PRESIDEN SOEHARTO DI DEPAN RAKER DEPARTEMEN AGAMA: JANGAN ADA SEBAGIAN KELOMPOK UMAT BERAGAMA MERASA HAKNYA DIKURANGI
Jakarta, Sinar Harapan
Presiden Soeharto menegaskan, Indonesia sebagai negara Pancasila tidak menganut paham sekuler sehingga negara dan pemerintah sama sekali bersikap tidak memperdulikan perikehidupan beragama bangsa Indonesia. Dalam sambutannya pada pembukaan rapat kerja Departemen Agama di Istana Negara, Senin pagi, Kepala Negara mengatakan, karena itu pemetintah tidak menempatkan usaha dan kegiatan pembinaan dan pengembangan kehidupan beragama sebagai masalah masyarakat dan umat beragama semata.
Dikatakan, di lain pihak negara Indonesia juga bukan negara agama dalam arti didasarkan oleh salah satu agama.
"Dalam hubungan ini, maka negara tidak mengatur dan tidak ingin mencampuri urusan Syariah dan ibadah-ibadah agama yang umumnya terbentuk dalam aliran agama masing-masing," ucap Kepala Negara.
Syariah dan pelaksanaan ibadah masing2 orang menurut agama dan kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dasarnya adalah hak setiap orang menurut keyakinannya masing2 yang dijamin sepenuhnya oleh negara.
Berkata Kepala Negara, biarlah mereka melaksanakan menurut keyakinan dan kepercayaannya dibawah bimbingan para ulama dan pemuka2 agama yang ahli dan berwibawa dalam bidangnya. Hal ini sesuai dengan pasal 29 ayat 2 Undang Undang Dasar 1945.
Kepala Negara berkata, berdasarkan ketentuan UUD 45, yang harus dijalankan Pemerintah adalah melayani hajat dan kepentingan bangsa dalam kehidupan beragama, dalam rangka menjamin pelaksanaan ibadah agama menurut keyakinan masing2.
Dikatakan, kewajiban ini sangatpenting sebab bagi kita pembangunan kehidupan agama adalah bagian yang tak terpisahkan dari seluruh pembangunan nasional bangsa kita.
Dalam menangani masalah2 pembangunan kehidupan beragama, demikian Kepala Negara, kita tidak boleh melupakan bahwa bangsa Indonesia mempunyai berbagai kemajemukan juga dalam bidang agama.
Selanjutnya Kepala Negara rnengatakan, selaku aparat pernerintah, Departemen Agama berkewajiban melayani hajat keagamaan seluruh warga negara, apapun agama yang dipeluknya.
"Pemerintah sama sekali tidak perlu mencampuri segi keyakinan seseorang atau kelompok mengenai sesuatu agama yg dipeluknya".
Hal tsb. merupakan tanggung jawab dan kebebasan masing2 penganut agama terhadapTuhan Yang Maha Esa.
Pegangan
Yang penting untuk menjadi pegangan, demikian Kepala Negara, adalah bagaimana membina dan mengembangkan kehidupan beragama sehingga benar2 memperkokoh landasan tegaknya masyarakat Pancasila yang diidam2kan.
Hendaknya disadari, kesalahan arah dalam pembinaan dan pengembangan kehidupan beragama akan sangat besar akibatnya bagi kehidupan masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu ia berharap agar masalah pembinaan dan pengembangan kehidupan bragama ditangani dengan sebaik2nya dan penuh hati2. Dikatakan pula, tolok ukur pembangunan kehidupan agama bukan semata2 dilihat dari hal2 yang bersifat kebendaan. Oleh karena itu, ia minta agar jangan sampai hanya terpaku pada sarana2 yang bersifat kebendaan se-mata2 dalam kehidupan beragama.
Sebab, menurut Kepala Negara, yang menjadi sasaran dalam pembangunan kehidupan beragama, bukanlah segi2 kuantitas melainkan segi2 kualitas kehidupan bangsa, segi2 mental, moral dan spiritual masyarakat.
Pada awal sambutannya, Presiden Soeharto menyatakan besarnya perhatian terhadap pembinaan dan pengembangan hidup beragama ditunjukkan oleh kehadiran Departemen Agama.
Dikatakan, perhatian terhadap pembinaan dan pengembangan kehidupan beragama bukan saja disebabkan karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama melainkan juga karena kita menyadari sepenuhnya bahwa masyarakat Pancasila yang ingin kita bangun bersama bukanlah suatu masyarakat tanpa agama, lebih2 bukan masyarakat yang anti agama.
