HAKIM HARUS PEKA DENGAN RASA KEADILAN MASYARAKAT

HAKIM HARUS PEKA DENGAN RASA KEADILAN MASYARAKAT

PRESIDEN SOEHARTO TEGASKAN :

Presiden Soeharto mengatakan, dalam memenuhi cita-cita keadilan maka keadilan itu adalah milik seluruh rakyat Indonesia yang luas ini dan bukan hanya untuk rakyat setempat atau tertentu saja.

Dalam membina keadilan tersebut maka para penegak hukum terutama hakim dan jaksa hendaknya selalu berpegang teguh kepada apa yang telah diamanatkan oleh GBHN. Dengan demikian kepercayaan rakyat kepada para penegak hukum akan benar-benar terasa.

Pesan-pesan Kepala Negara ini disampaikan ketika menerima kunjungan "Tiga Pendekar Hukum" yaitu Ketua Mahkamah Agung Ali Said SH, Menteri Kehakiman Ismail Saleh SH dan Jaksa Agung Hari Soeharto SH di Bina Graha Kamis kemarin.

Selesai pertemuan kepada pers, Menkeh Ismail Saleh SH mengatakan, Presiden juga mengharapkan agar dilakukan penyesuaian pendidikan hukum bagi calon hakim dan jaksa, karena sebagian besar penegak hukum berpendidikan Belanda yang sikap mentalnya dan rasa keadilannya juga harus disamakan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Menkeh mengatakan cita-cita hukum harus disesuaikan dan tanggap dengan rasa keadilan masyarakat luas. Hakim yang pada tingkat pertama adalah pegawai negeri, pada tingkat kedua adalah penyandang profesi.

Rasa keadilan masyarakat yang harus menjadi ukuran dan sekaligus abdi masyarakat ia harus mengutamakan pelayanan untuk mewujudkan sistem peradilan yang cepat-hemat mudah dan murah.

Sebagai abdi hukum maka seorang hakim harus mengutamakan keadilan dan kebenaran seluruh rakyat Indonesia.

"Kepercayaan kepada penegak hukum harus dibina dan diwujudkan dengan sebaik-baiknya dan dimanfaatkan untuk memulihkan citra hukum di negeri ini," kata Ismail Saleh SH.

Hati Nurani Rakyat

Dikatakan sesuai dengan ketentuan UU Nomor 13 tahun 1965 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman maka hakim wajib mendengar suara hati nurani rakyat dan rasa keadilan masyarakat, yang tercermin dalam putusan hakim tersebut.

Putusan hakim hendaknya telah menimbang seluruh aspek kehidupan masyarakat dan memperhatikan kepentingan yang lebih luas. Aparatur hukum juga harus meningkatkan kemampuan teknis dan sikap mentalnya.

Hakim jua tidak boleh tuli tapi harus peka terhadap sekelilingnya dan membaca pasal-pasal KUHP sesuai dengan situasi dan perkembangan keadaan.

Menjawab pertanyaan tentang kebebasan Hakim, Menkeh menegaskan, tidak perlu cemas dengan kebebasan hakim di Indonesia.

Namun Ismail Saleh SH mengingatkan, kebebasan hakim bukanlah kebebasan yang liar tetapi kebebasan yang tetap ada batas-batasnya ialah keadilan itu sendiri.

Kemerdekaan hakim bukanlah kemerdekaan "semau gue" dan kalau dikatakan hakim jangan memihak dalam memutuskan suatu perkara, maka hakim harus memihak kepada sesuatu. Sesuatu itu adalah keadilan.

Menjawab pertanyaan tentang adanya intervensi politik dan kekuasaan luar yang ikut mempengaruhi putusan hakim, dengan tegas Menkeh menjawab "Tidak ada campur tangan itu".

Proses peradilan harus melalui ketentuan yang berlaku yang diatur oleh KUHP dimana hakim harus membebaskan dirinya dari kepentingannya sendiri, golongan ataupun kelompok tertentu.

Pengadilan Bogor

Menjawab pertanyaan tentang proses pengadilan Kepala Dispenda Bogor Brongkos SH oleh Pengadilan Negeri Bogor, Menkeh mengatakan dalam perkara kasus korupsi harus ada pembuktian atas perbuatan itu.

Dengan demikian dalam kasus korupsi Rp, 2,3 milyar itu apakah uang tersebut diberikan kepada neneknya atau pihak lain, menurut Menkeh tidak relevan secara yuridis.

Hal ini dikatakan Menkeh ketika kepadanya ditanyakan, Majelis Hakim seolah olah mengabaikan rasa keadilan masyarakat yang ingin tahu masalah upeti dan setoran uang hasil manipulasi yang diberikan kepada pejabat-pejabat tertentu di Bogor, Bandung dan Jakarta.

Ketiga pendekar hukum itu datang berkunjung ke Bina Graha untuk melaporkan kepada Presiden Soeharto tentang telah berlangsungnya serah terima jabatan.

Sedangkan jabatan kepala BP-7 (Badan pembinaan Pendidikan Pelaksanaan P-4) menurut rencana akan diserahterimakan Jum’at pagi ini dari Hari Soeharto SH kepada penggantinya Sarwo Eddhie Wibowo dengan inspektur upacara Menteri Sekneg Sudharmono SH. (RA)

Jakarta, Pelita

Sumber : PELITA (15/06/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 811-813.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.