HUBUNGAN INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA AFRIKA TERASA LEBIH AKRAB

HUBUNGAN INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA AFRIKA TERASA LEBIH AKRAB

 

 

Jakarta, Kompas

KITA mengikuti kunjungan Presiden Soeharto dan rombongan ke negara-negara Amerika Latin dan ke negara-negara Afrika. Di masing-masing benua, yang didatangi 2 negara saja, Meksiko dan Venezuela di Amerika Latin serta Zimbabwe dan Tanzania di Afrika. Di dua kontinen itu, Presiden juga menghadiri konferensi internasional, kelompok negara Selatan Selatan di Caracas serta KTT OKI (Organisasi Konferensi Islam) di Dakar, Senegal.

Dari apa yang kita amati lewat laporan Televisi Republik Indonesia, kita memperoleh kesan, kunjungan ke Afrika lebih akrab dan lebih hangat. Jangan salah paham, di Meksiko dan di Venezuela pun, sambutan sangat bersahabat baik dalam acara resmi dan tak resmi maupun dalarn isi dan semangat pembicaraan. Namun kadar keakraban dan kehangatannya, di negara-negara Afrika itu, terkesan lebih terpancar.

Seandainya kesan itu benar, hal itu tidak mengurangi bobot muhibah tersebut. Kepada banyak di antara kita, kunjungan ke Amerika Latin dan ke Afrika membangkitkan nostalgia, tatkala setiakawan AAA, Asia, Afrika, Amerika Latin bergema kuat dalam perjuangan kemerdekaan serta dalam perjuangan merebut tempat baru sebagai negara merdeka dalam pergaulan bangsa-bangsa.

Keadaan telah berubah. Namun dalam keadaan yang berubah itu pula, sekarang ini, semangat masa lampau hidup kembali, antara lain bagi kita, di Indonesia, dihidupkan oleh lawatan Presiden Soeharto ke Amerika Latin dan ke Afrika.

Kebangkitan nostalgia itu juga diperkuat oleh kenyataan bahwa dalam tahun 1992, kita akan menjadi tuan rumah konferensi puncak Nonblok dan dengan demikian juga memegang obor sebagai pemimpin Gerakan Nonblok.

Lawatan Kepala Negara ke Amerika Latin dan ke Benua Afrika sudah lebih lama direncanakan. Namun, tatkala, dimufakati, bahwa akhirnya Indonesialah yang menjadi tuan rumah KTT Nonblok, muhibah ke kedua benua, sekaligus memiliki makna lain. Kunjungan itu sekaligus untuk menggalang persiapan serta mengumpulkan bahan bagi KTT Nonblok  di Jakarta, tahun depan.

Andaikata tidak terjadi Insiden Dili 12 November, di dua benua, lawatan Kepala Negara dimanfaatkan pula untuk menjelaskan integrasi Timtim. Sisa persoalan itu masih ada di PBB, karena masih ada pula pada sementara negara. Baik karena peranan Portugal maupun karena asosiasi koloni masa lampau seperti Mozambique, sisa persoalan Timtim hadir di sementara negara Amerika Latin dan di sementara negara Afrika.

Dengan berlangsungnya insiden Dili, sisa permasalahan Timtim menjadi lebih vokal di luar negeri. Karena itu, semakin diperlukan adanya penjelasan. Hal ilu dilakukan Presiden dan anggota rombongannya ke Amerika Latin maupun di Afrika.

Dari isi dan hasil pembicaraan Presiden dengan tuan rumah maupun dari konferensi Selatan Selatan di Caracas, kita juga memperoleh kesimpulan bahwa semua pihak menangkap perubahan zaman. Hal itu juga akan dihasilkan oleh konferensi Dakar.

Seliakawan dan kerja sama Asia, Afrika, Amerika Latin tetap diperlukan. Forum setiakawan dan kerja sama itu bermacam-macam, seperti konferensi Selatan Selatan, konferensi Organisasi Islam Sedunia, konferensi puncak  Gerakan Nonblok. Satu sama lain, saling menunjang, mengisi dan memperkuat.

