INGIN BINA KERJASAMA DENGAN NEGARA-NEGARA ASIA TENGGARA
Presiden Bangladesh di Jakarta
“Kita berada di kawasan dengan peradaban dan kebudayaan yang termasuk paling tinggi di dunia, tapi tingkat arif aksara, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita termasuk yang paling rendah di dunia sekarang.”
Demikian antara lain ucapan Presiden Bangladesh Ziaur Rahman dalam jamuan makan kenegaraan di Istana Negara, Kamis malam.
“Kami sekarang sedang melancarkan pembangunan bangsa dengan tujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan sosial bangsa kami,” katanya lagi.
Presiden Soeharto sebelumnya menekankan,
“sejumlah perkembangan internasional telah muncul akhir-akhir ini yang mengharuskan kita sebagai negaranegara yang sedang membangun mengambil sikap dan kewaspadaan tinggi agar tidak menjadi korban dari pertentangan kepentingan lain yang bukan kepentingan kita”.
Kedua Presiden dalam pidatonya masing-masing mengemukakan kesamaan antara Bangladesh dan Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun sebagai negara Non-Blok yang menginginkan perdamaian dunia dan mengharapkan tata ekonomi serta sosial dunia yang adil.
Ziaur Rahman mengungkapkan keinginannya untuk membina kerjasama dengan tetangganya di Asia Tenggara dan menunjuk kepada persetujuan repatriasi pengungsi dengan Burma sebagai bukti kesediaan kedua negara menyelesaikan persoalan dengan damai atas dasar persamaan rakyat.
Presiden Rahman menyatakan dukungan terhadap Resolusi PBB tentang Deklarasi Samudera Hindia sebagai Zona Damai dan menyerukan negara-negara tepi lautan yang berdekatan agar melakukan saling konsultasi dan pengaturan ke arah pelaksanaan resolusi tersebut.
Kedua pemimpin negara itu menutup pidatonya dengan melakukan toas tuntuk kesehatan pribadi keluarga masing-masing, serta kemajuan dan kemakmuran kedua bangsa serta kerjasama dan persahabatan Bangladesh dan Indonesia.
Selesai jamuan kehormatan, tamu dan tuan rumah menyaksikan malam kesenian yang menyajikan pelbagai kesenian daerah.
City of Shah Jalal
Presiden Ziaur Rahman tiba petang hari dengan pesawat Boeing 727 City of Shah Jalal yang bergaris biru, milik perusahaan penerbangan “Bangladesh Biman”.
Presiden Bangladesh itu turun dari tangga pesawat dan langsung disambut hangat Presiden Soeharto. Lalu keduanya melangkah melalui hamparan permadani merah menuju panggung.
Sementara lagu kebangsaan “Amar Sonar Bangia Ami Tomai Bhaiobashi”
(Bangladesh Tanah Airku, Aku Cinta Padamu”) dan “Indonesia Raya” berkumandang, 21 kali dentuman meriam mengiringinya. Selesai upacara kenegaraan lengkap dengan pasukan kehormatan, Presiden Ziaur Rahman yang mengenakan stelan jas warna abuabu dengan kemeja bergaris kecil merah dan berdasi berbintik diperkenalkan kepada para menteri, korps diplomatik dan akhirnya mendapat sambutan bersemangat dari masyarakat Bangladesh di Jakarta.
Sebelum menghadiri civic reception yang diadakan oleh Gubernur Tjokropranolo di Balaikota, Presiden Bangladesh Ziaur Rahman menerima kunjungan Wakil Presiden Adam Malik di Wisma Negara. Pada kesempatan itu diadakan tukar-menukar tanda mata. Wapres menghadiahkan seperangkat tea-set dan Ziaur Rahman menghadiahkan kain sutera buatan Bangladesh.
Presiden Bangladesh itu juga telah mengadakan kunjungan resmi kepada Presiden dan Ny. Tien Soeharto, di Istana Merdeka. Kedua Kepala Negara itu melakukan tukar-menukar tanda-mata pula. Presiden Soeharto menghadiahkan sebuah keris Bali berlapis emas kepada rekannya dari Bangladesh, Ny Tien Soeharto memberikan kain sutera untuk Ny. Ziaur Rahman. Kepada Presiden Soeharto Ziaur Rahman memberikan hasil kerajinan dari perak berupa perahu.
Pembicaraan dan Persetujuan
Presiden Rahman dalam rombongan resminya disertai Menlu Tabarak Husain dan Menteri Perindustrian Jamaluddin Ahmed, serta sejumlah staf dan pers nasionalnya.
Jumat pagi, sementara Rahman dan Soeharto mengadakan pembicaraan resmi, para menteri masing-masing juga akan mengadakan dua pertemuan sekaligus, yaitu seksi politik dan seksi ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, kedua pihak sejak beberapa waktu telah menyiapkan persetujuan dagang yang akan ditandatangani pada hari Sabtu di Gedung Pancasila di Deplu.
Persetujuan dagang ini diharapkan akan meningkatkan hubungan dagang kedua negara. Selama lima tahun belakangan ini, perdagangan bilateral menunjukkan saldo yang menguntungkan Bangladesh.
Nilai perdagangan selama itu meningkat tiap tahunnya. Pada 1976, ekspor Indonesia hanya 19.551 dollar AS, sedang ekspor Bangladesh mencapai 30.989 dollar. Setahun kemudian ekspor Indonesia merosot jadi US$. 1.681, sedang ekspor Bangladesh ke Indonesia meningkat jadi US$ 289.161, dan tahun lalu berobah perbandingannya jadi US$. 428.021.
Ekspor Indonesia terutama tembakau, batu-arang dan minyak atsiri. Sebaliknya impor dari Bangladesh terutama kapas tekstil, serat untuk karung goni dan kertas. Selanjutnya diharapkan Bangladesh bisa mengimpor pupuk Urea dari Indonesia. (DTS)
…
Jakarta, Kompas
Sumber: KOMPAS (28/07/1978)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 667-669.
Riani Architta