EDITORIAL: KONSOLIDASI ORMAS YANG MERISAUKAN
[1]
Jakarta, Media Indonesia
Dalam pidato menyambut Tahun Baru 1995 Presiden Soeharto menyinggung banyak hal. Dari berbagai kisah sukses sampai dengan tantangan yang mengganjal sepanjang tahun 1994. Salah satu yang menjadi kerisauan Kepala Negara dan tentu saja menjadi kerisauan kita semua adalah terganggunya konsolidasi Ormas. Sebut saja NU dan PDI sebagai organisasi yang di penghujung tahun 1994 menyita perhatian publik karena perpecahan yang tidak terselesaikan. Di PDI muncul DPP tandingan yang melakukan pelantikan DPD tandingan di Jawa Timur dan Jawa Barat. Lalu yang paling akhir muncul pengurus NU tandingan dari Abu Hassan untuk menggusur keabsahan pengurus NU pimpinan Abdurrahman Wahid. Kekuatan kekuatan tandingan berkibar karena merasa punya patron-patron yang sedang di atasangin. Kalau Pak Barto merasa gusar dengan konsolidasi Ormas yang tak pernah tuntas, kegusaran itu bukan hanya semata karena ada pertikaian di kalangan petinggi ormas itu sendiri. Kegusaran itu tidak karena di sana terjadi perdebatan dan pertikaian. Tetapi yang lebih memprihatinkan, tentu saja, karena para politisi dan tokoh-tokoh ormas mulai terjebak pada sikap mau menang sendiri, atau tidak mau menerima kekalahan secara jantan.
Lihat saja di PDI, mereka yang kini bertikai adalah mereka yang sepakat bersaing dalam forum yang namanya kongres. Akan tetapi ketika dikalahkan dalam forum yang resmi itu, mereka tidak rela. Lalu, mencari-cari alasan untuk menggugat keabsahan kongres. Hal sama terjadi pada NU. Dalam muktamar di Cipasung, Abu Hassan secara resmi menyatakan ikut dalam pertarungan melawan Gus Dur. Akan tetapi begitu kalah, lantas menyalahkan muktamar dengan berbagai macam argumen. Lalu membentuk NU tandingan. Dapat dibayangkan bagaimana kacaunya republik ini kalau para politisi dan tokoh-tokoh Ormas tidak punya budaya mengakui kekalahan. Anarki akan merajalela kalau yang menang dan yang kalah sama-sama ingin menjadi diktator.
Sumber: MEDIA INDONESIA (03/01/1995)
______________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 18-18.