Orientasi setiakawan dan kerja sama berubah, baik karena perubahan dunia maupun karena pertumbuhan di negara-negara sedang berkembang sendiri. Semangat setiakawan dan kerja sama lebih untuk saling membantu karya besar, memperbaiki kehidupan rakyat di tiga benua.

Untuk itu diperlukan kerja sarna antar mereka. Idealisme dan semangat dihidup-hidupkan. Terjemahannya bergeser dari rethorika menjadi rencana dan program-program konkret.

Itulah hasil konferensi Selatan Selatan di Caracas. Hal itu lebih konkret terumuskan dan terasakan dalam pembicaraan bilateral di Zimbabwe maupun di Tanzania, karena kedua negara tersebut secara konkret mengajukan usul yang bersifat perdagangan dan investasi patungan maupun yang bersifat  ingin belajar dari pengalaman Indonesia datam beberapa bidang.

Inilah yang kita nilai sebagai laktor plus bahwa kerja sama antara negara-negara sedang berkembang, tidak lagi berakhir dalam rethorika di atas mimbar pertemuan­-pertemuan besar, melainkan dilanjutkan menjadi suatu kebijakan bersama lewat koordinasi sekretariat dan lewat program-program konkret. Kita perlu tahu, bahwa untuk terlaksananya faktor plus itu, Indonesia termasuk yang memegang peranan.

TERHADAP negara-negara industri, semangat dan orientasi yang dikembangkan adalah dialog, konsultasi, kerjasama. Perubahan sikap konfrontasi menjadi konsultasi, tidak boleh diartikan sebagai melunaknya prinsip. Hal itu lebih mencerminkan kedewasaan serta kemampuan memahami persoalan secara lebih lengkap. Konfrontasi mungkin memuaskan emosi untuk sementara waktu, namun tidak memecahkan persoalan.

Agar konsultasi membuahkan kerjasama, diperlukan kompetensi. Inilah faktor lain yang semakin harus dimiliki oleh negara-negara sedang berkembang kompetensi dalam banyak bidang yang akan menjadi bahan pembicaraan dengan negara-negara industri dalam berbagai forum seperti GATT, seperti Bank Dunia serta mimbar-mimbar dialog dan kerja sama lainnya.

Kompetensi itu seharusnya dikembangkan, sehingga secara domestik akan tetap merangsang orang-orang muda dalam bidang keahlian masing-masing untuk mau berperanan dalam dinas publik dan dengan demikian bermanfaat untuk negara dan bangsanya di dalam negeri serta dalam berdiplomasi dengan negara-negara lain.

Dua arus perubahan semakin kuat berhembus di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Yang pertama, berhembusnya arus perubahan dalam pembangunan ekonomi. Suatu revolusi diam-diam sedang meIanda banyak negara.

Perubahan mendasar dari ekonomi negara atau ekonomi sosialis atau ekonomi sentral ke ekonomi pasar. Bentuk dan proses transformasinya berbeda dan bermacam-macam, namun arus dasar sama, dari ekonomi negara ke ekonomi pasar.

Arus perubahan kedua, terjadi dalam bidang politik. Dari sistem satu partai seperti di Zambia ke beberapa partai. Dari sistem presiden seumur-umur seperti Presiden Kaunda ke pergantian secara demokratis melalui pemilihan umum.

Secara lebih diam-­diam, perubahan serupa lebih dulu berlangsung di Tanzania. Gejala serupa mempunyai tradisi yang seharusnya lebih kuat dan lebih dulu di Amerika Latin. Di sana, dalam waktu akhir-akhir ini, proses demokratisasi juga lebih vokal dan lebih penuh.

Menemukan kombinasi dalam format dinamis yang sating menunjang antara berlakunya ekonomi pasar dan demokratisasi akan merupakan arus perubahan besar bukan saja untuk KTT Nonblok, akan tetapi juga untuk memasuki abad baru 9 tahun lagi. (SA)

 

Sumber : KOMPAS (09/12/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 348-350.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.