Ismail Saleh: Pak Harto Pemimpin Yang Konsisten Dan Berwawasan Luas

Pemimpin Yang Konsisten Dan Berwawasan Luas [1]

Ismail Saleh [2]

Menyambut ulang tahun ketujuhpuluh Presiden Soeharto; saya ingin sekali menuangkan kesan-kesan saya tentang beliau. Tentu banyak sekali kesan saya mengenai beliau, sejak pertama kali bertemu sampai sekarang ini, sehingga tidaklah mungkin kiranya bagi saya untuk mengungkapkan semuanya. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang terbatas ini saya hanya akan mengungkapkan yang penting-penting saja.

Saya tidak segera berkesempatan mengenal atau berhubungan langsung dengan Pak Harto, walaupun saya sudah bertugas sebagai Kepala Biro di Sekretariat Kabinet pada tahun 1967. Ketika itu saya menjabat sebagai Kepala Biro Analisa dan Perundang-undangan, dan yang menjadi Sekretaris Kabinet pada waktu itu adalah: Pak Sudharmono. Memang, secara organisatoris yang berhak mengadakan hubungan langsung dengan Presiden adalah Sekretaris Kabinet.

Barulah kemudian, ketika Pak Sudharmono mantu, saya secara, langsung mendapat kesempatan berkenalan dengan Pak Harto. Waktu itu, Pak Sudharmono menugaskan saya dan isteri untuk menjemput Pak Harto dan Ibu di Cendana. Dan itulah pertam kali saya bertemu dengan Presiden Soeharto. Pada pertemuan itu saya terkesan akan dua hal. Pertama, Pak Harto orangnya ramah. Kedua, beliau teliti dan ingin menepati waktu. Keramahan Pak Harto dan Ibu tampak tatkala beliau menyapa, saya dan isteri seraya tersenyum. Memang dalam setiap kesempatan beliau senantiasa menyapa lebih dahulu dan dalam setiap kesempatan itu pula beliau selalu tersenyum. Dengan keramahtamahan ini beliau berhasil menghilangkan suasana tegang yang mungkin dihadapi oleh setiap orang atau bawahan yang bertemu dengan beliau. Begitulah suasana dan kesan yang saya rasakan pada waktu itu, sehingga hilanglah perasaan tegang saya.

Pak Harto sangat memperhatikan dan menjaga ketepatan waktu. Pak Harto memahami bahwa karena beliau diundang ke suatu upacara maka ketepatan waktu harus dipegang teguh. Oleh sebab itu beliau mengingatkan Bu Harto, yang masih berada di ruangan atas, agar jangan sampai terlambat tiba di tempat upacara. Beliau menyadari sekali bahwa dalam upacara seperti itu semua acara sudah dijadwalkan, sehingga jangan sampai jadwal berubah hanya karena beliau terlambat datang. Dari sini kelihatan bahwa beliau disiplin akan waktu.

ltulah kesan saya tentang Pak Hario ketika saya bertemu dengan beliau untuk pertama kalinya. Kesan pertama ini penting dan sangat berpengaruh. Saya katakan berpengruh oleh karena bagi seorang manusia, kesan pertama itu adalah justru yang paling penting (the first impression is very important). Akan tetapi, bagi saja, kesan pertama ini bukan saja penting, melainkan juga telah mempepgaruhi saya didalam pelaksanaan tugas-tugas saya selama menjabat di pemerintahan dan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sedapat mungkin saya selalu berusaha untuk menimbulkan kesan pertama yang baik kepada orang yang datang menemui saya.

Sebagai seorang pemimpin, Pak Harto mempunyai pribadi yang kuat. Kepribadian yang kuat itu tidak saja tampak dari perkataan yang beliau ucapkan; tetapi juga terpancar dari wajah beliau. Beliau mempunyai arah dan garis yang jelas dan kuat didalam menyampaikan sesuatu; didalam mengemukakan sesuatu masalah, beliau tidak pernah bersikap ragu-ragu. Didalam sidang-sidang kabinet, misalnya, pembahasan mengenai masalah ekonomi tidak pernah membuat beliau ragu-ragu, apalagi dalam bidang pertanian. Jelas sekali tampak bahwa beliau konsisten sekali dan tidak pernah ragu-ragu dalam bidang-bidang yang menyangkut kehidupan rakyat. Beliau bukan sebrang sarjana pertanian atau sarjana ekonomi, akan tetapi beliau mampu menguraikan masalah-masalah pertanian dan ekonomi dengan dasar dasar yang kuat, jelas dan tidak ragu-ragu.

Hal itu tampak juga dalam kesempatan beliau berkunjung ke daerah-daerah. Dalam tatap muka dengan rakyat di daerah-daerah, beliau selalu membuka kesempatan kepada rakyat untuk bertanya. Pada kesempatan itu juga beliau memberikan pengarahan dan bimbingan kepada rakyat dengan bahasa rakyat pula. Rakyat diberi gambaran yang jelas mengenai masa depan bangsa kita, termasuk mengenai kesulitan-kesulitan yang kita hadapi.

