GAJI PRESIDEN RP. 3 JUTA, WAKIL PRESIDEN RP. 2 JUTA

GAJI PRESIDEN RP. 3 JUTA, WAKIL PRESIDEN RP. 2 JUTA

Gaji Presiden meningkat menjadi Rp. 3 juta dan Wakil Presiden Rp. 2 juta setiap bulannya berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 11 tahun 1979 mengenai tunjangan jabatan bagi pejabat negara tertentu.

Demikian pula penghasilan para Menteri, Ketua dan Wakil Ketua DPR/MPR, DPA, Mahkamah Agung, anggota DPR, DPA, para Gubernur dan Bupati karena berdasarkan Kepres no.11 tahun 1979 itu, tunjangan jabatannya dinaikkan menjadi 100 prosen dari gaji pokok sebulan.

Semula, tunjangan jabatan 60 persen dari gaji pokok sebulan. Dengan demikian tunjangan jabatan para pejabat negara tersebut mengalami kenaikan 40 persen.

Dalam Kepres No.11 tahun 1979 tertanggal 26 Maret menyebutkan, tunjangan jabatan bagi Presiden, Wakil Presiden, Ketua Lembaga Tinggi Negara, Menteri Negara, Wakil Ketua Lembaga Tinggi Negara termasuk Wakil Ketua MPR yang tidak merangkap Wakil-Wakil Ketua DPR dan Ketua Mahkamah Agung dinaikkan menjadi 100 prosen dari gaji pokok sebulan.

Demikian pula bagi anggota Lembaga Tinggi Negara, Kepala Daerah Tingkat I dan Wakil Daerah Tingkat I, Kepala Daerah Tingkat II dan Wakil Kepala Daerah Tingkat II, tunjangan jabatannya dinaikkan menjadi 100 prosen dari gaji pokok sebulan.

Tak Membangun

Menanggapi Kepres No.11 tersebut, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di DPR, Sabam Sirait menyatakan bahwa bagi DPR yang penting sebetulnya bukan kenaikan gaji anggota, tetapi kenaikan anggaran untuk bergerak melaksanakan tugasnya sehingga apabila ada suatu kasus atau masalah di daerah, anggota DPR dapat segera bergerak. Tidak seperti sekarang ini harus menunggu reses, yang mengakibatkan DPR sering lamban dalam ikut menangani persoalan.

Persoalannya menurut Sabam kenaikan tunjangan sebesar 100 prosen itu apakah akan membangun suasana pyschologis yang baik bagi keseluruhan pegawai negeri dan membantu peningkatan pendapatan masyarakat.

“Saya tidak melihat Kepres No.11 tersebut tidak membangun suasana psyschologis yang demikian itu”, tegasnya.

Dikatakan dia sangat mengharapkan segera dikeluarkan Kepres untuk menghilangkan suasana psychologis yang tidak baik akibat Kepres No.11 tahun 1979 dengan menaikkan gaji pegawai negeri pada umumnya agar dapat mengimbangi kenaikan harga setelah Kenop-15, kenaikan BBM dan kenaikan tarip angkutan.

Menurut pendapatnya, Kepres no.11 tahun 1979 yang menaikkan tunjangan jabatan hanya bagi pejabat-pejabat negara bisa menimbulkan masalah yang kurang baik di kalangan pegawai negeri.

Tidak Cocok

Sedang Ketua Komisi VII DPR, Sudarmaji menyatakan, walaupun dia ikut menikmati Kepres No.11 tahun 1979 itu, tapi menurut penilaiannya, Kepres itu tidak cocok dengan delapan jalur pemerataan, disamping tidak cocok dengan pedoman upah buruh/pegawai di Indonesia satu dibanding 20, penghasilan/gaji minimum 1 dibanding gaji maksimum 20.

Amin Iskandar, Pimpinan Fraksi Partai Persatuan (FPP) di DPR mengatakan, oleh yang bersangkutan Kepres No.11 tentu disambut gembira karena hal itu sesuai dengan keadaan atau beban yang harus ditanggung yang memang perlu disesuaikan.

Namun demikian Amin Iskandar percaya, kalau pemerintah sudah membuka hatinya untuk menaikkan penghasilan pejabat-pejabat negara, maka dalam waktu singkat akan mengadakan penyesuaian selanjutnya. Bukan saja pegawai negeri, tapi juga bagi para karyawan perusahaan negara dan swasta. (DTS)

Jakarta, Merdeka

Sumber: MERDEKA (16/04/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 57-59.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.