EDITORIAL: PEMILU BUKAN UNTUK BEBAS PILIH ORBA ATAU ORLA!

EDITORIAL: PEMILU BUKAN UNTUK BEBAS PILIH ORBA ATAU ORLA! [1]

Djakarta, Angkatan Bersenjata

Presiden Djenderal Soeharto tanggal 11 Mei jang lalu menegaskan sekali lagi, Pemilu tetap akan dilaksanakan oleh Pemerintah.

Tepat atau tidak pada waktunja Pemilu bisa dilaksanakan tergantung banjak kepada masalah teknis jang dalam hal ini hendak dikembalikan lagi penentuannja kepada rakjat (MPRS).

UU-nja jang seharusnja menurut rentjana selesai bulan Desember jang lalu, hingga kini ternjata belum rampung.

Belum pula didapat kata sepakat sistim apa jang hendak dipakai, Single Member district sebagai ba­sis (scrutin d’ arrondissment), atau proportional representation, agar dapat djuga memberi kesempatan dan tempat bagi golongan2 ketjil/minoritas. Atau “semtindeliste”, jaitu beberapa members dari distrik jang lebih besar.

Siapa2 boleh ditjalonkan, dan bagaimana prosedurnja (Nominasi). Nominasi bisa partisan (dukungan partai) atau non-partisan (independen). Dan apalah djumlah anggota ABRI boleh dipilih.

Sistim2 ini baru ditjari dan dibitjarakan semasak2nja, mana jang sekira lebih praktis, ekonomis dan tjotjok buat kita. Djuga ada pertanjaan, apakah satu warga negara jang qualified hanya mempunjai satu vote, ataukah djuga boleh dua atau tiga votes, seperti sistem three-member-district, jang misalnja bisa memilih dua atau tiga kandidat, jang barangkali sama2 populer clan qualified dimata pemilihnja.

Bagaimana pula kwalifikasinja, warganegara termasuk warganegara keturunan asing, dari umur berapa sampai berapa boleh berhak memilih, 18 tahun, 19 tahun atau 21 tahun seperti di Perantjis dan Kanada, 19 di Alaska dan 20 di Hawaii, demikianpun kemampuan untuk memilih (ability to vote), misalnja jang sudah bebas buta huruf, atau SD 3 tahun ke atas, atau biar sadja buta huruf boleh djuga boleh memilih.

Hal ini perlu pula difikirkan, agar djangan sampai mereka jang kurang mengerti makna pemilu ini hanja akan mendjadi giringan kambing belaka.

Sesudah ini, kemudian sistem registrasi (registration of voters), jaitu sistem identifikasi dari orang2 jang sjah untuk memilih, sebab selain hal2 tersebut diatas masih ada jang lebih penting lagi, adakah diantaranja nanti mereka2 jang ada indikasi terlibat langsung atau tidak langsung dalam gerakan Gestapu-PKI-Orla jang tak diperkenankan mempunjai hak pilih dan dipilih.

Adakah sudah untuk registrasi pemilih jang akan memakan waktu tidak sedikit ini nanti formulir2 tersedia. Dalam praktek pentjatatan ini, adalah pekerdjaan seperti sensus sadja.

Formulir2 ini dan untuk memilih harus ditjetak dulu. Sanggupkah pertjetakan2 jang hanja satu dua tersedia ini, menjelesaikannja tjepat dan tepat pada waktunja. Dan darimana biajanja harus diambil dan berapa.

Adakah pula pemikiran tentang poll (or head) taxes (iuran atau padjak pemilu), hingga pemilu jang pasti akan menelan biaja besar nanti tidak usah merusak penanggulangan inflasi jang kini sedang dengan serious diusahakan oleh Pemerintah dengan politik-keuangan-ketat, melainkan kalau Pemerintah memang sudah memikirkan dan menjediakan biaja jang besar itu.

Kemudian masih pula perlu diadakan sematjam “regulation of campaign practices” (peraturan praktek2 berkampanje), dan atau “anti corrupt practices Act” (peraturan anti praktek2 korup ) jaitu suatu hukum untuk mendjamin integritas proses pemilu, agar tidak ada ketjurangan2 pemilih2 bajaran dua­ tiga kali memasukan ballots, ballot-box-stuffers (mbunteti), dan kekerasan2 seperti menghalang-halangi mentjulik, membunuh dan lain2 praktek kotor seperti, pedukunan-klenik, jang tidak sesuai dengan maksudnja.