Kepribadian yang kuat itu juga terlihat di kala beliau menerima tamu-tamu asing. Pernah pada tahun 1986 saya mendampingi Menteri Kehakiman Belanda, Korthals Altes, menghadap Presiden Soeharto Dalam pertemuan tersebut, ternyata masalah-masalah hukum pun dijelaskan oleh Pak Harto dengan bahasa yang gamblang.

Cara penyampaiannya kepada orang asing juga masuk akal. Kepada Menteri Kehakiman Belanda tersebut, Pak Harto menjelaskan tentang proyek transmigrasi yang sering dipersoalkari di luar negeri itu. Penjelasan Pak Harto jelas sekali dan ternyata bisa diterima oleh orang asing yang pada umumnya rasional sekali. Saat itu Pak Harto menanggapi suara-suara yang mengatakan bahwa transmigrasi adalah program yang dipaksakan, sebab belum teritu rakyat setempat mau menerimanya. Beliau menjelaskan bahwa pada umumnya orang-orang di Jawa adalah petani yang memiliki tanah yang sempit, sedangkan orang-orang di luar Jawa bukan petani tetapi mempunyai tanah yang luas.

Pak Harto tidak menggunakan ukuran hektar untuk menggambarkan betapa sempitnya tanah yang dimiliki oleh para petani di Jawa. Beliau tidak menggunakan ungkapan ”seperempat hektar”, melainkan 50m x 50m. Ungkapan “50m x 50m” tentu saja memberikan kesan yang lain daripada istilah “seperempat hektar”. Juga dijelaskan oleh Pak Harto bahwa dengan program transmigrasi itu maka para petani di luar Jawa yang belum begitu memahami masalah-masalah pertanian akan dapat belajar dari petani transmigran. Dan, untuk lebih meyakinkan lagi, beliau menyangkutkan masalah transmigrasi ini dengan Wawasan Nusantara. Beliau me­ ngatakan bahwa negara kita adalah negara kesatuan dan Pulau Jawa ini adalah bahagian dari negara kesatuan itu. Karena itu tidak ada masalah apakah orang Jawa yang berangkat ke sana atau orang luar Jawa yang datang ke Pulau Jawa. Uraian Pak Harto demikian jelasnya, sehingga Menteri Kehakiman Belanda pada waktu saya tanya dalam perjalanan pulang mengenai tanggapannya, mengatakan: “Jelas sekali dan memang dapat dimengerti mengapa Indonesia mengadakan. program transmigrasi”.

Tidak hanya dalam kedudukan sebagai Presiden saja Pak Harto bersikap seperti itu. Pribadi Pak Harto selalu berusaha untuk menjelaskan sejelas-jelasnya apa yang ingin diketahui orang lain, sampai orang itu benar-benar merasa puas. Hal ini antara lain saya ketahui dari pengalaman saya sendiri ketika mengunjungi peternakan beliau di Tapos pada tahun 1982. Pada waktu itu saya masih menjabat sebagai Jaksa Agung. Saya mohon kepada beliau agar diizinkan meninjau peternakan tersebut, sebab saya juga mempunyai niat untuk beternak. Beliau berkenan untuk menerima saya bersama Pak Ramly, yang ketika itu masih menjadi Direktur Utama Pertamina.

Walaupun yang datang itu hanya kami berdua saja, tetapi Pak Hrto bersedia menerima dan mengantarkan kami berkeliling peternakan itu. Dengan gamblang sekali beliau menjelaskan tentang cara-cara beternak di Tapos. Penjelasan yang diberikan tidak muluk­muluk, dan. bukan pula teori-teori beternak. Sambil berjalan dari satu kandang ke kandang lain, tidak bosan-bosannya beliau menguraikan, misalnya, tentang makanan apa yang diberikan kepada domba, cara menyilang, nama-nama jenis domba, dan manfaat dari peternakan domba itu. Pak Harto menjelaskan sampai selesai, dan tidatk ada rasa berat ataupun segan, melainkan dengan segala keikhlasan dan kebahagiaan. Kebahagiaan itupun memancar dari wajah Pak Harto pada waktu beliau menjelaskan masalah peternakan itu

Dari sudut kedinasan pun sikap beliau berkesan sangat mendalam kepada saya, baik sebagai Jaksa Agung maupun sebagai Menteri Kehakiman sekarang ini. Umpamanya, menyangkut sikap para hakim dalam menegakkan keadilan dan kebenaran. Beliau berulang kali menegaskan agar para hakim itu menyadari bahwa mereka adalah hakim di negara yang sedang membangun dan hakim di negara Pancasila. Jadi, untuk menegakkan keadilan, hakim juga harus bisa menempatkan diri sebagai hakim di negara yang berdasarkan Pancasila. Pak Harto mengatakan bahwa keadilan itu memang relatif sekali, oleh karena itu para hakim diminta agar benar-benar berpegang teguh pada keadilan yang diharapkan di negara Pancasila ini. Mereka harus bisa mengukur sendiri bagaimana keadilan itu bisa diterima oleh rakyat banyak, demikian yang selalu dipesankan Presiden. Pak Harto berpendapat bahwa para  hakim Indonesia harus memahami kedudukannya sebagai bahagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bangsa dan negara. Dalam rangka itu maka orang yang layak menjadi hakim adalah orang yang mengerti orientasi bangsa dan negaranya. Menurut Presiden, oleh karena sekarang ini orientasi bangsa dan negara kita adalah pembangunan, maka para hakim pun diharapkan mempunyai orientasi pada pembangunan bangsa itu. Dengan demikian segala kegiatan yang merongrong pembangunan, seperti korupsi dan penyelundupan, harus dihukum seberat-beratnya oleh hakim.

