FKP DPR: PEJABAT AGAR UNDURKAN DIRI JIKA INSTANSINYA CEMAR

FKP DPR: PEJABAT AGAR UNDURKAN DIRI JIKA INSTANSINYA CEMAR

 

 

Jakarta, Antara

Wakil Sekretaris FKP Drs. H. Bomer Pasaribu, SH menyarankan agar pejabat ikhlas mengundurkan diri jika ternyata dalam lingkungan tanggungjawabnya terdapat tindakan yang mencemarkan nama instansi, merusak citra jabatan atau merongrong nama baik Pemerintah atau instansi tersebut.

“Keikhlasan itu merupakan salah satu unsur tradisi baru keteladanan modern yang diharapkan dapat meningkatkan momentum penumpasan korupsi yang kini gencar dilaksanakan sesuai dengan penegasan Presiden Soeharto belum lama ini,” kata Bomer Pasaribu kepada ANTARA di Jakarta Selasa.

Bomer Pasaribu, yang juga Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) itu ketika diminta tanggapannya atas pernyataan Mendagri Rudini tentang korupsi, berpendapat bahwa kesediaan pejabat untuk mengumumkan kekayaannya ketika ia dilantik, patut mendapat sambutan hangat semua pihak.

Mendagri Rudini, Sabtu lalu, mengatakan bahwa pejabat harus tidak tercela agar ia dapat menghukum koruptor. Selain itu, Rudini juga setuju jika kekayaan pejabat diumumkan ketika ia dilantik, agar masyarakat mudah mengawasi perkembangan kekayaan pejabat itu.

Bomer Pasaribu mengatakan, selain mengenai kekayaannya, pejabat yang dilantik hendaknya juga ikhlas untuk mengumumkan besamya pajak yang ia bayar.

Selain itu, lanjutnya, pejabat tersebut hendaknya juga ikhlas untuk mengumumkan besarnya gaji dan tunjangan yang ia terima setiap bulannya serta ikhlas untuk diawasi dan dikritik setiap saat.

 

Dapat Dimulai

Menurut pakar hukum dan ekonomi itu, pembudayaan tradisi baru keteladanan modern itu dapat segera dimulai tanpa harus menunggu dikeluarkannya peraturan perundang-undangan tentang hal itu.

“Pembudayaan tersebut dapat saja dipelopori oleh setiap instansi di lingkungan masing-masing sebagai bagian aktif dalam pengisian momentum besar untuk memberantas korupsi saat ini,” ujar Bomer.

Menurut dia, adalah wajar jika setiap pejabat yang menemukan tindak pidana korupsi, penyelewengan, atau komersialisasi jabatan di instansinya mengambil prakarsa untuk mengungkapkan penyelewengan-penyelewengan itu.

“Pejabat yang berwenang seharusnya mengungkapkan tindakan yang telah diambilnya, baik itu berupa sanksi disiplin maupun sanksi hukum. Jadi bukan malah menutup-tutupi atau menyelesaikannya di bawah tangan,” kata Bomer Pasaribu tandas.

 

 

Sumber : ANTARA (17/10/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 547-548.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.