GUBERNUR BI TTG PINJAMAN RI KEPADA BANK DUNIA
Jakarta, Antara
Pinjaman Bank Dunia kepada Indonesia yang sudah disetujui sampai Juni 1987 berjumlah 11,1 miliar dolar AS, terdiri 10,1 miliar dolar pinjaman biasa dan 931 juta dolar pinjaman sangat lunak melalui Badan Pembangunan Internasional (IDA), kata Gubemur Bank Indonesia Dr Arifin M. Siregar.
Setelah bersama Menteri Keuangan Radius Prawiro melapor kepada Presiden Soeharto mengenai hasil sidang tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter lnternasional (IMF) di Washington, Arifin Siregar hari Kamis di Jakarta menjelaskan, dari jumlah 11,1 miliar dolar itu telah digunakan 6,2 miliar dolar.
Dari yang sudah digunakan itu sebagian sudah dibayar kembali, sehingga sisa hutang yang sudah kita gunakan tinggal 4,9 miliar dolar AS, ujar Siregar di Bina Graha, Jakarta.
Dari Bank Pembangunan Asia (ADB), Indonesia juga memperoleh pinjaman yang sampai Juni 1987 jumlahnya 3,4 miliar dolar AS, namun baru 1,1 miliar dolar AS yang digunakan. Dari yang sudah digunakan itu sebagian telah dibayar kembali, sehingga sisa hutang yang sudah digunakan kini tinggal 989 juta dolar AS, katanya.
Arifin Siregar mengatakan, total hutang luar negeri Indonesia yang telah terlaksana berjumlah 34 miliar dolar AS, di antaranya 75 sampai 80 persen berupa pinjaman Iunak (soft loan) dan sisanya berupa pinjaman komersial (commercial-loan).
Gubemur Bl mengatakan, bagi Indonesia tidak begitu sulit untuk memperoleh tambahan pinjaman luar negeri, baik dari Bank Dunia maupun lembaga keuangan internasional lain." ltu antara lain berkat kebijaksanaan kita selama ini dalam mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi".
Ia mengungkapkan, dalam pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan pihak Indonesia dengan lembaga-lembaga keuangan internasional, umumnya mereka memuji Pemerintah Indonesia atas langkah yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi." Mereka umumnya mengharapkan agar langkah penyesuaian itu terus dilanjutkan dalam menghadapi keadaan mendatang yang kadang-kadang sulit diramalkan," Sidang tahunan Bank Dunia dan IMF itu antara lain membicarakan perkembangan ekonomi dunia, di mana mereka mencatat adanya perkembangan menggembirakan, terutama dengan turunnya laju inflasi di negara-negara industri serta timbulnya rencana menyeimbangkan kurs mata uang penting di dunia.
Dibalik itu masih ada beberapa hal yang memprihatinkan, antara lain masih tingginya tingkat pengangguran di negara-negara industri maupun berkembang, adanya defisit neraca pembayaran di AS dan adanya surplus neraca perdagangan di Jepang dan Jerman Barat.
"Keadaan memprihatinkan seperti defisit besar di Amerika mendorong negara itu meningkatkan sentimen proteksionisme," kata Gubemur BI. Dalam sidang di Washington itu, negara-negara berkembang mengharapkan peningkatan bantuan dari lembaga-lembaga multilateral seperti Bank Dunia atau IMF. Namun untuk itu diperlukan penambahan modal bagi Bank Dunia atau IMF.
“Untuk Bank Dunia, sudah ada kesepakatan untuk meningkatkan modalnya antara 50 sampai 100 persen, namun untuk IMF belum ditetapkan karena Amerika Serikat belum menyetujui penambahan konstribusi negara itu kepada dana tersebut.”
Sumber: ANTARA (08/10/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 552-553