EDITORIAL: MEMBINA KEHIDUPAN PARTAI (1)

EDITORIAL: MEMBINA KEHIDUPAN PARTAI (1) [1]

Djakarta, Angkatan Bersendjata

DEWASA ini DPRGR sedang sibuk menggodak rentjana UU Kepartaian ­Keormasan- Kekarjaan, disamping rentjana UU Pemilu dan UU Susunan MPRS-DPR-DPRD.

Tiga UU ini bagaimanapun djuga memang bersangkut-­paut satu sama lain djika penilaian kita didasarkan pada pembinaan kehidupan-­demokrasi-Pantjasila buat masa-depan.

Tidak disebar-luaskannja perbedaan2 pendapat dalam DPRGR mengenai ketiga rentjana UU itu kepada umum, barangkali dengan maksud untuk mentjegah supaja gerpol tidak menggunakannja sebagai bahan untuk menimbulkan “suasana sengketa” jang bisa ber-larut2 tak terkendalikan sehingga mengganggu ketenangan jg dipelukan sekarang, jakni periode permulaan kepemimpinan PD Presiden Djenderal Soeharto.

Namun tidaklah ini berarti pintu tertutup buat sumbangan2 pikiran orang diluar gedung DPRGR. Masalah 3 rentjana UU diatas adalah masalah rakjat, masalah nasional.

Karena itu kita ingin mengadjak semua pihak untuk membitjarakan masalah ini setjara tenang, keonstruktif, untuk membantu wakil2 rakjat dalam DPRGR tanpa menimbulkan situasi-konflik baru.

Kewaspadaan untuk mentjegah timbulnja situasi-konflik jang baru itu, kita perlukan bersama, agar supaja keputusan MPRS jang baru lalu untuk membantu lantjarnja pekerdjaan/Kabinet Ampera dan pimpinan PD. Presiden Djendral Soeharto, bisa kita laksanakan dengan sebaik2nja.

Peranan Apa Jang Kita Berikan Kepada Partai2 Politik Di Masa Depan?

Mungkin karna diilhami oleh sistim Pemerintah totaliter jang dilihatnja diluar Indonesia, Bung Karno selaku Presiden dulu sekembalinja dari kundjungan keberbagai negara sahabat ditahun 1957 mengutjapkan “Konsepsi Presiden” jg dikenal dengan ungkapannja: “Bubarkan partai2! Kubur sadja partai2 !” Suara extrim ini djelas bukan suara demokrat PKI sebagai pengikut adjaran-totaliterisme pada hakikatnja menjetudjuinja, dengan tekanan perlu adanja satu partai-pelopor, ialah PKI.

Untuk mentjapai itu, konsepsi-presiden Sukarno itu diamandir djadi “penjederhanaan partai”, mendjadi sepuluh partai.

Dengan segala djalan djumlah ini dikurangi, mula2 partai Murba dimatikan dan kemudian djika Gestapu/PKI berhasil pasti partai2 lain akan menjusul, ketjuali djika partai2 itu bersedia mendjadi begundal-PKI.

Disamping suara extrim-kiri “kubur partai2” diatas, belakangan setjara sajup2 mulai terdengar suara extrim-kanan, supaja kedudukan dan hak2 partai politik dikembalikan seperti semula djaman demokrasi-liberal, dimana proses politik ada dalam monopoli partai2 sadja, dan kekuatan2 masjarakat jang lain, misalnja Golkar-bersendjata harus dikembalikan kedalam “tangsi”, tidak perlu ikut-serta dalam politik.

Djauh sebelum sidang-istimewa MPRS 1967, Djendral Soeharto selaku Menutama Hankam dalam suatu kesempatan menegaskan bahwa “Partai­ politik” tetap diperlukan dalam alam Demokrasi Pantjasila orde-baru !. Tetapi apakah kehidupan partai2 sudah tak ada tjelanja selama ini ?

Djika kita djudjur, kita akan mengakui bahwa kehidupan kepartaian kita selama ini masih kurang sehat. Perdjuangan kepartaian untuk mengganti kabinet dan perdjuangan dalam pemilihan umum tahun 1955 menundjukkan betapa kurang sehatnja kehidupan kepartaian kita itu.

Perdjuangan jang hendaknja didasarkan kepada perbedaan2 pandangan politik masing2 partai mengenai masa depan negara dan rakjat.

Kenjataannja seringkali berubah mendjadi perdjuangan berdasar beleid politik dan kelemahan2 jang sudah lewat, jg dipergunakan oleh masing2 partai untuk saling mengtajam ! lebih buruk lagi, perdjuangan jang hendaknja berdasar prinsip2 politik, ternjata berubah mendjadi perdjuangan kepartaian jang menjangkut “men, not measures” (menjangkut pribadi orang, pribadi pemimpin partai masing2 bukan menjangkut prinsip2 politik partainja), mendjadi perdjuangan saling melemparkan lumpur dan kotoran antara partai2 dan pemimpin2nja.

Pertikaian partai jang sedemikian ini mendjadi gelap buat rakjat biasa, bahkan timbullah bahaja, bahwa banjak orang akan mendjadi bentji pada politik ! Dan ini bertentangan dengan fungsi partai politik jang dalam kedudukannja sebagai alat demokrasi diharapkan bertugas mendjadi penjalur dan pembina suara ­rakjat! (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENJATA (07/04/1967)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 486-488.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.