HAMZAH HAZ: LAJU PERTUMBUHAN 6 PERSEN PERLU PERJUANGAN BERAT[1]
Jakarta, Antara
Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) DPR H. Hamzah Haz berpendapat, untuk mencapai pertumbuhan enam persen pada awal Repelita VI perlu perjuangan berat karena harus memacu dinamisasi kegiatan ekonomi.
“Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, sangat sulit dan perlu petjuangan berat karena harus memacu dinamisasi kegiatan ekonomi, padahal tahun lalu dalam kegiatan ekonomi belum ada yang baru,” katanya menjawab pertanyaan pers seusai menghadiri pidato kenegaraan Presiden Soeharto pada rapat paripurna DPR di Jakarta, Senin.
Presiden Soeharto, dalam pidatonya menyatakan, pertumbuhan ekonomi pada awal Repelita VI harus dimulai dengan sekurang-kurangnya enam persen per tahun, dan angka pertumbuhan itu akan terus ditingkatkan dalam Repelita-Repelita selanjutnya.
Sedangkan dalam PJPT II rata-rata pertumbuhan ekonomi direncanakan sekitar tujuh persen, dan pendapatan per kapita meningkat lebih dari empat kali dari yang sekarang. Jika dunia perbankan tahun depan kondisinya masih seperti sekarang, konservatif, sedangkan kebijaksanaan yang bersifat potensial masih seperti sekarang, Hamzah berpendapat, situasi tersebut akan sulit untuk melapangkan dunia usaha.
Anggota Dewan ini juga memperhitungkan negara-negara pesaing Indonesia, seperti RRC dan Vietnam, dalam menarik investasi.
“Kalau Taiwan berniat meninjau investasinya dan Jepang tidak menambah investasinya di Indonesia, hal itu juga menjadi masalah,” ujarnya.
Masalah-masalah itu, menurut Hamzah harus diselesaikan secara simultan bila Indonesia ingin mencapai laju pertumbuhan pada tingkat itu. Mengenai pendapatan per kapita, menurut Ketua F-PP itu,yang hams dihadapi adalah pemerataannya. Saat ini, di Indonesia dengan pendapatan per kapita 570 dolar AS, belum menunjukkan semua penduduk mencapai tingkat pendapatan tersebut.
Sedangkan harapan pada Repelita VI Indonesia mencapai pendapatan per kapita 1.000 dolar, yang diperkirakan bisa dicapai setidaknya oleh sekitar 60-70 persen penduduk.
Kemandirian
Hamzah mengakui, neraca pembayaran selama ini didukung modal dari Iuar negeri. Sedangkan perkembangan investasi dari luar negeri sangat tergantung pada kemampuan pihak-pihak di dalam negeri untuk menarik mereka.
Untuk mencapai tujuan itu, anggota Dewan ini mengharapkan kasus-kasus seperti yang terjadi di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) tidak terjadi lagi.
“Prasarana-prasarana baik jalan maupun tenaga listrik, pelabuhan, hendaknya ditangani serius agar berdampak lebih baik,” ujarnya.
Di sektor moneter, Hamzah mengharapkan, pemerintah hendaknya mengubah sifat kehati-hatian yang terlalu menjurus kepada pengetrapan kebijaksanaan uang ketat (tight money policy).
“Harus ada perbedaan yang jelas antara kebijaksanaan yang bersifat kehati hatian dengan kebijaksanaan uang ketat di dunia perbankan,” katanya.
Dikatakannya, pemerintah melalui Bank Indonesia lebih ban yak menyediakan dana yang bersifat two step loan, karena tanpa dana tersebut, tidak akan mengurangi tingkat sukubunga sekarang.
Dia juga berpendapat, ketergantungan Indonesia terhadap bantuan luar negeri harus makin dikurangi dan pada akhirnya dihapuskan agar arah ke tingkat kemandirian bisa dicapai.
Presiden Soeharto dalam pidatonya mengingatkan, dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi itu GBHN 1993 telah menggariskan sektor industri sebagai motor penggerak ekonomi.
Diingatkan pula bahwa sektor industri harus dikembangkan menjadi makin efesien dan berdaya saing tinggi, tapi tetap padat karya agar mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja muda yang tumbuh sangat cepat. (U.Jkt-001/ 14:10/EU06/ 16/08/9314:36)
Sumber: ANTARA(16/08/ 1993)
__________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 556-557.