INDONESIA PERLU LEBIH TEGAS DORONG PENYELESAIAN GATT

INDONESIA PERLU LEBIH TEGAS DORONG PENYELESAIAN GATT[1]

 

Washington D.C., Antara

Indonesia, yang memiliki peran penting di bidang ekonomi, perlu bersikap lebih tegas dalam mendorong AS, Jepang dan beberapa negara Eropa agar segera menghentikan perselisihan masalah GATT dan mencapai persetujuan secepat mungkin. Imbauan agar Indonesia bersikap lebih tegas itu dikemukakan oleh pakar masalah Asia Tenggara di CRS (Congressional Research Service- yang memasok informasi bagi anggota Parlemen AS), Larry Niksch kepada ANTARA di Washington, Rabu.

Ia menjelaskan, sebagai ketua GNB (Gerakan Non Blok), Indonesia berpotensi untuk membantu menyelesaikan perselisihan yang melibatkan AS, Jepang dan Eropa mengenai persetujuan perdagangan multilateral yang barn dari GA1T.

Persetujuan perdagangan yang barn dari Organisasi Persetujuan Umum tentang Perdagangan dan Tarif (GATT) itu merupakan kunci bagi kelancaran perdagangan internasional karena dapat menjamin terbukanya pasar bagi produk ekspor khususnya dari negara berkembang serta masuknya arus investasi ke negara-negara tersebut, katanya. Menurut dia, walaupun Indonesia tak terlibat dalam perselisihan itu, namun sebagai ketua GNB, Indonesia berkepentingan akan segera tercapainya persetujuan GATT tersebut.

Hak Asasi Manusia

Menyinggung soal hubungan bilateral RI-AS, ia mengatakan, kerjasama ekonomimenempati posisi yang sangat penting sebagai dampak berakhimya Perang Dingin. Indonesia merupakan salah satu mitra dagang utama AS dan sangat penting sebagai tujuan investasi perusahaan AS, tambahnya.

Karena masalah ekonomi di dalam negeri, menurut dia, Pemerintah AS yang kini dipimpin Presiden Bill Clinton dari Partai Demokrat, tidak siap mengorbankan kerjasama ekonomi “dengan beberapa negara lain untuk hal-hal yang menyangkut masalah hak asasi manusia”. AS saat ini enggan menggunakan sanksi ekonomi untuk menekan negara tertentu yang dianggap melanggar hak asasi manusia. Selain karena masalah ekonomi di dalam negeri AS, masalah hak asasi manusia di negara tertentu kurang mendapat perhatian Pemerintahan Partai Demokrat akibat masalah penting internasional lainnya seperti perang di Bosnia dan bantuan ekonomi bagi Rusia, tambahnya.

“Namun bukan berarti masalah hak asasi manusia terlupakan, “ujar Larry Niksch, yang menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mencatat kemajuan dalam menangani masalah hak asasi manusia.

Kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia pada dasamya tidak berubah walau terjadi pergantian Pemerintah AS dari Partai Republik ke Partai Demokrat.

“Tapi ada sedikit perbedaan , misalnya dalam pertemuan Presiden Reagan dan Presiden Soeharto tahun 1987, masalah hak asasi manusia dan Timor Timur tidak dibicarakan. Namun ketika Presiden Clinton bertemu dengan Presiden Soeharto di Tokyo baru-baru ini, masalah tersebut disinggung,”katanya.

Sebaliknya, dibanding beberapa tahun lalu sikap Kongres terhadap Indonesia kini melunak. “Walau Pemerintah AS mengakui kedaulatan Indonesia akan Timor Timur, namun tahun lalu masih terdengar suara-suara di Kongres yang mendukung hak penentuan sendiri bagi Timor Timur. Tahun ini suara semacam itu sudah tak terdengar lagi.Hal ini karena alasan politik dalam negeri AS,” ujarnya.

Larry Niksch menekankan pentingnya meningkatkan kerjasama RI-AS antara lain melalui ASEAN, APEC maupun PBB, serta pelatihan militer dan pertukaran kunjungan anggota Pariemen ke dua negara. Ia percaya bahwa di masa mendatang Indonesia, sebagaimana halnya negara­ negara besar lainnya,akan menghadapi masalah desentralisasi.

“Dalam 10 atau 20 tahun mendatang, masalah iniyang saya sebut sebagai masalah imperialisme akan menjadi bahan perdebatan utama di Indonesia sebagai dampak semakin rumit dan beragamnya perekonomian Indonesia. Hal ini terjadi di Cina, juga di negara kecil seperti Korea,”jelasnya.

Pemerintahan-pemerintahan lokal termasuk Timor-Timur akan menuntut otonomi atau kekuasaan lebih besar dalam menentukan  pembangunan  setempat, ujarnya.

“Masalah inisangat sulit. Bahkan di AS dulu sampai mengakibatkan pecah perang sipil. India sedikit banyak telah berhasil mengatasi masalah itu. Namun negara seperti Soviet dan Yugoslavia gagal menyelesaikan masalah ini hingga mereka terpecah ,”kata Larry Niksch, yang pernah mengunjungi Indonesia dan merencanakan untuk pergi ke Jakarta tahun  depan. (FAC-TN01/SU05 /8:18AM/LN09/22/07/9314:33)

Sumber:ANTARA  (22/07/1993)

______________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 506-507.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.