Sebab pemilu jang dimaksud sebagai peaceful persuasion (adjakan dengan tjara menjadarkan) dengan expresi “ballots vs bullots” (surat suara lawan peluru) mendjadi malahan geseh/lain prakteknja jang bertentangan.

Perlunja persiapan-persiapan berdasarkan pola pembinaan Orde-baru ini jang lebih masak, tidaklah harus diartikan itikad kurang baik untuk sengadja menunda2 pemilu. Pemerintah sendiri lepas daripada masalah teknis itu, merasa wadjib melaksanakan pemilu pada waktunja, melainkan apa-bila MPRS berpendapat lain.

Dari Djateng dewasa ini telah mulai terasa “gemrengseng” (hanhat)nja kampanje pemilu demikianpun paling ”brisik” terdengarnja tuntutan2 pemilu, mereka menghendaki dilangsungkannja pemilu tepat pada waktunja sesuai dengan ketetapan siang Umum MPRS (atau kalau bisa malahan lebih tjepat lebih baik) dengan kurang memperdulikan masalah persiapan.

Sedang dilain fihak sepeti suara jang telah keluar dari kesimpulan panel-diseussion di Jogja tanggal 5-6 mei jang lalu, Pemilu tak usah tergesa2 kalau persiapannja nanti belum selesai dan UU Kepartaian dan lain2 sebagainja belum selesai disusun dan disjahkan.

Selain itu djuga dirasakan benar adalah kegiatan2 dibawah tanah dari gerpol2 Gestapu/PKI Orla jang terarah, untuk ikut serta nimbrung dlam kampanje pemilu jang akan datang dengan issue pokok BK, seperti telah terungkap dari hasil penggrojokan terhadap pedukunan2 kelnik MBAH SURO, SEMORO HERUTKOKRO, EJANG SENO dan lain2 sebagainja.

Hal ini pagi2 seharusnja sudah bisa ditjegah dengan UU Pemilu, registrasi pemilih, kwalifikasi, peraturan berkampanje maupun peraturan2 anti praktek2 korup, seperti telah disinggung diatas.

Perlu kiranja di-ingatkan kembali bahwa pemilu ini pada mulanja adalah tuntutan Orba pada waktu kebangkitannja, untuk menimbangkan Orla setjara konstitusionil dan menjingkirkan “wakil rakjat Orla” jang masih duduk dalam Lembaga Negara seperti MPRS-DPR GR dan lain2 sebagainja.

Sementara itu Orla dan “wakil2nja dalam Lembaga tersebut sebagian besar telah dapat diturunkan djauh sebelum pemilu jaitu pada Sidang Istimewa MPRS jang lalu.

Dengan demikian sasaran selandjutnja dalam pemilu jang akan datang adalah harus mendjamin kemenangan kekuatan2 dan tjita2 Orde hasil arsitektur Orla Baru, dengan antara lain merombak sistim ketata-negaraan hasil arsitektur Orla jang tidak demokratis itu, dan disesuaikan pragmatis dengan living realities dewasa ini, dengan mengambil peladjaran dari pengalaman2 pahit tetapi berguna dari sedjarah perdjoangan bangsa sendiri.

Pemilu jang akan datang dus bukanlah semata2 pendjadjagan pendapat rakjat untuk bebas memilih Orba atau kembali kepada rezim Orla Gestapu-PKI dengan segala penjelewengannja terhadap UUD 45 dan sosial ekonomi maupun moral. Bukan pula setjara “demokratis” membuka peluang kepada kekuatan2 Orla untuk come back. sebab Orla pada waktu inipun belum melepaskan sama sekali harapannja untuk come back, bahkan bisa dengan psywarnja ia optimismenja masih besar. Ia kini mentjurahkan segala akal dajanja untuk merebut kembali singasananja jang masih dianggapnja sebagai milik pribadi.

Sementara itu kekuatan2 Orba sendiri belum nampak ada kesatuan pola pemikiran dan strategi perdjoangan, melainkan malahan ada gedjala2 negatif usreg2an dan tjakar mentjakar, karena kepentingan golongan. (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENJATA (23/05/1967)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 510-513.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.