ISNAENI TENTANG PENJEDERHANAAN PARTAI2[1]
Djakarta, Kompas
Sedjak dulu PNI senantiasa mensponsori dan mendukung idee penjederhanaan partai2 Demokrat komentar ketua I DPP PNI Mh. Isnaeni kepada Kompas hari Sabtu jl. tentang pertemuan antara Presiden dengan partai2 dan Golkar pada achir minggu jl. Karenanja maka pada waktu pembahasan RUU Pemilu dulu. PNI menjarankan agar sistim gugur adalah sjarat adanja persentase suara atau kursi minimal jang harus diperoleh para peserta Pemilu fihak2 jang tidak mentjapai persentase minimal tsb. dianggap gugur dengan sendirinja dan tidak berhak menempatkan wakilnja dalam lembaga Legislatip.
Mendjawab pertanjaan “Kompas” Mh. Isnaeni mengatakan bahwa efek positip dari pada pengelompokan adalah lebih sederhananja dan tata kerdjanja dalam DPR. Karena fraksi (dalam DPR) sebenarnja adalah suatu sarana musjawarah. Sebaliknja jang dianggap sebagai effek negatip dari pada pengelompokan (“kalau harus dianggap sebagai efek negatip”, kata Isnaeni), adalah kurang menondjolnja partai2 sebagai suatu unsur tersendiri dari kelompok tsb.
Platform Bersama
Mendjawab pertanjaan2 selandjutnja Isnaeni mengemukakan bahwa usaha2 pengelompokan itu sudah ada sedjak beberapa waktu jl. IV amun berlangsung kurang effektip karena partai 2 pada waktu itu mentjurahkan perhatiannja kepada persiapan2 Pemilu. Kini setelah Pemilu selesai Isnaeni bahwa usaha2 pengelompokan itu akan berdjalan lebih lantjar.
Dikatakannja bahwa segera setelah dilangsungkannja pertemuan antara Presiden dengan Parpol2 pada hari kamis jl. malam harinja telah diadakan pertemuan antara parpol jang bergabung dalam Kelompok Demokrasi Pembangunan. Jakni antara PNI, Parkindo, Partai Katholik, IPKI dan Murba. Dalam pertemuan antara parpol2 tersebut tjara2 meningkatkan kerdja sama dan pengisiannja.
Sebagai dasa pengelompokan itu adalah program bersama. dengan perkataan lain, pengelompokan tersebut didasarkan pada platform bersama diantara Parpol2 jbs. Bentuk dari pengelompokan itu sendiri masih dalam pengolahan. Maksudnja bentuk pengelompokan antara Parpol2 tersebut diatas dalam masjarakat. Pengelompokan dalam DPR bagi Isnaeni sudah “clear”. Mengenai pengelompokan dalam masjarakat Isnaeni tjenderung untuk meningkatnaja dalam bentuk konfederasi atau federasi. Dengan demikian maka eksistensi masing2 Parpol masih bisa dipertahankan.
Sistim Pengambilan Keputusan
Sehubungan dengan sistem pengambilan keputusan dalam DPR nanti. Isnaeni mengatakan bahwa Presiden menghendaki agar pada hakekatnja dipergunakan sistim musjawarah mufakat. Namun djanganlah sampai dihambat oleh fihak2 jang sangat monoritas. Bagaimana penuangannja setjara konkrit dalam praktek, menurut Isnaeni tidak disinggung oleh Presiden. Karenanja Isnaeni menjarankan agar Tap MPRS No. 38 tahun 1968 dipergunakan sebagai landasan. Isinja setelah usaha2 melalui musjawarah mufakat tidak berhasil mentjapai konsesus barulah dilakukan “voting”.
Mendjawab pertanyaan selandjutnja. Isnaeni mengemukakan bahwa ia belum dapat mengikuti idee jang dinamakan “the floating mass”. Karena dalam pelaksanaan pembangunan seluruh rakjat harus diikut sertakan setjara sadar. Lagi pula ditindjau setjara konstitusionil, ide untuk mentjegah rakjat berpolitik, betentangan dengan pasal I ajat (2) UUD ’45 jang menandaskan bahwa kedaulatan ada ditangan rakjat dan dilaksanakan sepenuhnja oleh MPR.
Namun, kalau pelaksanaan idee floating mass itu diartikan sebagai pentjegahan agar rakjat tidak semua2 dipakai/dipergunakan sebagai landasan kekuatan (mass, base, red) bagi sesuatu ideologi kelompok, Isnaeni bisa menerimanja. “Tapi itu merupakan segi negatipnja sadja dari hubungan antara Parpol dengan masjarakat”, kata Isnaeni. Menurut Isnaeni, Parpol mempunjai fungsi jang lain : jakni sebagai wadah untuk mendidik tjalon2 pemimpin bangsa. Ditindjau dari ini, maka Isnaeni tidak menerima pelaksanaan dari idee floating mass tersebut.
Tata tertib DPR nanti sehubungan dengan tata kerdja DPR nanti. Mh Isnaeni sangat setudju djika rapat2 Komisi (rapat kerdja dengan pemerintah) pada dasarnja dilakukan setjara terbuka, ketjuali tentunja dalam pembitjaraan2 jang menjangkut “national security” Jang penting bagi Isnaeni status peraturan tata tertib DPR itu sendiri. Selama ini peraturan tata tertib DPR GR disusun oleh lembaga legislatif itu sendiri sehingga fihak eksekutif tidak merasa terlihat olehnja.
Maka dalam penjesuaian peraturan tata tertib DPR jang baru nanti, hendaknja diusahakan agar baik fihak legislatip maupun fihak eksekutip terikat olehnja. Misalnja adanja sanksi bagi anggota2 DPR dan djuga bagi menteri djika salah satu fihak tidak hadir dalam rapat2 kerdja jang telah ditentukan. (DTS)
Sumber: KOMPAS (12/10/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 912-914.