Sidoarjo, 31 Juli 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Tempat
ENAK DIAJAK DIALOG [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Bapak Soeharto yang terhormat, sebelumnya saya minta maaf karena lancang menulis surat kepada Bapak. Sebenarnya sudah sejak lama saya hendak menulis surat kepada Bapak, semenjak Bapak menjabat sebagai Presiden RI. Tapi keberanian itu tak kunjung datang. Baru sekarang saya ungkapkan. Sebelum saya mulai saya ingin menanyakan keadaan Bapak akhir – akhir ini, apa sehat -sehat saja? Semoga Bapak selalu dilindungi oleh Allah Yang Maha Esa, amiin dan Bapak selalu diberi kekuatan Iman.
Bapak Soeharto yang terhormat, saya adalah salah satu penggemar Bapak yang tersembunyi di antara penggemar – penggemar Bapak yang lain, saya tidak berani berkomentar apa – apa karena saya rakyat kecil, saya berontak kalau mendengar nama Bapak di jelek – jelekkan tapi saya tidak berani teriak – teriak karena saya tidak punya pendukung. Saya tidak senang perjuangan Bapak selama 32 tahun dihapus begitu saja, walaupun Bapak ada kesalahan tapi mereka tidak pantas menjelek – jelekkan Bapak. Saya tidak senang pada saat ini, semua reformasi, semua unjuk rasa, gara -gara itu semua kami rakyat kecil bingung, kami sekarang tidak bisa beli apa-apa kecuali beli sembako, pemikiran kami rakyat kecil sekarang yang penting kami bisa makan dan bisa hidup. Saya isteri seorang guru (Peg. Negeri) yang mana gaji satu bulan cukup untuk beli sembako tidak sampai satu bulan, lah wong semua kebutuhan naik, Pak.
Rinso yang dulu Rp 3.500,00 naik Rp 6.500,00 sekarang Rp 10.000,00; sabun Nuvo yang dulu Rp 175,00 naik Rp 480,00 sekarang Rp 1.250,00 dan lain – lainnya, biasa kebutuhan Rp 50.000,00 sekarang tidak bisa Pak. Belum biaya anak-anak sekolah dan keperluan lainnya, bingung saya Pak. Apalagi sekarang uang pemasukan guru tidak ada, seperti murid – murid baru yang baru masuk, ada bimbingan atau pengarahan biasanya dapat Rp 25.000,00 sekarang tidak ada uang gedung dll. Tahun ini juga tidak ada jatah untuk anak guru, jadi sekarang penghasilannya pas – pasan, susah.
Saya biasanya membantu suami dengan menjual baju-baju secara kredit tapi sekarang semua bahan naik harga kaos yang tipis dulu bisa Rp 5.000,00 sekarang Rp 10.000,00 dan lagi orang – orang sekarang uangnya lebih baik dibelikan sembako, jadi sekarang saya nganggur. Semua ini gara-gara reformasi sampai saya bingung mengolah uang belanja, maaf ya Pak. Saya mengeluh ini pada Bapak, sebab saya tahu Bapak orang bijak, Bapak selalu enak untuk diajak bicara, Bapak selalu punya gagasan dan pasti punya jawaban. Saya ingin sekali nasihat dari Bapak, bagaimana caranya agar saya menghadapi kemelut ini dengan tenang.
Bapak Soeharto yang terhormat, saya kangen melihat wajah di TV atau mendengar Bapak wawancara pada rakyat Bapak selalu bisa menjawab setiap pertanyaan dengan permasalahan apa saja dengan tenang dan senyum khasnya, saya tidak bisa panjang lebar nanti Bapak bosan membaca surat ini, saya rasa cukup sekian saja surat saya, apabila ada kata – kata saya yang salah sebelumnya saya minta maaf atas dibacanya dan mudah – mudahan Bapak sudi membalas surat saya ini sebelum dan sesudahnya saya menghaturkan terima kasih banyak. (DTS)
Wassalam
Sungkem saya,
Dyah Purnamasari Sidoarjo
Salam untuk putra-putri Bapak
Semoga Bapak selalu dalam lingkungannya,
amiin.
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 343-344. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.