GINANDJAR: AMAN, PELAKSANAAN APBN 1994-1995 [1]
Jakarta, Antara
Pelaksanaan undang-undang APBN tahun 1994-1995 menunjukkan perkembangan yang cukup baik, jika ditinjau dari segi penerimaan pajak dan ekspor migas serta pengeluaran.
“APBN 1994-1995 cukup aman,” kata Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Ginandjar Karta sasmita kepada pers setelah melapor kepada Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta, Selasa, tentang persiapan penyusunan RAPBN tahun 1995-1996.
Ginandjar menyebutkan dalam pertemuan dengan Kepala Negara itu belum dibicarakan perkiraan angka-angka yang akan tercantum pada RAPBN tahun mendatang karena masih harus diramalkan dahulu penerimaan pajak dan rnigas.
Ketika mengantarkan Nota Keuangan tahun anggaran 1994-1995 di Jakarta bulan Januari, Kepala Negara menyebutkan APBN tahun ini Rp69,949 triliun, naik 11,9 persen dibanding tahun anggaran 1993-1994. Harga minyak yang dijadikan patokan penerirnaan negara pada tahun anggaran ini adalah 16dolar AS/barel. Ginandjar, mantan Menteri Pertambangan dan Energi, mengemukakan penerimaan negara dari sektor migas cukup baik karena harga minyak membaik, sekalipun pada saat-saat tertentu mengalami penurunan.
“Kita tidak ingin menetapkan harga patokan yang terlalu tinggi ataupun sebaliknya terlalu rendah,”katanya.
Jika harga minyak ditetapkan terlalu tinggi dan kemudian ternyata pendapatan pemerintah tidak setinggi target maka pembangunan beberapa proyek bisa dijadwalkan kembali.
“Jangan coba-coba memancing,” kata Ginandjar sambil tertawa-tawa ketika ditanya wartawan apakah harga minyak pada RAPBN 1995-1996 akan lebih tinggi atau lebih rendah dari harga 16 dolar sekarang ini.
Sinkronisasi
Ketika menjelaskan laporannya kepada Kepala Negara tentang penyusunan RAPBN mendatang, Ginandjar menyebutkan sasaran utamanya adalah semakin sinkronnya/selaras antara proyek pusat/sektoral dengan kegiatan regional/daerah.
“Masih ada keluhan dari daerah bahwa proyek sektoral dibuat tanpa melibatkan daerah,” katanya.
Untuk mencegah terulangnya kejadian-kejadian ini, maka setiap proyek harus secarajelas-jelas berkaitan dengan target Repelita VI. DIP harus menunjukkan keterkaitan yangjelas dengan Repelita VI, katanya.
Ia mengatakan pula sinkronisasi itu tidak akan mengakibatkan penjadwalan kembali proyek-proyek lama yang sedang dibangun.
Khusus mengenai peranan BUMN, ia mengatakan idealnya perencanaan kegiatan semua BUMN juga mengacu pada repelita. Sinkronisasi itu sampai sekarang memang belum diterapkan antara Bappenas yang melakukan perencanaan makro dengan BUMN yang bergerak secara mikro.(T/Eu02/B/DN08/ 8/ll/9415:04/ru2)
Sumber: ANTARA(OS /11/1994)
________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 414-415.