HADISUBENO: “LEBlH BAIK KALAH, DARIPADA…..

HADISUBENO: “LEBlH BAIK KALAH, DARIPADA…..[1]

 

Bandung, Sinar Harapan

“Saja mohon doa sama Tuhan JME lebih baik PNI dikalahkan sadja dalam Pemilu jad. daripada Indonesia djadi katjau seperti Pakistan” demikian ditegaskan Ket. Umum Hadisubeno Sabtu malam jl didepan keseluruhan peserta “Commanders Call” PNI di Tjiumbuleuit Bandung.

Tidak perlu PNI di-daerah2 melakukan kampanje, apalagi rapat2, demikian ditegaskan Hadisubeno kepada seluruh pimpinan2 Daerah PNI se-Indonesia dan keseluruhan pimpinan tingkat pusat dari ormas2 pendukung PNI.

“Tunggu Komando saja “kata Hadisubeno” tidak perlu melakukan reaksi2 atas perlakuan2 jang tidak adil terhadap massa PNI, semua mawas diri, Tuhan pasti mengetahui siapa jang benar, untuk itu lebih baik PNI kalah asal Bangsa, Negara dan Merah Putih selamat”.

Soal Pertemuan Parpol2

Ketua Umum Hadisubeno menegaskan tidak setudju dengan pertemuan2 parpol tanpa Golkar. Kita djangan terdjebak kepada pantjingan untuk meng-konfrontasikan PNI terhadap Golkar.

Menanggapi laporan2 daerah PNI jang memberitahukan bahwa massa PNI banjak jang disiksa, ada jang dipukuli, ada jang ditipu dengan tanda tangan palsu dsb.nja,. Hadisubeno menegaskan lagi tidak ada kemauan dari PNI bahwa dalam Pemilu jad PNI mesti menang.

Perdjuangan PNI bukan 1-2 tahun ini tetapi kita akan buktikan nanti dalam Pemilu 5 tahun jad.

Hadisubeno jang mengalami operasi di Semarang karena menderita sakit kentjing manis, menjatakan bahwa setelah pertemuan 8 parpol Isnaeni melaporkan bahwa “saja tidak hadir” kata Isnaeni, “bagus”, kata Hadisubeno karena PNI tidak menghendaki pertemuan parpol jang bagaimanapun tanpa ada Golkar.

Soal Antek

Hadisubeno mendjelaskan kepada SH bahwa di Djawa Tengah telah tersebar issue bahwa Hadisubeno mau ditangkap. “Lho kok saja ini katanja mau ditangkap, apa alasannja?” kata Hadisubeno penuh heran.

Saja memang tegas2 mengatakan bahwa PNI dengan hati jang bersih mendukung Pak Harto djadi Presiden ini, bukan taktik, ini prinsip karena Pak Harto telah banjak berdjasa dalam menjelamatkan PNI dari perpetjahan, dan Pak Harto telah menundjukkan penghormatannja kepada Bapak Marhaenisme Bung Karno. “Lah, karena ini saja dituduh meng-antek sama Pak Harto, ini kan gendeng (gila Red.)!” kata Hadisubeno.

Alasan jang paling prinsip lagi PNI mendukung Pak Harto adalah demi Repelita, Repelita jg. berdjalan 2 tahun ini telah berdjalan baik, dan satu2nja harapan kita jang dapat meneruskan Repelita jg 3 tahun lagi hanja dibawah kepemimpinan Soeharto, kata Hadisubeno.

Hanja Dapat Tongkat

Hadisubeno mendjelaskan bahwa benar dia menerima satu tongkat ”warisan” dari Almarhum Bung Karno, tetapi bukan keris.

Awal Pebruari 71 jl, sewaktu Hadisubeno berada di Djakarta, ada seorang wanita tua jang mendatangi istrinja di Semarang, dan mengatakan bahwa dia telah mimpi untuk memberitahukan kepada Hadisubeno pada hari Djumat Kliwon jad. supaja datang di Wonogiri untuk menerima satu benda warisan dari Bung Karno, dan setelah Pemilu nanti harus dikembalikan kembali.

