EDITORIAL: PERJUANGAN GNB DI PBB
Jakarta, Media Indonesia
Sebagai pembicara pertama dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-47, Presiden Soeharto selaku Ketua Gerakan Non Blok (GNB) menegaskan sikap organisasi antar bangsa berdaulat yang dipimpinnya itu terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terutama menyangkut relevansi kekiniannya. Sikap tersebut sebagaimana telah dirumuskan dalam “Pesan Jakarta”, hasil KTT-GNB awal bulan ini.
Pokok masalah yang dikemukakan selain keanggotaan dan komposisi Dewan Keamanan (DK), termasuk hak veto, juga mengenai masalah yang dihadapi perekonomian negara berkembang dan demokratisasi dalam organisasi multilateral tersebut. Semua itu bertujuan untuk terciptanya satu tatanan dunia baru yang bebas dari perang, kemiskinan dan ketidakadilan.
Penegasan tersebut bersimpul pada tekad perjuangan, GNB di PBB yang tidak lagi cukup bersikap sebagai penonton. Negara-negara GNB yang berdaulat menuntut peran aktif dengan hak dari kedudukan yang sebanding dengan pihak-pihak lain dalam menentukan percaturan dunia baik di bidang politik, ekonomi dan sosial.
Untuk itu, perjuangan GNB yang terpenting ialah, melalui PBB berusaha memperbaiki semua sistem politik, ekonomi dan sosial antara negara maju dan negara berkembang sehingga tercipta satu sistem yang adil dalam segala dimensinya. Hal ini karena bagi negara-negara GNB, satu tatanan dunia baru hanya akan tangguh dan dapat diterima oleh semuanya bila didirikan di atas dasar pengakuan bahwa PBB merupakan unsur pokok dan kerangka universalnya sepenuhnya berakar pada prinsipprinsip dasar Piagam PBB.
Permasalahan sebenarnya tampak hanya soal penafsiran. Piagam tersebut dikaitkan dengan tuntutan realitas kekinian .Bahwa sepanjang 47 tahun usia PBB, dunia telah berubah secara mendasar di mana perang bukan lagi menyangkut aspek militer semata. Masalah-masalah ekonomi dan sosial, juga memiliki pengaruh yang sama besarnya terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Dengan permasalahan sedemikian, sebagai satu koalisi politik yang mencakup lebih banyak negara berdaulat dari kelompok manapun dalam sejarah, perjuangan GNB dengan jumlah anggota mayoritas di PBB, jelas memiliki peluang untuk berhasil. Karena itu, selain good-will dari pihak-pihak yang selama ini telah mencapai tingkat dominasi dalam proses pengambilan keputusan PBB perlu ditumbuhkan untuk memahami, mengerti dan mendukung misi perjuangan GNB, kekuatan jumlah anggota GNB di PBB juga bisa diefektifkan sebagai pembanding bagi kekuatan-kekuatan dominan tersebut.
Itu berarti demokratisasi lembaga multilateral itu, sebagai dasar proses terwujudnya semua sasaran perjuangan GNB, akan bisa diwujudkanjustru dengan kesatuan sikap GNG di forum PBB-dalam setiap kesempatan dan permasalahan. Karena, bagaimana pun juga posisi tawar menawar (bargaining position) GNB dengan kemayoritasan anggotanya di PBB, dengan demikian bisa dijadikan jajan bagi pencapaian tujuan bersama GNB.
Artinya, memang perlu waktu dan banyak usaha untuk mewujudkan jutaan perjuangan GNB. Karena itu usaha memberikan pengertian pada pihak-pihak di luar GNB hingga akhirnya bisa memahami dan mendukungnya merupakan kerja terpenting dalam masa sesingkat mungkin-setidaknya, selama masa kepemimpinan Indonesia di GNB.
Untuk tahapan usaha dimaksud, langkah Presiden Soeharto dalam Sidang Majelis Umum PBB kali ini menjadi sangat penting. Terutama dengan integritas pribadinya di kalangan negarawan-negarawan dunia yang cukup baik, sehingga usahanya untuk memberikan pengertian seperti itu bisa diharapkan akan mencapai hasil yang baik pula. Dan ini, dapat dijadikan dasar bagi pencapaian tujuan tahap-tahap perjuangan GNB selanjutnya.
Sumber : MEDIA INDONESIA (25/09/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 269-271.