JAJARAN PEMERINTAH HARUS PAHAMI ASPIRASI MASYARAKAT
Jatinangor, Kompas
Presiden Soeharto menegaskan kembali, jajaran pemerintah harus memahami aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayani. Pemahaman aspirasi dan kepentingan rakyat ini penting, karenajajaran pemerintah itu sehari-hari bergulat dengan banyak masalah pemerintahan dan masalah kemasyarakatan serta harus membuat keputusan dan memecahkan masalah yang timbul secara beruntun.
Kepala Negara mengatakan hal itu pada peresmian kesatrian Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan Wisuda Lulusan Tinggi tersebut di Kesatrian STPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang Senin (24/8). Pada acara yang dihadiri Mendagri Rudini dan Gubernur se-Indonesia tersebut Presiden Soeharto menyerahkan penghargaan Asia Brata kepada lulusan terbaik, Jaohari Alam, praja (mahasiswa) kelahiran Cikajang, Garut 3 November 1968. Sedangkan jumlah lulusan yang diwisudakan pada kesempatan itu 487 orang, 49 orang diantaranya praja wanita.
Menurut Kepala Negara berdasarkan ketentuan undang-undang Presiden ditugaskan sebagai penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi, dibawah Majelis Pemusyawaratan Rakyat. Di pundak Presidenlah terletak tanggungjawab tertinggi tentang baik buruknya penyelenggaraan pemerintah itu.“Dalam melaksanakan tugas ini, Presiden jelas memerlukan tenaga-tenaga pelaksana pemerintahan di lapangan dengan mutu kemampuan dan keahlian yang tinggi,” kata Presiden.
Tugas pemerintah adalah tugas yang rumit yang meminta perhatian besar dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Karenanya tugas ini memerlukan profesionalisme yang tinggi.
Tugas tadi bertambah rumit lagi, karena dewasa ini dunia sedang memasuki era globalisasi yang membawa sejumlah masalah-masalah barn yang mendasar. Dikatakan, dalam zaman sekarang, keberhasilan maupun kegagalan pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai dampak yang besar.
Dampak ini tidak saja dirasakan rakyat sendiri, tetapi juga dirasakan bangsabangsa lain yang berada di sekitarnya. Bahkan dapatjuga berpengaruh bagi bangsa-bangsa lain di dunia.
Sama Kader ABRI
Dalam pesannya Presiden mengatakan, pada masa-masa yang akan datang para lulusan STPDN akan melayani masyarakat dan bangsa Indonesia yang semakin maju, makin kritis dan makin luas cakrawala pemikirannya. Lulusan STPDN akan berkomunikasi dengan para manajer profesional yang beketja dengan sistem peralatan dan teknologi yang makin canggih.
Mereka lanjut Kepala Negara juga akan berhubungan dengan para perwira tamatan Akademi Militer yang dalam pelaksanaan tugasnya dalam bidang pertahanan keamanan memerlukan berbagai dukungan, bukan saja dari sesame jajaran pemerintah, tapi juga dari masyarakat setempat. “Para lulusan sekolah tinggi ini,” Ianjut Presiden, juga harus melayani rakyat yang memiliki adat dan kebudayaan yang khas.
Oleh karena itu, kata Presiden harus dipersiapkan kader-kader pemerintahan secara sungguh-sungguh dengan mutu tinggi, para lulusan sekolah tinggi ini paling tidak harus merniliki kualifikasi yang sama dengan kader-kader perwira angkatan bersenjata, para manajer profesional berbagai badan usaha, ataupun dengan kader-kader kepemimpinan lainnya dalam masyarakat.
Ditambahkan, untuk mengembangkan kariemya di masa yang akan datang, lulusan STPDN perlu memahami latar belakang sejarah dan sistem nilai kebudayaan suatu daerah di Indonesia. Ini disebabkan, kondisi daerah-daerah di Indonesia amat beraneka ragam .Pengenalan terhadap kondisi suatu daerah, tidak dengan sendirinya berarti memahami keadaan daerah lainnya, meskipun masih berada dalam pulau yang sama.”Dengan lain perkataan, selain mempunyai kemampuan dibidang pemerintahan, para lulusan sekolah tinggi ini juga harus memiliki kemampuan kewilayahan,” kata Presiden.
Selanjutnya Presiden menegaskan tentang keharu san adanya pengakuan dan penghargaan terhadap adat istiadat suatu wilayah, karena faktor sejarah buat kondisi daerah-daerah amat beraneka ragam.
“Perlu kita perhatikan bahwa adalah wajar masing-masing masyarakat kita yang beragam-ragam itu menginginkan diakui dan dihargai adat istiadat, kebudayaan dan identitasnya,” kata Presiden.”Hal itu harus sungguh-sungguh kita perhatikan sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal lka dalam lambang negara kita.”
Mengenai Pribadi
Lebih jauh disampaikan Presiden, belajar pada STPDN secara terpusat dan bertemu dengan para mahasiswa yang berasal dari seluruh pelosok tanah air adalah langkah pertama ke arah pembinaan wawasan yang luas ini. Para mahasiswa calon pejabat pemerintahan akan dapat bertukar informasi dan pandangan dengan rekanrekannya dari lain daerah serta bersama-sama membangun wawasan masa depan mereka.
Besar manfaatnya, lanjut Presiden, jika dalam berbagai kesempatan kader muda kepemimpinan dalam berbagai bidang lainnya, baik sipil maupun militer baik instansi pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan, dapat belajar bersama mengenai masalah-masalah kewilayahan pada STPDN.
Menurut Kepala Negara pengalaman menelaah, masalah yang sama dalam rangka mempersiapkan masa depan yang sama dan bersamaan dengan itu saling mengenai secara pribadi satu sama lain, akan merupakan modal amat penting dalam memecahkan masalah pada saat mereka telah memegang posisi kepemimpinan kelak di kemudian hari.
Dari kawah candradimuka kepemimpinan masa depan inilah, lanjut Presiden, diharapkan timbul gelombang derni gelombang lapisan kepemimpinan nasional yang membawa bangsa Indonesia mencapai cita-citanya dalam era kebangkitan nasional kedua mendatang.
Urunan Biaya
Sementara itu Mendagri Rudini dalam laporannya mengatakan, semula STPDN ini berbentuk Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) yang tersebar di 20 propinsi. Namun pembinaan dan pengendalian terhadap 20 APDN yang tersebar ini sulit dilakukan serta tidak efisien dan efektif dari segi pendanaan. Karena itu APDN diintegrasikan di suatu tempat dan statusnya diubah menjadi STPDN.
“Dengan mengintegrasikan ini diharapkan dapat dihasilkan kader pimpinan pemerintahan di masa datang yang berwawasan nasional, berjiwa patriotik dan merniliki pola berfikir yang integral,” ujar Mendagri.
Sumber : KOMPAS (25/08/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 182-184.