Editorial: PRESIDEN TINGGALKAN AS
Jakarta, Media Indonesia
Banyak catatan emas yang bisa digoreskan, selama lima hari kunjungan kerja Presiden Soeharto di Amerika Serikat. Kemarin negara adijaya itu sudah ditinggalkan, tetapi gaung Indonesia yang disampaikan Pak Harto, baik ketika berpidato dalam sidang Majelis Umum PBB, maupun dalam pertemuan-pertemuan beliau dengan berbagai negarawan dunia, jelas masih bergema.
Pidato Presiden sebagai Ketua Gerakan Non Blok di MU-PBB yang diucapkan dengan datar dan dalam bahasa Indonesia, dinilai semua pihak sebagai pidato yang brilian. Punya motivasi jelas membedah kompleksitas globalisasi, tanpa memojokkan negara mana pun. Realitas yang ada secara jujur dijadikan dasar proyeksi masa depan bagi semua negara.
Suatu hal yang paling menarik adalah pidato Pak Harto ketika berhadapan dengan sekitar 400 pengusaha besar Amerika di New York. Tanpa ragu, Presiden menyampaikan undangan kepada para pengusaha Amerika itu untuk menjadi mitra usaha Indonesia. Sambutan begitu antusias, karena seperti dikatakan Presiden, “Peluang ini terlalu langka dan terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.”
Sebagai jaminan kemungkinan dan keselamatan usaha di Indonesia, Pak Harto antara lain menyebutkan adanya kebijakan sistem devisa bebas yang telah dilaksanakan secara konsisten lebih dari dua dasawarsa.
Terkait dengan semua ini, Presiden dengan tegas menyampaikan tekad Indonesia untuk ambil bagian dan menjacti pemain aktif dalam arena perdagangan dan percaturan ekonomi internasional.
Undangan, jaminan dan pernyataan tekad yang disampaikan Presiden selama berada di AS, mengandung makna dan konsekuensi tersendiri.
Mengundang pengusaha Amerika memang bukan hal baru. Cukup banyak dolar AS tertanam di sini dan AS termasuk dalam lima besar yang menginves modalnya di Republik ini.
Mengapa sampai Presiden merasa perlu menyampaikan undangan lagi, sekaligus memberi jaminan? Inilah sebenamya yang mestinya dijadikan cubitan bagi semua aparat pemerintah yang selama ini bergerak di sektor ekuin.
Mengundang investor asing, jelas tidak hanya menyangkut BKPM dengan segala jenis persyaratan dan kemudahan yang disediakannya, tetapi juga melibatkan sekian banyak lembaga dan institusi. Hal ini pun tidak pula terlepas dari mental pejabat, yang tercermin dengan masih seringnya terjadi “permainan” tender atau korupsi di sana-sini.
Artinya? stabilitas politik meskipun merupakan syarat mutlak bagi usaha mengembangkan investasi asing, namun belurn dapat dijadikan jaminan bagi mengalirnya modal luar negeri tertanam di sini. Pengalaman tentunya menjadi pelajaran yang sangat berarti, betapa sinkronisasi dan koordinasi yang timpang disana-sini antar instansi, selain masalah ambisi kornisi individual atau kelompok selalu menyurutkan langkah para investor asing menuju Indonesia, apalagi negara-negara lain pun membuka peluang lebih menguntungkan dengan pangsa pasar Jebih besar pula.
Dengan demikian ulangan undangan yang disampaikan Pak Harto selama berada di New York, mempunyai konsekuensi program bagi semua pihak, termasuk para wakil rakyat yang akan dilantik 1 Oktober mendatang, yakni orang-orang yang menggodok semua RUU, sebelum diundangkan.
Terlekat harapan baru di benak kita tentang di mana kelak posisi Indonesia berada di percaturan internasional, setelah Pak Harto memerankan secara-arif kenegarawanannya selama berada di AS dan tentunya kian melembaga dalam kunjungan di Jepang yang dimulainya sejak kemarin.
Sumber : MEDIA INDONESIA (28/09/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 327-328.