JANGAN BERMIMPI PENDIDIKAN BISA DILAKUKAN TANPA BIAYA
Jakarta, Suara Karya
Presiden Soeharto menegaskan, jangan bermimpi bahwa pelaksanaan pendidikan dapat dilakukan tanpa biaya. “Hal itu mustahil. Karena itu, pelaksanaan pendidikan harus jadi tanggungjawab bersama, antara pemerintah dan masyarakat,” kata Kepala Negara dalam sambutannya ketika meresmikan gedung Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Selasa, di Tanah Abang III/24, Jakarta.
Pemerintah, menurut Presiden, memang bertanggungjawab terhadap usaha meningkatkan kecerdasan bangsa melalui usaha pengadaan pendidikan. Namun tidak mungkin usaha itu dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah. Kemampuan pemerintah terbatas.
Oleh karena itu Kepala Negara mengingatkan, masyarakat, bahkan keluarga keluarga, harus ikut memberi peran dalam usaha meningkatkan kecerdasan bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan.
Waktu yang dimiliki bangsa Indonesia untuk meningkatkan kecerdasan tidak cukup panjang, karena harus berpacu dengan bangsa lain dalam mengejar ketertinggalan selama ini. Kepala Negara meminta agar masyarakat, terutama para guru, memanfaatkan waktu yang singkat itu dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Cepat Puas
Pendidikan yang memungkinkan penguasaan berbagai ilmu pengetahuan kini sangat dibutuhkan bangsa Indonesia. “Tanpa pengetahuan kita tidak mungkin menikmati kekayaan negara ini dan mencapai tingkat kemakmuran yang lebih baik,” kata Presiden.
“Jangan kita cepat berpuas diri karena merasa tanah air memiliki kekayaan alam yang berlimpah ruah, tapi hendaknya harus melihat negara lain yang tidak mempunyai kekayaan alam seperti Indonesia tapi rakyatnya hidup lebih makmur,” ujar Presiden.
Negara-negara yang lebih makmur itu, menurut Presiden, berhasil karena rakyatnya menguasai teknologi. Penguasaan teknologi memungkinkan rakyat negaranegara tersebut memperoleh nilai tambah dari kekayaan alam negara lain.
Terhadap masalah tersebut Presiden menunjuk contoh komoditi rotan yang 80% kebutuhan dunia dipasok dari Indonesia. Nilai perdagangan rotan di seluruh dunia setiap tahun rata-rata mencapai 1 milyar dollar AS. Dari nilai itu Indonesia hanya menerima kebagian 80 juta dollar.
“Ini terjadi karena kita tidak mempunyai pengetahuan teknologi pengolahan rotan yang maju, sementara negara yang tidak memiliki rotan bisa menikmati hasil yang lebih besar karena memiliki teknologi yang baik,” kata Presiden.
Ketahanan Sosbud
Pendidikan, menurut Presiden, merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan ketahanan sosial budaya. Jika ketahanan itu ditingkatkan bersama ketahanan lain seperti ideologi dan militer, maka bangsa Indonesia akan mampu menjawab tantangan dari kekuatan luar.
“Bangsa Indonesia tidak mengenal sikap menyerah, walaupun menghadapi kekuatan yang lebih besar. Ini telah dibuktikan dari sejarah kita,” kata Presiden.
Walaupun demikian, bangsa Indonesia masih perlu meningkatkan terus ketahanan nasionalnya dalam rangka menghadapi kekuatan-kekuatan negara lain yang juga meningkat.
Presiden menilai, peranan guru mutlak diperlukan untuk meningkatkan ketahanan sosial budaya tadi. Diharapkan, guru-guru terus meningkatkan pengabdiannya kepada negara dan bangsa lewat pengembangan dunia pendidikan.
Gedung PGRI
H. Basyuni Suriamihardja, Ketua Umum PB PGRI, mengemukakan, gedung PGRI berlantai 5 tersebut dibangun melalui usaha gotong royong guru-guru di seluruh Indonesia dalam pembiayaannya.
Dana yang dikumpulkan lewat usaha gotong royong itu Rp 401.720.640, didukung pula dengan bantuan Presiden Rp 1.903.578.258. Dengan demikian, dana untuk pembangunan ini seluruhnya Rp 2.305.298.898. Beberapa kontraktor dilibatkan dalam pembangunan gedung ini dengan kontraktor utama PT Wijaya Karya.
Basyuni menegaskan, pembangunan gedung tersebut tidak sampai meresahkan para guru karena gaji mereka dipotong untuk pembangunan gedung tersebut. Gaji guru yang dipotong sebenarnya tidak besar, hanya Rp 1.000, dan itu pun hanya dipotong sekali.
Penarikan bantuan tersebut telah dihentikan pada 15 Oktober 1986 setelah mendapat bantuan dari Presiden Soeharto. Sebelum bantuan itu diturunkan terbetik berita, ban yak guru mengeluh karena gaji mereka dipotong untuk pembangunan gedung tersebut.
Gedung tersebut, menurut Basyuni, sudah lama diidam-idamkan para guru dan sekarang baru terwujud. Gedung mulai dibangun pada 20 Maret 1986 dan selesai tepat pada tanggal sama tahun ini.
Gedung baru tersebut dilengkapi dengan ruang serba guna untuk berbagai kegiatan PGRI dan dapat pula disewakan untuk umum.
Gedung pertama PGRI yang lahir 100 hari setelah proklamasi terletak di Sekolah Guru Putri Mangkunegara, Surakarta. “Gedung yang diberi nama Gedung Guru Indonesia sekarang merupakan kebanggaan nasional guru,” kata Basyuni.
Sumber: SUARA KARYA (22/04/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 669-671