JALIN KERJA SAMA ERAT UNTUK HAPUSKAN HAMBATAN PERDAGANGAN

JALIN KERJA SAMA ERAT UNTUK HAPUSKAN HAMBATAN PERDAGANGAN

 

 

Presiden pada Pertemuan Menlu ASEAN – ME

Presiden Soeharto mengharapkan melalui pertemuan tahunan ke-6 para Menlu ASEAN dan Masyarakat Eropa (ME), dapat dijalin kerja sama lebih erat untuk menghapuskan hambatan dalam sistem perdagangan internasional.

Pertemuan diharapkan pula dapat melahirkan usaha untuk menyehatkan neraca perdagangan bilateral antara negara-negara ME dan ASEAN.

Harapan itu dikemukakan Kepala Negara ketika membuka pertemuan tersebut di Istana Negara hari Senin pagi.

Pertemuan berlangsung dua hari di Gedung Sekretariat Jenderal ASEAN Jakarta, dihadiri enam negara ASEAN dan 11 dari 12 negara ME (European Communities). Satu-satunya negara anggota ME yang tidak hadir adalah Portugal.

Sebelumnya, Presiden Soeharto juga menerima kunjungan kehormatan para ketua delegasi dan dubes ASEAN dan ME di Istana Merdeka.

Hadir antara lain Menlu Muangthai Siddhi Savetsila, Menlu Singapura Dhanabalan, Wakil Menlu Filipina Jose Ingles, Ketua Delegasi Perancis Ketua Komisi ME untuk Urusan Asia Tenggara Claude Cheysson, Menlu Belanda Hans van den Broek, Menlu Inggris Sir Geoffrey Howe, Menlu Spanyol Fransisco Fernandes Ordenez, dan Menlu Luxemburg Robert Goebbels.

Menlu Mochtar Kusumaatmadja dalam laporannya mengatakan, pertemuan akan membahas berbagai kepentingan bersama yang menyangkut bidang ekonomi dan kerja sama pembangunan lainnya.

Dalam pertemuan yang pertama kali dilakukan di Jakarta itu, akan dilakukan pula pertukaran pandangan mengenai masalah politik dan perekonomian dunia.

Forum pertemuan para Menlu ASEAN dan ME ini dicetuskan tahun 1978 di Brussels. Pertemuan sebelumnya diselenggarakan di Kuala Lumpur, London, Bangkok, dan Dublin.

Masalah Besar

Presiden Soeharto mengingatkan bahwa hambatan dalam sistem perdagangan internasional mempunyai pengaruh luas dan jauh bagi negara­negara yang sedang membangun.

Merosotnya ekspor hasil perkebunan dan barang-barang yang dihasilkan berarti mempersempit lapangan kerja yang justru merupakan masalah besar yang harus ditanggulangi negara sedang membangun.

Dalam tingkat kelanjutannya yang buruk, hal itu berarti gagalnya tujuan pembangunan negara sedang membangun, yang salah satunya adalah meningkatkan taraf hidup rakyatnya yang sebagian besar terdiri dari petani dan pekerja berpenghasilan rendah.

“Belum lagi kerawanan sosial yang bisa ditimbulkan oleh pengangguran, yang pada gilirannya merupakan ancaman bagi stabilitas nasionalnya,” tutur Presiden Soeharto.

Menurut Kepala Negara, di samping bantuan luar negeri, perdagangan internasional merupakan unsur pendorong yang tidak kalah pentingnya untuk mempercepat pembangunan negara sedang membangun.

“Hambatan-hambatan dalam sistem perdagangan internasional bukan saja merugikan, melainkan akan mengurangi arti dan hasil dari bantuan ekonomi yang diberikan oleh negara industri maju kepada negara-negara yang sedang membangun,” tegasnya.

Ia menilai, adalah kepentingan bersama agar perbaikan perekonomian negara ME yang mulai tampak itu dapat memberi dorongan bagi kemajuan perekonomian ASEAN khususnya, dan negara sedang membangun pada umumnya.

Diharapkannya, kerja sama ASEAN – ME dapat menjadi contoh yang baik bagi kerja sama Utara – Selatan, dan selanjutnya merupakan awal dari sumbangan bersama bagi terwujudnya tata ekonomi internasional baru.

Hubungan Masa Lampau

Sebelumnya, Kepala Negara mengingatkan bahwa secara umum Eropa mempunyai hubungan sejarah masa lampau yang erat dengan Asia Tenggara. Hubungan itu tentu saja sudah berlainan sama sekali dengan hubungan baru yang diperlukan bagi masa sekarang dan masa datang.

Namun, hubungan masa lampau itu, menurut Presiden, setidaknya membuat Eropa lebih memahami Asia Tenggara dengan segala masalahnya yang sebagian merupakan warisan masa lampau dan juga keinginannya mengenai masa depan.

Menurut Presiden, berhasilnya kerja sama ekonomi negara Asia Tenggara dengan ME mempunyai kaitan lebih luas.

Kawasan Asia Tenggara yang tidak stabil, dapat menarik campur tangan dan konflik dari kekuatan luar. Karena ketidakstabilan di wilayah ini antara lain bersumber pada belum majunya keadaan ekonomi, maka beranjaknya kemajuan ekonomi di wilayah ini dapat memberi sumbangan penting bagi stabilitas Asia Tenggara, Asia, dan dunia pada umumnya.

Presiden Soeharto juga menggarisbawahi penghargaan ASEAN atas pengertian dan sikap masyarakat-masyarakat Eropa mengenai berbagai masalah Asia Tenggara, khususnya masalah Kamboja, pengungsi Indocina, serta tekad ASEAN menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan damai, bebas, dan netral.