Sementara itu, Menteri Agama Alamsyah Ratuperwiranegara dalam laporannya antara lain menyebutkan, jumlah peserta Raker 389 orang, terdiri dari Rektor IAIN seluruh Indonesia, Kakanwil Depag, Ketua2 Pengadilan Tinggi Agama, Kepala Kantor Departemen Agama di Kabupaten I Kotamadya dan para pejabat pusat yang terdiri dari eselon I dan II.
Kerukunan
Karena itu, salah satu sasaran utama dari pembangunan kehidupan beragama adalah pembinaan kerukunan hidup beragama di kalangan bangsa Indonesia.
Disadari, tanpa kerukunan hidup antar umat beragama, tidak mungkin tercipta kerukunan nasional yang menjadi prasyarat persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam hubungan ini, pertama2 kita harus meresapi benar2 azas kebebasan beragama yang kita junjung tinggi.
Dikatakan selanjutnya, bagi kita kebebasan beragama adalah salah satu hak yang paling azasi di antara hak2 asasi manusia karena kebebasan beragama itu bersumber kepada martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan.
Ditegaskan, hak kebebasan beragama bukan pemberian negara atau pemberian golongan dan ini berarti keberagamaan kita juga bukan wenang negara atau wenang golongan untuk menilainya.
Presiden Soeharto menunjukkan, hidup beragama telah jelas arah pembinaannya seperti yang ditegaskan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Kerukunan hidup beragama tidak mungkin dipelihara dan dikembangkan tanpa kemauan dan kemampuan kita semua untuk mengendalikan diri dari ucapan, sikap dan perbuatan yang menyinggung dan merugikan orang lain.
Dikatakan, seperti kita ketahui, kemampuan pengendalian diri itu adalah pangkal tolak penghayatan dan pengamalan Pancasila.
"Karena itu tanpa menghayati dan mengamalkan Pancasila dengan sungguh2 kita tidak dapat memelihara, membina dan mengembangkan kerukunan hidup beragama bangsa kita."
Kendalikan Diri
Kepala Negara mengatakan, apabila kita semua mau dan mampu mengendalikan diri maka dengan sendirinya kita akan mampu bersikap tepo seliro atau tenggang rasa. Dan dengan sikap yang demikian ini, kita akan mampu menjaga perasaan dan kepentingan orang lain sebagaimana kita juga menginginkan orang lain tidak menyinggung perasaan dan tidak merugikan kepentingan kita. Hal yang seperti ini, menurut Kepala Negara, teramat penting bagi para pejabat pemerintah yang langsung menangani masalah2 keagamaan.
Ditegaskan, hendaknya disadari bahwa segenap dan setiap warga negara berhak mendapat perlakuan dan pelayanan yang wajar dan adil dari aparat pemerintah, juga dalam bidang agama. Harus dijaga se-baik2nya agar jangan ada sebagian atau sekelompok umat beragama yang merasa diperlakukan dengan tidak wajar dan tidak adil, yang merasa hak2 mereka dikurangi atau tidak dipenuhi sebagaimana seharusnya.
"Bagi saudara-saudara yang beragama Islam, saya ingin mengingatkan kepada firman Tuhan dalam Kitab Suci Al-Quran yang mengatakan : Janganlah ketidaksenanganmu terhadap sesuatu golongan membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah sebab hal itu lebih dekat kepada takwa," kata Presiden Soeharto dan menambahkan, "Saya yakin asas keadilan dalam perlakuan itu ada dalam Kitab Suci agama-agama yang lain". Di samping itu ikut pula pengurus Danna Wanita Pusat dan daerah tingkat I.
Materi2 yang akan dibahas dalam rapat kerja ini meliputi 11 hal yang antara lain mengenai peningkatan kerukunan umat beragama, evaluasi pelaksanaan, kebijaksanaan pimpinan Departemen Agama di pusat dan daerah, sistem baru penyelenggaraan urusan haji dan peningkatan mutu pendidikan agarna.
Dalam raker ini akan berbicara Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Pangkopkamtib. Raker akan berlangsung sampai hari Kamis 28 Mei yad. (DTS).
…
Jakarta, Sinar Harapan
Sumber: SINAR HARAPAN (25/05/1981)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 498-501.