negara-negara bekas wilayah Yugoslavia itu. Namun, diharapkan sesama negara Non Blok, perang saudara yang terjadi di wilayah Balkan itu segera berakhir. Tapi, hal itu tidak bisa dicapai secara tiba-tiba karena harus ada kemauan dari pihak-pihak yang bertikai secara sungguh-sungguh menyelesaikan masalah yang dihadapinya.                                 ·

“Prinsip seperti ini juga selalu mewamai garis kebijakan negara-negara Non Blok,” tegas Juwono.

Sazili, Pimpinan Komisi I DPR yang membidangi masalah Hankam dan Luar negeri selanjutnya mengatakan, keselamatan Presiden Soeharto dalam kunjungan tersebut telah mendapat jaminan dari PBB. Namun demikian, dia tetap mengharapkan agar PBB maupun pihak-pihak yang bersengketa dapat menjaga situasi keamanan di Sarajevo, tempat Pak Barto berkunjung. Aminullah Ibrahim menambahkan, sebagai Ketua GNB, Soeharto memang perlu melihat secara langsung perkembangan di Bosnia. Laksamana berbintang dua itu mengharapkan, dengan kunjungan Ketua GNB itu dapat tercapai satu perundingan diantara pihak yang bersengketa dengan ditaatinya gencatan senjata secara kongkret.

Berangkat

Presiden dan Nyonya Tien Soeharto beserta rombongan Rabu, (8/3) pukul 22 .00 WIB meninggalkan tanah air dengan pesawat DC 10 Garuda Indonesia. Di bandara Halim Perdanakusuma, tampak menghantar Presiden dan Nyonya Tien Soeharto antara lain Wakil Presiden Try Sutrisno, Menhankam Edi Sudradjat, Pangab Jenderal Feisal Tanjung, Menko Polkam Soesilo Soedarman, Menko Indag Hartato, Kasad Jenderal R Hartono, Kasal Laksamana Tanto Kuswanto, Mensekab Saadilah Mursyid, Pangdam Jaya Mayjen Wiranto masing-masing dengan istri dan Gubernur DKI Jakarta. (FN/ HPS/ZAM)

Sumber:MERDEKA (09/03/1995)

__________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 69-70.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.