IBU TIEN DAPAT BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA DARI PEMERINTAH

IBU TIEN DAPAT BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA DARI PEMERINTAH[1]

Jakarta, Suara Karya

Pemerintah menganugerahkan penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma kepada Ny. Siti Harlinah Soeharto, istri Presiden Rl Tanda penghargaan tersebut disematkan Presiden Soeharto di Pendopo Agung Sasono Langen Budayo TMII (Taman Mini Indonesia Indah) Minggu sore (21/6), saat menjelang pembukaan Gelar Budaya Nusantara 1992.

Berdasarkan SK Presiden Nomor 025/TK/Tahun 1992, penghargaan tersebut diberikan untuk menghargai jasa-jasanya yang besar terhadap Nusa dan Bangsa Indonesia, dalam meningkatkan, memajukan dan membina kebudayaan nasional. Selain itu penganugerahan tanda kehormatan tersebut dinilai penting untuk menjadi teladan bagi setiap Warga Negara Indonesia. Penganugerahan tanda kehormatan itu berdasarkan usul Menteri Sosial, Menteri Parpostel dan Mendikbud.

Penyematan tanda kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma berlangsung dengan singkat dan sederhana, dihadiri para menteri Kabinet Pembangunan V, para gubernur serta disaksikan putra-putri keluarga Presiden.

Mengenakan kebaya hijau tua, lbu Tien yang didampingi Menteri Sosial Haryati Soebadio, Mendikbud Fuad Hassan dan Menparpostel Soesilo Soedarman, berdiri sempurna di mimbar yang telah tersedia, menghadap Presiden. Di sebelah kiri Presiden, tampak Wakil Presiden dan lbu EN Sudharmono.

Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dari korps musik mengawali upacara. Sesaat kemudian Presiden menyematkan tanda kehormatan tersebut di dada kiri lbu Tien. lbu Tien tampak tertegun ketika menerima tanda kehormatan tersebut, sehingga ucapan selamat dari Presiden sesuai penyematan, tidak langsung disambut oleh lbu Tien.

Upacara ditutup dengan lagu Kebangsaan, dilanjutkan dengan pemberian ucapan selamat dari yang hadir termasuk putra-putri, diawali oleh Presiden Soeharto yang memberikan ciuman di pipi kiri-kanan lbu Tien.

GBN 1992

Usai penyematan, acara dilanjutkan dengan Pembukaan Gelar Budaya Nusantara (GBN) 1992 oleh Presiden, di Lapangan Tugu Api Pancasila TMII. Menparpostel Soesilo Soedarman dalam laporannya menyebutkan, GBN 1992 merupakan bagian dari Visit ASEAN Year 1992. Sasaran yang dituju dalam penyelenggaraan GBN 1992 ini, antara lain untuk memperkenalkan, melestarikan dan mengembangkan berbagai potensi kekayaan budaya bangsa. Selain itu juga dimaksudkan untuk lebih memasyarakatkan kebudayaan Indonesia ke berbagai lapisan masyarakat luas, baik di dalam maupun di luar negeri, serta meningkatkan apresiasi dan rasa cinta masyarakat luas terhadap kebudayaan Indonesia. GBN 1992 diharapkan pula memberi kesempatan seluas-luasnya kepada berbagai pihak yang terkait untuk berperan serta dalam melestarikan, memperkenalkan dan mengembangkan potensi kekayaan budaya bangsa Indonesia.

GBN 1992 berlangsung 36 hari (21 Juni- 26 Juli 1992). Menurut Menparpostel, GBN 1992 merupakan acara puncak dari 11 event ASEAN Visit Year 1992. Dalam GBN 1992 terdapat 114 kegiatan yang didukung sekitar 5.000 seniman dari seluruh pelosok tanah air.

Kegiatan selama GBN 1992 meliputi pameran, karnaval budaya, pagelaran kolosal seni budaya tradisional seni klasik kreasi sekolah tinggi seni, seni hiburan rakyat, seni musik non tradisional, dan sebagainya. GBN 1992 juga dalam rangka menyemarakkan HUT Jakarta ke-465 serta HUT Proklamasi RI ke-47.

Upacara pembukaan GBN 1992 ditandai dengan pemukulan gong oleh Presiden yang didampingi Ibu Tien Soeharto, disaksikan Menparposte l Soesilo Soedarman dan Jenderal  Manajer TMII, Sampumo  SH.

Setelah pembukaan, Presiden dan lbu Tien Soeharto serta Wakil Presiden dan lbu EN Sudharmono serta undangan menyaksikan karnaval, hingga selesai yang didahului dengan tari masal Citra ASEAN. Keseluruhan materi karnaval yang digelar di Lapangan Tugu Api Pancasila kemarin dimaksudkan untuk menggambarkan puncak-puncak budaya Indonesia di masa lalu dan sekarang. Karnaval yang ditampilkan antara lain barisan Adi Merdangga Ogoh-ogoh yang membawakan citra kebesaran budaya Bali, epos Mahabarata dengan pasukan gajahnya, barisan prajurit Kraton Yogyakarta lengkap dengan  kereta kencananya, Prosesi  Sumpah Palapa Gajah Mada serta Reog Ponorogo. (S-05).

Sumber:  SUARA KARYA(22 /01/1992)

__________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 785-787.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.