HARI INI SIDANG KABINET: PARA MENTERI MULAI PAMITAN[1]
Jakarta, Republika
Hari ini, Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet di Istana Merdeka Jakarta. Biasanya, kata seorang menteri, pada sidang kabinet terakhir Pak Harto mengucapkan terirna kasih kepada para menteri yang telah bekerja membantu Presiden selama lima tahun terakhir. Seusai sidang, Presiden bersalaman dengan mereka diikuti dengan acara saling bersalaman antar menteri. Puncak acara berlangsung dengan foto bersama.
Tradisi demikian selalu terjadi pada setiap akhir sidang kabinet paripurna. Meski begitu, bukan berarti berakhir pula masa bakti para menteri, karena sistem kita tidak mengenal istilah demisioner. Dengan kata lain, para menteri akan tetap bertugas membantu Presiden sampai terbentuknya kabinet baru seusai sidang umum MPR yang dijadwalkan Maret mendatang.
Tapi, walaupun masa puma bakti tersebut masih beberapa bulan lagi menjelang, toh suasana “klimaks” telah terasa. Beberapa acara resmi menteri, Selasa (2/2) kemarin, berlangsung dalam nuansa dan suasana lain dari biasanya. Acara yang semula ceria atau resmi, tiba-tiba saja berganti dengan keheningan. Sepertinya, siapa pun yang hadir di sekitar menteri, terkesima ketika Pak Menteri mengucap “selamat tinggal”.
Seperti di DPR, kemarin. Sekitar 50 peserta rapat kerja Komisi X DPR RI terdiarn beberapa saat, ketika Menteri KLH Emil Salim, di akhir kata sambutannya, tiba-tiba mengucapkan “selamat tinggal” kepada mereka. Emil seolah tidak tahu ketika seluruh mata menatap tajam ke arah dia, berujar lirih, “Saya berterima kasih atas kerja sama Saudara-saudara selama ini, dan selamat tinggal.”
Beruntung pimpinan raker Dr. Ir. Irma Alamsjah Djaja Putra memecah suasana dengan cepat-cepat meraih mike dan berucap,
“Saya jadi teringat ketika Pak Emil mengucapkan salam perpisahan kepada Komisi X periode 1982- 1987 dulu, Kata terakhirnya adalah Selamat Berjuang. Lalu Pak Emil menjabat Menteri KLH sekali lagi dan selalu berhubungan dengan kita. Tapi sekarang saya tidak tahu, mengapa sekarang diganti dengan Selamat Tinggal, ” katanya.
Emil Salim pun kemudian menawarkan usulan, “Bagaimana kalau kita foto bersama. Cari tempat yang bagus. Kalau di luar hujan, di sini saja. Tapi kalau tidak hujan sebaiknya di luar. ”
Selesai potret bersama, Emil Salim naik ke mobilnya. Dalam perjalanan ke rumah, di dalam mobil Volvonya, kepada Republika, Emil berkilah bahwa kalimat “selamat tinggal” yang diucapkannya kepada komisi X itu merupakan indikasi dia segera meninggalkan jabatan lamanya dalam kabinet V ini. “Ah, bukan begitu. Yang berganti bukannya saya, tapi para anggota komisi sepuluh itu. Malah saya tidak tahu akan jadi menteri lagi atau tidak. Itu kan tergantung keputusan Presiden, ” katanya.
Tak beda dengan Emil Salim, Menteri Perindustrian Hartarto pun membuat suasana Ruang Garuda Kantor Departemen Perindustrian tiba-tiba hening dengan ucapannya. Menutup pidatonya pada upacara pelantikan pejabat eselon I Deperin, Selasa (2/2), Hartarto berujar, “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf ahli Menperin, terima kasih kepada istri-istri staf ahli, terima kasih kepada seluruh karyawan Deperin, ” katanya dengan suara baritonnya. “Saya ucapkan selamat kepada para pejabat yang baru dilantik. Saya dan istri bangga dengan Anda semua, ” katanya lagi.
Ketika keluar ruangan, dari jarak 20 meter lelaki. kelahiran Solo, 13 Mei itu melambaikan tangan didampingi istrinya yang mengenakan baju kuning “Terima kasih” ucapnya masih dengan nada berat. ·
Di ruang makan, Hartarto minta foto bersama dengan para dirjen dan pejabat eselon satu lainnya. Seakan akan lelaki penggemar udang goreng yang sudah dua kali menjabat menteri itu ingin mengucapkan selamat tinggal.
“Lho, Pak, kenapa buru-buru pamitan?” tanya Republika. “Setiap orang kan harus siap-siap,” sahutnya perlahan. Isyarat berpisah ditunjukkan pula Menteri Koperasi Bustanil Arifin beberapa waktu lalu. Di depan peserta temu wicara pemenang Iomba intensiflkasi pertanian 1991/92 berkata, “Mulai tahun depan saya tidak ikut lagi acara seperti ini”.
Lain lagi dengan Menko Polkam Sudomo. Diminta sarannya bagi calon penggantinya seandainya ia tak menjabat lagi pada kabinet mendatang Sudomo mengelak. Ia hanya mengatakan bahwa seorang menteri koordinator biasanya memiliki pengalaman sebagai seorang menteri. “Tapi pemilihan jabatan ini tergantung Presiden. Karena itu merupakan hak prerogatif Presiden.”
Sudomo mengaku tugas yang dijalaninya telah mencapai sasaran. Itu dibuktikan dengan keberhasilan pemilu 1992 lalu dan persiapan SU MPR. Pengalaman Sarwono Kusumaatrnaja sebagai Menteri PendayagunaanAparatur Negara, katanya cukup mengasyikkan. Sebelumnya ia hanya mengetahui pegawai negeri dari kaca mata orang luar lengkap dengan kesannya yang tak berbeda dengan masyarakat awam. Namun sejak mengurusi mereka ia dapat mengetahui dari dalam apa, siapa, bagaimana dan mengapa pegawai negeri.
Baginya ternyata pegawai negeri sebagai individu semuanya baik,namun sistem yang terjadi mengandung problem jangka panjang, masih tidak akan tuntas hingga akhir Pelita V Satu hal yang paling mendasar dilakukanya adalah menyelenggarakan program pengawasan melekat atau dikenal dengan WASKAT. Program ini merupakan tindak lanjut terhadap petunjuk pertama Presiden. ika/dmm/kpo/heVadi
Sumber :REPUBLIKA (03/02/1993)
_________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 70-72.