Hal Dinasti Ekonomi

Hal Dinasti Ekonomi [1]

Saya pun mendengar, belakangan ini ada pihak-pihak yang membicarakan soal dinasti ekonomi di Indonesia. Dengan itu, sebenarnya mereka berbicara soal adanya golongan, yang karena usahanya maju, akan merupakan unsur yang bakal menguasai ekonomi kita, dinasti ekonomi. Tetapi mereka lupa bahwa untuk mencapai cita­cita pembangunan, maupun dalam perjuangan kita menyusun ekonomi Pancasila, kita tidak bisa sekaligus. Kita harus melaksanakannya secara bertahap. Tahapan itu, antara lain -seperti sudah saya katakan- menetapkan bahwa semua potensi nasional kita harus kita manfaatkan. Saya nilai, yang disebut atau termasuk potensi nasional itu, semua yang dimiliki oleh rakyat, oleh rakyat jelata, oleh keturunan asing, oleh orang asing yang ada di Indonesia. Semua itu mesti kita manfaatkan, harus kita himpun, untuk pembangunan, temtama dalam bidang ekonomi. Dengan sendirinya termasuk apa yang dimiliki oleh keturunan Tionghoa atau yang telah punya di bidang ekonomi. Itu mempakan satu kesatuan, satu potensi. Modal dan pengalaman serta kepandaian mereka, semua itu harus kita himpun. Lebih-lebih lagi kalau diingat bahwa potensi yang ada pada mereka lebih besar daripada yang dimiliki oleh rakyat jelata kita.

Ada dua kemungkinan lain mengenai modal mereka yang berada itu: mereka dengan itu akan mengacau ekonomi kita di sini, atau kemudian membawanya ke luar. Padahal dalam pembangunan ini kita perlukan modal mereka, sedangkan rakyat telah setuju, kalau perlu modal dari luar pun malahan kita ajak untuk masuk, ditanam di sini. Melewati industri, kita persilakan penanaman modal asing. Mengapa potensi yang sudah ada di dalam tidak boleh kita manfaatkan? Mengapa modal itu tidak boleh dibesarkan di sini?

Kita berikan kesempatan yang sama kepada mereka untuk membangun di bidang ekonomi. Saya pun melihat, modal orang-orang Tionghoa itu berkembang di sini dengan cepat. Memang mereka mempunyai kemampuan pula. Kita manfaatkan hal ini untuk kepentingan pembangunan ekonomi nasional kita.

Jangan pula salah terka! Pemerintah kita mempunyai kekuasaan untuk memanfaatkan dan mengatur. Mengapa mesti takut?

Karena itulah, kalau ada yang menganggap hal itu sebagai dinasti ekonomi, sebenarnya itu untuk sementara saja. Pada waktu yang akan datang, pemerintah akan mengarahkannya sedemikian rupa sehingga modal dan kekayaan mereka itu betul-betul turut serta dalam melaksanakan pembangunan kita, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat kita:

Sementara ini sudah kelihatan bahwa misalnya kebutuhan akan tekstil di negeri kita ini sudah tertolong. Kalau produksi tekstil ini tidak ada, terpaksa kita mengimpor. Kalau itu yang mesti kita lakukan, kita menguntungkan pihak luar. Tetapi dengan berhasilnya kita di bidang produksi tekstil ini; rakyat kita tertolong. Hasil produksi dalam negeri jauh lebih murah. Dan tenaga buruh kita terserap oleh pabrik-pabrik tekstil yang dibangun di sini sekalipun dengan modal dari luar.

Nanti, dalam langkah berikutnya, secara lambat-laun saya katakan, pabrik-pabrik itu harus melaksanakan “go public”; rakyat harus turut memiliki perusahaan-perusahaan itu. Nanti, rakyat dengan koperasinya akan turut memilikinya. Tetapi kalau sebelum apa-apa sudah kita batasi, mana mau mereka menanam modal di sini.

Yang gembar-gembor tidak karuan, yang menghasut rakyat dengan begini begitu mengenai hal ini, biarkan saja! Mereka tidak mengetahui yang sebenarnya, sedangkan pemerintah mempunyai konsep. Saya sendiri mempunyai konsep: bahwa akhirnya, dalam rangka keadilan, perusahaan-perusahaan itu harus dimiliki oleh orang banyak, lewat koperasi-koperasi.

Sementara itu saya sudah meminta kepada para pengusaha, agar di tanah air ini lebih ditingkatkan lagi cara bekerja dengan sistem konsorsium. Dengan bekerja melalui sistem konsorsium, beban kerja akan menjadi lebih ringan. Demikian pula kemampuan rancang bangun dan rekayasa (design dan engineering). Dengan meningkatkan rancang bangun dan rekayasa di dalam negeri, maka ketergantungan pada teknologi dan ahli dari luar negeri, seperti yang masih banyak dijumpai sampai sekarang, lebih dapat dikurangi dan bahkan pada suatu saat dapat dihilangkan.

Seperti halnya pembangunan kapal keruk Singkep I, pembentukan konsorsium dalam menangani proyek yang cukup besar itu dan memerlukan teknik produksi tertentu  dalam pelaksanaannya, didasarkan atas keyakinan bahwa dengan menghimpun potensi yang dimiliki oleh masing-masing anggota, proyek itu dapat diselesaikan dengan baik.

***


[1] Penuturan Presiden Soeharto, dikutip dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta tahun 1982, hlm 379-381.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.