Pak Harto selalu menekankan dan mengutamakan pada aspek koordinasi yang erat diantara para menteri dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Beliau selalu mengharapkan agar para pimpinan departemen jangan hanya mengejar programnya sendiri-sendiri saja. Bagaimanapun juga pemerintah dan pemerintahan itu adalah satu, dibawah pimpinan Presiden.

Kelonggaran yang diberikan oleh Pak Harto kepada para .menteri adalah kelonggaran yang tidak menyimpang dari ketentuan dalam UUD 1945. Para menteri mempunyai kebebasan dalam menentukan garis kebijaksanaan departemen yang dipimpinnya. Para menteri juga bebas dan terbuka untuk menyampaikan. pendapat serta pertimbangan kepada Presiden.

Petunjuk yang diberikan kepada para menteri menunjukkan bobot kenegarawanan yang memiliki jatidiri dan kepribadian yang kuat, luas wawasannya dan tajam pengamatannya. Pengalaman saya dalam berbagai kesempatan dapat menghadap Pak Harto memang macam-macam nuansa-kesan yang saya rasakan. Adakalanya kalimat yang diucapkan beliau singkat, tetapi mengandung makna yang dalam disertai senyum, diselingi ketawa kecil sampai, kadang­kadang, terkekeh-kekeh. Bahkan adakalanya sampai terbatuk­batuk.

Tetapi sebaliknya adakalanya juga belum sampai kita berbicara untuk melaporkan sesuatu dan malahan baru masuk pintu, beliau sudah terbatuk-batuk terlebih dahulu. Wah, gawat ini rasanya dan kita tidak mengetahui apa yang sedang beliau pikirkan. Menurut pendapat saya, mungkin juga keliru pengamatan saya, nampaknya ada bedanya antara batuk-batuk beliau dalam situasi pertama dan yang kedua.

Memang sebagai pembantu Presiden, kita harus pahdai menangkap situasi dan membaca situasi. Kita harus pula mampu memahami apa isi petunjuk Bapak Presiden dengan baik. Nampaknya pepatah Jawa yang berbunyi, jalma limpad, seprapat prasasat tamat” berlaku di sini dalam menghadapi situasi tersebut. Kita pun harus pandai merumuskan petunjuk-petunjuk yang kita terima dari Bapak Presiden untuk disampaikan kepada para wartawan, sehingga tidak timbul salah persepsi.

Kepemimpinan beliau tersebut sangat memberikan kesan mendalam pada pribadi saya. Oleh sebab itu pada waktu saya menjabat; Jaksa Agung, keteladanan beliau saya jadikan pedoman dalam tugas. Salah satu contoh keteladanan yang saya ikuti adalah perjalanan incognito Pak Harto ke berbagai daerah pada awal tujuh puluhan. Saat itu Presiden ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya,dari kehidupan rakyatindonesia di daerah-daerah. Tanpa acara protokoler dan hanya disertai oleh ajudan, beliau mengunjungi secara “mendadak” beberapa daerah dan mengadakan dialog langsung dengan rakyat. Bahkan ada diantara rakyat yang tidak mengenal seketika siapa sebenarnya yang berbicara tersebut.

Dalam kunjungan “diam-diam” dan “mendadak” yang dilakukan Presiden  pada tanggal 20 Juli  1970 itu, Kepala Negara melakukan pengecekan langsung atas pelaksanaan dari kebijaksanaan pusat di daerah-daerah. Sewaktu berkunjung di Jawa Tengah, Presiden cukup terkejut setelah mengetahui bahwa harga jual pupuk kepada petani lebih mahal daripada harga jual yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Pak Harto telah memberikan teladan bagaimana manfaat dari suatu kunjungan mendadak dilakukan. Keteladanan itu yang saya ikuti dengan apa yang kemudian disebut “Sidak” atau Inspeksi Mendadak pada jajaran Kejaksaan dan Kehakiman.

***



[1]     Ismail Saleh, “Pemimpin Yang Konsisten Dan Berwawasan Luas “, dikutip dari buku “Di Antara Para Sahabat: Pak Harto 70 Tahun”  (Jakarta: PT. Citra Kharisma Bunda, 2009), hal 84-89.

[2]     Menteri Kehakiman dalam Kabinet Pembangunan V.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.