Pasar Bersama

Dalam pada itu, Ketua Komisi ME untuk Hubungan Asia Tenggara, Claude Cheysson, dalam sambutan pembukaan pertemuan di gedung ASEAN secara tidak langsung mengimbau agar ASEAN membentuk pasar bersama.

Seraya mengemukakan contoh dalam ME. Cheysson mengemukakan betapa pentingnya pasar bersama guna menciptakan berbagai kerja sama, terutama di bidang investasi.

Menurut bekas Menlu Perancis itu, untuk membuat hubungan ekonomi ASEAN dan ME semakin mantap dan berkembang pasti, maka usulan bagi pembentukan kelompok kerja tingkat tinggi mengenai investasi sebagaimana dicetuskan dalam pertemuan Bangkok dan Dublin sebelum ini, merupakan suatu yang baik.

Dengan duduknya berbagai wakil dalam kelompok tadi, maka segala hal yang menyangkut investasi antara ke dua kelompok ini dapat lebih ditingkatkan.

Dikatakannya, dalam pertemuan kali ini sebaiknya usulan itu diperhatikan kembali, dan merupakan hal penting sebelum meninggalkan Jakarta sebaiknya semua pihak mengambil sikap jelas mengenai berbagai usulan tentang itu.

“Saya yakin ASEAN akan terus menegaskan perlunya ME meningkatkan kehadiran dan investasinya di kawasan ini, karena itu sikap mengenai pembentukan ketja sama itu amat perlu,” tambahnya.

Minta Dukungan

Sementara itu Menlu Indonesia Mochtar Kusumaatmadja mengimbau ME agar terus mendukung ASEAN, terutama dalam berbagai masalah politik dan kesulitan ekonomi akhir-akhir ini.

Mengenai masalah ketegangan Timur-Barat, Mochtar mengimbau agar usaha penyelesaiannya tidak hanya terbatas di Eropa saja, tetapi juga meluas di berbagai kawasan dunia.

Khusus mengenai masalah Kamboja, Mochtar minta agar ME terus mendukung ASEAN dalam usahanya menyelesaikan konflik ini secara menyeluruh.

Mengungkapkan berbagai kesulitan ekonomi pada negara-negara ASEAN seperti harga komoditi yang jatuh dan berbagai kesulitan ekonomi yang melanda dunia, Mochtar mengimbau ASEAN dan ME dapat bekerja sama yang saling menguntungkan

Lima Tantangan

Presiden ME, Sir Geoffrey Howe mengemukakan bahwa sejak penandatanganan kerja sama ekonomi ASEAN – ME tahun 1980, perdagangan dua arah meningkat hampir dua kali lipat. Demikian pula dengan kerja sama pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, dan politik, semakin membaik.

Tetapi, lanjut Howe, meskipun optimis terhadap hubungan ASEAN – ME, orang tidak boleh cepat merasa puas. Karena itu, dalam pertemuan dua hari diusahakan mencari dorongan politik segar yang dapat meningkatkan kerja sama.

“Sebab itu, agenda pertemuan dua hari ini sangat padat, dan meliputi lima tantangan.”

Menurut Presiden ME tantangan pertama adalah usaha meyakinkan bahwa proteksionisme tidak membantu lalulintas perdagangan antara ke dua kawasan.

Ke dua, usaha meyakinkan bahwa kondisi terbaik bagi peningkatan investasi merupakan dasar hagi hubungan ekonomi ke dua kawasan secara stabil. Untuk itu ME menyambut baik laporan Kelompok Kerja Tingkat Tinggi ASEAN tentang Investasi, yang berisi rekomendasi terinci yang perlu dipelajari dengan segera dan seksama.

Ke tiga, upaya pencegahan lalu lintas obat bius dan narkotika. Ke empat, memerangi terorisme Internasional, mengingat kejadian akhir-akhir ini di berbagai kota di dunia membuktikan tidak ada negara yang kebal terhadap terorisme internasional.

Ke lima, ASEAN dan ME harus berusaha mencari kemungkinan, untuk lebih berperan dalam mencari penyelesaian atas konflik dan ketegangan yang dapat mengancam perdamaian dunia di Timur Tengah, Afrika Selatan, Asia, dan dalam hubungan Timur-Barat.

Geoffrey Howe yang juga Menlu Inggris mengemukakan. Masyarakat Eropa mendukung sepenuhnya posisi ASEAN dalam mengusahakan penarikan mundur pasukan Vietnam dari Kamboja, dan mendirikan kembali suatu Kamboja yang netral, non-blok, dan merdeka.

Menderita

Menlu Singapura S. Dhanabalan selaku Ketua Panitia Tetap ASEAN, mengatakan, ASEAN kini menderita akibat resesi di bidang ekonomi, sementara harga komoditi tidak menunjukkan tanda-tanda akan meningkat.

Sebab itu, ASEAN kembali sangat tergantung pada perdagangan internasional, dan berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari keterbatasan ekspor komoditi.

“ASEAN memperhatikan dengan cemas ancaman proteksi terhadap perdagangannya, di samping ketidakpastian untuk memasuki pasaran negara­-negara Barat, termasuk ME”.

Ia menambahkan, melihat perkembangan tersebut, ASEAN menyambut baik inisiatif menteri ekonomi ASEAN-ME untuk mendirikan Kelompok Kerja Tingkat Tinggi ASEAN-ME mengenai Investasi.

“Rekomendasi dan laporan kelompok tersebut sangat tepat saatnya. Kami mengharapkan rekomendasi yang diberikan kelompok tersebut dalam laporannya dapat diterapkan dalam usaha meningkatkan arus investasi dah ME ke negara-­negara ASEAN.” demikian Dhanabalan. (RA)

 

 

Jakarta, Kompas

Sumber : KOMPAS (21/10/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 519-524.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.