Editorial: KETJAP ORDE LAMA

Editorial: KETJAP ORDE LAMA [1]

Djakarta, Angkatan Bersendjata

PAMFLET-GELAP jang dialamatkan pada pedjabat2 tertentu di Djakarta, menundjukkan kalapnja gerpol Gestapu-PKI dan pendukung2 gelapnja didalam maupun diluar-negeri.

Pamflet itu menuduh Djendral Soeharto dan Djendral Nasution berangkulan dengan imperialis untuk memiskinkan rakjat! Pola-fitnah ini betul2 seragam dengan jang terdapat diluar-negeri, tegasnja jang dilantjarkan oleh Radio Peking dan Kantor-Berita Hsin Hua serta petualangan Djawoto cs.

Kita tidak heran, pola-fitnah dengan menepuk-dada dan mengetjapkan dirinja sebagai kampiun anti-nekolim serta memberi merk “agen­ imperialis” pada siapa sadja jang mendjadi musuhnja, adalah pola-fitnah lagu lama. Didjaman orde-lama, pola-fitnah itu pula jang mereka lantjarkan, menuduh Manikebu dan BPS sebagai agen-imperialis dan terima “uang-CIA”. Sekarang kredit2 jang kita terima dari negeri2 sahabat dibarat mereka sebut sebagai “kredit2 imperialis” untuk “membeli Indonesia”!

Bahwa Djendral Soeharto dan Djendral Nasution jang mendjadi sasaran ­utama mereka itu adalah lumrah. Karena Djendral Soeharto adalah pemimpin tertinggi badan eksekutif negara dan Djendral Nasution pemimpin tertinggi badan legislatif negara.

Mengadudomba ABRI dengan rakjat, adalah tjara jang tepat untuk menghantjurkan orde-baru, karena ABRI mereka sangka “the rulling class”, kasta jang berkuasa.

Akan tetapi salahkah mereka djika mengira bahwa dengan pola-fitnah seperti itu sanggup melakukan “come back”. Sebab rakjat sudah beladjar dari pengalaman, bahwa merk “Imperialis” itu tidak bisa dikenakan pada negara dan bangsa tertentu buat se-lama2nja setjara se-wenang2.

Agitasi propaganda Gestapu-PKI dan Orde Lama telah menggiring untuk membentji bangsa2 tertentu dengan merk “imperialis”. Sedang sifat imperialis itu hanja bisa dinilai dari sikap politik dan sepak-terdjang njata dari suatu negara terhadap chususnja Indonesia.

Dengan menilai sikap politik dan sepak-terdjang RRT sedjak peristiwa Gestapu 1965 sampai sekarang, rakjat menjadari bahwa RRT harus kita awasi dengan mata tjuriga.

Rakjat djuga sadar, bahwa kemiskinan rakjat sekarang ini adalah warisan dari orde-Bandrio-JMD-Karkam-Aslam dibawah dominasi politik Gestapu­ PKI-Aidit-Njoto, bukannja akibat dari datangnja kredit2 baru jang sedang kita atur sekarang untuk pembangunan.

Dan rakjatpun menjadari dari pengalaman, bahwa golongan Gestapu-PKI serta pendukung Orde-Lama jang membawa politik poros Djakarta-Peking jang membuat Indonesia terisolir dalam pertjaturan dunia dan hanja berkedudukan sebagai satelit RRT dalam politik, jang membawa keruntuhan ekonomi dibawah tangan Bandrio-JMD-Karkam-Aslam dengan gelar “ekonomi terpimpin” serta membawa keruntuhan achlak dengan tontonan kehidupan mesum JMD dan Istana jang berudjung pada “pesta bunga Lubang Buaja” jang mendjagal Djendral2 Pahlawan Revolusi pada 1 Oktober 1965, bukanlah se-kali2 golongan kampiun anti-nekolim, melainkan pengchianatan besar tanah-air jang tak ada bandingnja didunia ini.

Pendek kata: ketjap Orde-Lama sudah habis riwajatnja! (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (10/06/1967)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 522-523.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.