INDONESIA DAPAT MENJADI PANGKALAN INVESTASI AUSTRALIA[1]
Canberra, Antara
Menko Indag Hartarto menyatakan, Australia dapat memanfaatkan Indonesia sebagai pangkalan investasinya dalam rangka kerjasama perdagangan, karena selain bertetangga dekat masing-masing memiliki kelebihan yang dapat dimanfaatkan kedua belah pihak.
“Di negara lain yang memiliki karakteristik sama telah lama saling memanfaatkan, sebaliknya kerjasama antara Australia dan Indonesia masih perlu ditingkatkan karena kegiatan investasi Australia di Indonesia belum optimal,” katanya pada pembukaan Forum Menteri Australia-lndonesia II (The Second Ministerial Forum) di Canberra, Selasa.
Delegasi Indonesia terdiri atas empat menteri di bawah pimpinan Menko Indag, termasuk Menlu Ali Alatas, Memperdag S.B. Joedono dan Mentan Syarifudin Baharsjah serta didampingi 28 pejabat eselon satu berbagai departemen.
Sementara delegasi Australia dipimpin oleh Menlu Gareth Evans dalam kedudukannya sebagai Ketua Dewan Senat Pemerintah Federa l di Parlemen, didampingi 11 menteri dan 78 orang pejabat eselon satu. Hartarto mengemukakan, investasi Australia di Indonesia tidak saja dilihat dari segi kepentingan hubungan kedua negara tapi juga dalam kerangka kerjasama Australia-ASEAN mengingat bahwa produk investasi tersebut dapat dipasarkan di kawasan ASEAN.
Dengan demikian, investasi Australia memiliki makna ganda yakni mengisi kerjasama kedua negara di bidang ekonomi dan perdagangan serta berpartisipasi aktif dalam mengisi pasar Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA). Menurut Hartarto, bidang-bidang usaha yang masih menunggu sentuhan investor Australia antara lain industri, pertanian, pembangunan infrastuktur dan jasa. Selain itu, untuk kepentingan kedua bangsa di masa depan Australia perlu membantu kerjasama bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) di Indone sia antara lain di bidang pendidikan dan latihan, kebudayaan dan iptek.
Kedua negara memiliki kesamaan pandangan menghadapi berbagai situasi ekonomi dunia yang kian berubah dan juga menyadari bahwa pusat dinamika dunia sekarang dan di masa datang berada di kawasan Asia-Pasifik. Dalam kaitan itu, katanya pula, Indonesia merupakan pendukung utama wahana Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang pembentukannya diprakarsai oleh Australia. Bagi Indonesia, pertemuan APEC kedua di Bogar, November tahun ini, sangat penting artinya, karena forum tersebut dapat menjadi wahana untuk memperluas kerjasama di bidang perdagangan dan investasi, ditunjang dengan pengembangan sumber daya manusia, kegiatan wiraswasta menengah dan kecil, infrastruktur serta iptek.
Pesat
Gareth Evans dalam sambutannya mengatakan, sejak pertemuan antara PM Keating dan Presiden Soeharto pada April 1992 hubungan kedua negara berkembang pesat di segala bidang. Kerjasama itu menghasilkan rasa saling percaya dan pertumbuhan kedewasaan dalam hubungan tersebut telah memperkokoh keyakinan kedua bangsa sehingga tidak gampang terpengaruh aneka isu yang dapat menggoyahkan hubungan baik tersebut. Perdagangan kedua negara pada 1993 mencapai tiga miliar dolar Australia, walaupun dalam tiga tahun terakhir pertumbuhannya agak lamban tapi secara keseluruhan selama lima tahun terakhir banyak meningkat. Australia kini menjadi salah satu rnitra dagang terbesar Indonesia dan menduduki peringkat ke-10 dengan total investasi 2,5 miliar dolar AS. Menurut Evans, di tahun mendatang investasi Australia di Indonesia akan meningkat mengingat deregulasi di bidang investasi yang digulirkan pemerintah Indo nesia belurn lama ini sangat menarik perhatian kalangan swasta Australia. Sidang hari pertama ini berlangsung tertutup sampai sore hari, dan dilanjutkan dengan pertemuan khusus antara para menteri kedua negara di Gedung Parlemen Federal. Selasa malam, seluruh peserta forum tersebut rnenghadiri jamuan malam yang diselenggarakan PM Paul Keating dan Nyonya Anita Keating. (U-KL09/EUOl/B/23/08/94 22:02/RUl/23:23)
Sumber: ANTARA (23/08/1994)
__________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 347-348.