Selandjutnja Hadisubeno menceritakan pengalamannja sewaktu mengambil ”warisan” tersebut, begitu Hadisubeno tiba di Semarang isterinja mentjeritakan. Tetapi saat itu Hadisubeno agak ragu2, achirnja atas desakan isterinja Hadisubeno berangkat djuga ke Wonogiri, dan setelah berdjalan kaki 5 kilometer biarpun dia saat itu menderita kentjing manis. “Saat itu kentjing saja sudah merah”, kata Hadisubeno, achirnja dia berhasil menemukan wanita tua itu dan menundjukkan disatu gua ada tongkat berukir, sepandjang 50 cm dengan udjungnja bertjabang. “Hati saja penuh damai setelah memiliki tongkat itu, kata Hadisubeno. Dan dua minggu lalu Hadisubeno berhasil dioperasi kentjing batu sebesar ibu-djari. “Pak Harto djuga pertjaja kebatinan seperti saja toh, soal kepertjajaan adalah soal pribadi dan ini bukan klenik”, kata Hadisubeno.

Soal Recomba

Saja difitnah sebagai orang Reomba jang kerdjasama dengan Kolonial Belanda, ini tak benar.

Memang tahun 1948 saja harus masuk ke Semarang untuk merawat ajah saja jang sakit keras, dan di Semarang saja harus mempunjai kerdja jang tertentu kalau tidak akan diusir dari kota. Saat itu saja bekerdja-sama dengan Muhammad (mertua Majdjen Ashari), Suhud (jang menggerek bendera merah putih 17-8-45 pada Proklamasi di Pegangsan dulu), Imawan dan Isnaeni membuat surat-kabar Merah Putih.

Saat itu melalui Sarino, kami mendapat tugas dari Presiden Sukarno untuk menggagalkan usaha2 membuat Negara bagian di Semarang, dan usaha kami berhasil. Tahun 1951 Letkol Gatot Subroto dan Budiono mengangkat saja djadi Walikota Semarang selama 8 tahun dan pernah Gubernur 2 tahun 1 bulan saat itu Pak Harto Panglima Daerah. “Lah kalau saja ini Reeomba masak saja diangkat dan dipertjajai djadi Walikota dan Gubernur”, kata Hadisubeno kesal.

Sekarang masih banjak saksi2 jang masih hidup jang tahu apakah saja penghianat atau tidak, “tanja sama Brigdjen Usman jang pemah saja sembunjikan 3 hari dirumah saja di Semarang diwaktu menjelusup kekota”, kata Hadisubeno.

Mudjibur Indonesia ?

PNI setudju pembaharuan struktur politik, tetapi tidak dengan tjara2 pemaksaan seperti sekarang, apalagi dengan tekanan2 jang kedjam, kata Hadisubeno.

“Itu Pimpinan2 jang dipusat pergilah ke-daerah2, dan lihat sendiri bagaimana praktek2 jg kedjam dilakukan untuk memaksa massa PNI masuk kepada golongan­nja” kata Hadisubeno.

Hadisubeno jang didjuluki oleh delegasi2 DPD PNI sebagai Madjibur-nja Indonesia, menjatakan dengan tegas “Saja tidak mau sebagai Mudjibur, untuk itu lebih baik PNI kalah sadja dalam Pemilu jad, Nah… kalau PNI menang dalam Pemilu kemudian di-obrak abrik, PNI mau bilang apa?

Diingatkan lagi, sekarang sadja sebelum Pemilu dimulai massa PNI telah di-obrak abrik, apalagi kalau menang dalam Pemilu.

Achirnja ditegaskan oleh Hadisubeno dalam waktu jang singkat DPP PNI akan mengadakan pembitjaraan dengan Presiden Soeharto, untuk ini telah disusun memorandum politik. “Saja pertjaja Pak Harto tidak menghendaki seperti jang terdjadi sekarang” kata Hadisubeno. (DTS)

Sumber: SINAR HARAPAN (05/04/1971)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 692-695.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.