HASIL KUNJUNGAN PRESIDEN SUHARTO
SETELAH melakukan kunjungan kenegaraan selama sepuluh hari ke Inggeris, Sri Lanka dan Bangladesh, Rabu lalu Presiden Suharto dan rombongan tiba kembali di tanah air.
Kunjungan kenegaraan seorang Kepala Negara ke negara sahabat biasanya mempunyai tujuan utama, mempererat hubungan persahabatan. Tapi kunjungan kenegaraan yang dilakukan Presiden ke tiga negara itu tampaknya menghasilkan lebih dari itu.
Salah satu indikasi tentang makin eratnya hubungan persahabatan antara lain dapat dilihat dari sikap tuan rumah. Memang dalam peristiwa-peristiwa semacam itu tuan rumah biasanya akan selalu
"membentangkan permadani merah" sebagai sopan santun protokoler.
Tapi suasana penyambutan yang diterima Presiden Suharto dan rombongan tampaknya lebih dari sekedar bersifat protokoler. Terlihat keintiman dan keceriaan antara tuan rumah dan tamu.
Memang di London, katanya terlihat muncul selebaran-selebaran yang mengecam Indonesia. Tapi diukur dengan kedudukan apa yang menamakan dirinya gerakan Amnesti Internasional yang berpusat di kota itu dan yang selama ini memusuhi Indonesia, menurut para pengamat, munculnya selebaran-selebaran sama sekali tidak berarti.
Apalagi bagi kota London, munculnya selebaran menyambut setiap kunjungan yang mempunyai bobot politik dari pihak mana pun, merupakan hal yang rutin.
Petunjuk bahwa kunjungan kenegaraan ini mengandung arti yang lebih dari sekedar mempererat hubungan persahabatan, agaknya dapat dilihat dari prinsip-prinsip kesepakatan yang dihasilkan.
Dalam pernyataan bersama antara Presiden Suharto dan PM Inggeris Margaret Thatcher misalnya, kedua kepala pemerintahan sepakat untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara kedua negara serta memperlancar kerjasama antara MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan ASEAN. Bersamaan dengan itu ditandatangani pula persetujuan penerbangan langsung London – Jakarta.
Bila prinsip-prinsip yang disepakati itu bisa dijabarkan secara operasional nantinya, maka peningkatan kerjasama antara kedua negara khususnya di bidang ekonomi akan betul-betul menjadi kenyataan.
Arti dari kesepakatan yang dicapai itu akan terasa makin meningkat, sebab dalam kunjungan ke Inggeris, Presiden Suharto mendapat kesempatan berbicara di depan kurang lebih 700 tokoh-tokoh terkemuka dunia bisnis negara itu.
Masalah berikutnya adalah, bagaimana menggarap lebih lanjut rintisan yang diletakkan oleh kunjungan kenegaraan Presiden itu, sehingga prinsip-prinsip kerjasama yang berhasil disepakati betul-betul dapat dijabarkan sebagai kenyataan-kenyataan yang sating menguntungkan kedua pihak.
Akan halnya kunjungan ke Sri lanka dan Bangladesh, dalam arti politik kunjungan tersebut mempunyai bobot yang tidak kalah pentingnya. Sebab sebagai sesama negara Non Blok kedua negara pada dasarnya menganut prinsip-prinsip Non Blok yang sama dengan Indonesia.
Pada gilirannya ini berarti, melalui pertukaran pikiran yang langsung dilakukan selama kunjungan, usaha untuk menyelamatkan gerakan Non Blok dari keinginan pihak-pihak tertentu untuk menodai kemumiannya, diharapkan dapat ditingkatkan untuk masa-masa yang akan datang.
Sepanjang menyangkut bidang ekonomi, dengan kedua negara itu pun diperoleh kesepakatan untuk meningkatkan kerjasama. Selain peningkatan hubungan dagang, dengan Sri Lanka juga ditandatangani persetujuan kerjasama teknik. Semen dan kayu merupakan komoditi ekspor Indonesia yang dibutuhkan Sri Lanka.
Dengan Bangladesh juga ditandatangani persetujuan kerjasama teknik, pendidikan dan kebudayaan, Selain negara ini juga memerlukan semen dan kayu Indonesia, Bangladesh menyatakan pula keinginannya untuk menggunakan satelit komunikasi Palapa.
Dari beberapa kesepakatan yang dicapai dan persetujuan yang ditandatangani dengan jelas dapat dilihat, kunjungan kenegaraan yang dilakukan Presiden Suharto selama sepuluh hari itu, pada hakekatnya sekaligus merupakan pula kunjungan kerja.
Agar prinsip-prinsip yang disepakati betul-betul memberi kemanfaatan yang berarti bagi kepentingan kedua pihak, dengan sendirinya diperlukan penggarapan lanjutan yang mampu mengisi prinsip-prinsip itu dengan langkah-langkah operasional yang nyata. (DTS)
…
Jakarta, Suara Karya
Sumber: SUARA KARYA (23/11/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 256-257.